Ketika Proyek PSN Rempang Eco-City Berbuntut Bentrok Warga dan Aparat, Begini Pinta Koalisi

"Kami Masyarakat Sipil di Riau, Masyarakat Sipil Nasional, dan 28 Kantor Eksekutif Daerah WALHI meminta Presiden mengambil sikap tegas untuk membatalkan program ini," kata perwakilan koalisi sipil, Direktur Eksekutif Nasional Walhi Zenzi Suhadi dalam keterangan tertulis, Kamis (7/9).

Sep 8, 2023 - 16:14
Ketika Proyek PSN Rempang Eco-City Berbuntut Bentrok Warga dan Aparat, Begini Pinta Koalisi

NUSADAILY.COM – BATAM – Koalisi masyarakat sipil mendesak pemerintah untuk segera menghentikan proses pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco-City.

Mereka menilai pembangunan proyek tersebut sekadar ambisi pemerintah pusat dan mengabaikan aspirasi masyarakat daerah.

"Kami Masyarakat Sipil di Riau, Masyarakat Sipil Nasional, dan 28 Kantor Eksekutif Daerah WALHI meminta Presiden mengambil sikap tegas untuk membatalkan program ini," kata perwakilan koalisi sipil, Direktur Eksekutif Nasional Walhi Zenzi Suhadi dalam keterangan tertulis, Kamis (7/9).

Proyek yang telah menyebabkan bentrok antar warga dan aparat ini dinilai berpotensi menghilangkan hak dan identitas masyarakat adat di daerah Rempang.

"Program yang mengakibatkan bentrokan dan berpotensi menghilangkan hak atas tanah, dan identitas adat masyarakat di 16 Kampung Melayu Tua di Rempang," jelas Zenzi.

Tak hanya itu, koalisi sipil turut mendesak agar Presiden Jokowi dan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono mencopot Kapolda Riau hingga Komando Pangkalan TNI AL Batam yang dinilai bertanggung jawab atas bentrokan ini.

"Segera mencopot Kapolda Kepulauan Riau, Kapolres Barelang dan Komandan Pangkalan TNI AL Batam karena telah melanggar konstitusi dan HAM," sebut Azlaini Agus, salah satu Tokoh Riau yang tergabung dalam koalisi sipil ini.

Mereka juga menilai proyek ini adalah bentuk Pemerintah yang hanya berpihak pada investor tanpa memikirkan hak masyarakat adat.

"Tindakan tersebut hanya sekedar membela investasi yang akan menggusur masyarakat adat," jelasnya.

Sebelumnya, bentrok di Rempang dipicu karena warga masih belum setuju dengan pengembangan kawasan tersebut yang merupakan kampung adat masyarakat Melayu.

Akibat keributan tersebut, petugas terpaksa menembakkan gas air mata karena situasi yang tidak kondusif.

Belasan anak sekolah juga dikabarkan terkena gas air mata akibat bentrokan tersebut.

Namun, pihak kepolisian menyebut para anak sekolah yang terkena gas air mata karena gas yang terbawa angin.

"Gas air mata sudah sesuai prosedur karena mereka lempar batu," kata Kabid Humas Polda Kepulauan Riau Zahwani Pandra Arsyad saat dihubungi, Kamis (7/9).

Polisi telah mengamankan lima orang dalam bentrokan tersebut. Wilayah Rempang disebut akan menjadi tempat kawasan industri hasil komitmen investasi dari industri kaca dan panel surya perusahaan asing Xinyi Group.

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan pabrik di kawasan industri Batam ini nantinya digadang-gadang menjadi pabrik kaca dan solar panel terbesar setelah China.

Profil Proyek Rempang Eco-City Batam

Pengembangan kawasan ekonomi baru Rempang Eco-city di Pulau Rempang, Kepulauan Riau mendapat penolakan sejumlah warga setempat.

Penolakan itu berujung bentrok warga dengan aparat gabungan TNI-Polri pada Kamis (7/9).

Rencana pengembangan Rempang Eco-City mencuat pada 2004. Saat itu, pemerintah, melalui BP Batam dan Pemerintah Kota Batam, menggandeng PT Makmur Elok Graha menandatangani perjanjian kerja sama.

Dalam perkembangannya, proyek ini masuk daftar Proyek Strategis Nasional 2023.

Hal itu tertuang dalam Permenko Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional.

Beleid itu diteken oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada 28 Agustus 2023 lalu.

Mengutip situs BP Batam, kawasan ekonomi ini rencananya dikembangkan di lahan seluas 7.572 hektare atau sekitar 45,89 persen dari total luas Pulau Rempang 16.500 hektare.

Pengembangan Pulau Rempang mencakup kawasan industri, perdagangan, hingga wisata yang terintegrasi di sana agar bisa bersaing dengan negara tetangga, Singapura dan Malaysia.

BP Batam memperkirakan investasi pengembangan Pulau Rempang mencapai Rp381 triliun dan akan menyerap 306 ribu tenaga kerja hingga 2080. Hal ini diharapkan bisa berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi setempat.

Kawasan Rempang juga akan menjadi lokasi pabrik kaca terbesar kedua di dunia milik perusahaan China Xinyi Group.

Investasi proyek itu diperkirakan mencapai US$11,6 miliar atau sekitar Rp174 triliun.

Pada Juli lalu, Xinyi International International Investment Limited dan PT Makmur Elok Graha telah menandatangani nota kesepakatan (Memorandum of Agreement) terkait rencana investasi itu di Chengdu, China.

Kendati demikian, sejumlah warga terdampak harus direlokasi demi pengembangan proyek Rempang Eco-City.

Sebagai kompensasi, Kepala BP Batam Muhammad Rudi mengungkapkan pemerintah menyiapkan rumah tipe 45 senilai Rp 120 juta dengan luas tanah 500 meter persegi.

Pemerintah juga memberikan keringanan lainnya berupa bebas biaya uang wajib tahunan (UWT )selama 30 tahun, gratis pajak bumi dan bangunan (PBB) selama 5 tahun, BPHTB, dan SHGB.

"Lokasinya berada di tepi laut. Sehingga memudahkan masyarakat yang umumnya berprofesi sebagai nelayan untuk melaksanakan aktivitas. Dengan momentum pembangunan ini, saya berharap nasib masyarakat bisa berubah menjadi lebih baik," ujar Rudi dalam keterangan tertulis, Kamis (7/9) lalu.

Masyarakat yang terdampak pembangunan akan dialihkan pemerintah ke lokasi yang sudah disiapkan. Mereka akan mendapat biaya hidup Rp1,03 juta per orang dalam satu KK.

Bagi masyarakat yang memiliki tinggal di ditempat lain akan mendapat bantuan biaya sewa Rp1 juta per bulan.(han)