Ketika Kejagung Didesak Usut Tuntas Kasus Ekspor CPO

Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia M.Iqbal Damanik yang juga bagian dari koalisi mengatakan pengusutan itu tak boleh berhenti pada tataran Dirjen. Menurutnya, menteri pun harus ditindak tegas jika terbukti terlibat.

Jul 19, 2023 - 21:36
Ketika Kejagung Didesak  Usut Tuntas Kasus Ekspor CPO

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Koalisi Transisi Bersih mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut tuntas hingga level atas pihak-pihak yang terkait dalam kasus dugaan korupsi izin ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO).

Dalam kasus ini, Kejagung menetapkan tiga perusahaan yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group sebagai tersangka korporasi.

Pada tataran kementerian, dua orang ditetapkan menjadi terdakwa yakni Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.

Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia M.Iqbal Damanik yang juga bagian dari koalisi mengatakan pengusutan itu tak boleh berhenti pada tataran Dirjen. Menurutnya, menteri pun harus ditindak tegas jika terbukti terlibat.

"Kita berharap Kejagung juga harus berani menetapkan pada level yang tidak berhenti pada level dirjen. Karena korupsi lagi lagi tidak mungkin sendiri," kata Iqbal di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (18/7).

"Maka Kejagung dalam hal ini harus berani meminta pertanggungjawaban terkait. Dalam hal ini Kemenko Perekonomian dan Kemendag. itu langkah yang harus juga diambil oleh Kejagung," imbuhnya.

Lebih lanjut, Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional yang juga juru bicara koalisi Uli Arta Siagian juga mengungkapkan pihaknya mendesak agar semua perusahaan sawit dan minyak goreng diperiksa.

Menurut Uli, kasus dugaan korupsi yang menjerat tiga korporasi migor juga tak menutup kemungkinan dilakukan oleh korporasi lain.

"Ini momentum untuk mengevaluasi tata kelola sawit. Kita tahu bahwa ketika yang terjerat korporasi besar. Maka akan sangat mungkin praktik praktik ini juga dilakukan oleh perusahaan lainnya," ujarnya.

Uli mengungkapkan pemerintah harus memasukkan perusahaan sawit atau migor yang terbukti melakukan pelanggaran ke daftar hitam. Uli juga menyebut perusahaan-perusahaan itu tak boleh lagi beroperasi.

"Mereka seharusnya tidak lagi menerima fasilitas, izin perpanjangan izin HGU atau izin baru. Ini bentuk proteksi yang bisa dilakukan oleh pemerintah," tuturnya.

Uli pun menyindir pemerintah untuk segera memperbaiki tata kelola industri sawit, ketimbang sibuk cawe-cawe untuk Pilpres.

"Pemerintah memang seharusnya cawe-cawe, cawe- cawenya untuk memperbaiki tata kelola sawit," ujarnya.

"Tindakan cawe-cawe yang harus dilakukan adalah awasi semua perizinan sawit, setop memberikan izin, selesaikan konflik dan kerusakan lingkungan sebagai praktik buruk dari industri sawit ini. Bukan cawe-cawe untuk memenangkan salah satu calon," imbuhnya.

Terbaru, Kejagung akan memanggil Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO).

"Rencananya jam 16.00 beliau [Airlangga] konfirmasi hadir," kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana, Selasa (18/7).

Namun, Airlangga ternyata tak mendatangi Kejaksaan Agung dan akhirnya akan diperiksa kembali pada Senin (24/7).

Diperiksa Pekan Depan

Kejaksaan Agung berharap Menko Perekonomian Airlangga Hartarto memenuhi panggilan pemeriksaan pada Senin, 24 Juli mendatang.

Airlangga akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus korupsi izin ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya pada periode 2021-2022.

"Harapan kami hadir. harapan kami semua warga negara patuh hukum," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung. Ketut Sumedana di Kejagung, Selasa (18/7).\

Pemanggilan dilayangkan lagi oleh Kejaksaan Agung karena Airlangga tidak hadir untuk diperiksa pada hari ini.

"Karena hari ini tidak hadir, maka penyidik nanti pada hari Kamis akan mengirimkan surat panggilan kembali untuk di panggil hari Senin tanggal 24 Juli 2023," jelas Ketut.

Terpisah, Airlangga mengaku tengah memiliki agenda lain pada hari ini sehingga dirinya tak bisa hadir untuk diperiksa sebagai saksi.

"Ada agenda, agenda sendiri," kata Airlangga di kantornya, sekitar pukul 15.00 WIB, Selasa (18/7).

Seperti diberitakan beberapa media, tim penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus sejauh ini sudah menyita 56 unit kapal dari kasus tersebut. Rinciannya 26 kapal milik PT PPK, 15 kapal milik PT PSLS, dan 15 milik kapal PT BBI.

"Selain itu, penyidik juga turut menyita satu unit Airbus Helicopter Deutschland MBB dengan nomor registrasi BK-117 D2 dan 1 unit pesawat Cessna 560 XL dengan milik PT PAS," kata Ketut dalam konferensi pers di Kejagung, Selasa (18/7).

Ketut menyebut penyidik juga turut memblokir helikopter milik PT MAN jenis Bell 429, nomor registrasi 2946; dan jenis EC 130 T2, nomor registrasi 3460; agar tidak bisa memberikan pelayanan penerbangan.

Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan 5 tersangka pada 16 Juni 2023. Ketiga di antaranya berasal dari pihak korporasi.

Ketiga tersangka dari pihak korporasi itu yakni Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, serta General Manager (GM) Bagian General Affair PT.

Dua orang tersangka lainnya yakni mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana, serta Penasihat Kebijakan/Analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI) dan Tim Asistensi Menko Perekonomian RI Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.

Lima orang itu juga sudah diadili oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Namun jaksa kecewa dengan vonis yang dijatuhkan hakim karena terlalu ringan.(han)