Difabel ini Dulu Dikucilkan, Setelah Jadi PHL Polri Keluarga Baru Menerima

'DIFABEL tidak boleh lemah. Karena yang menentukan hidup kita sendiri, bukan orang lain.' Pesan inilah yang disampaikan Eka Wulandari. Difabel yang menjadi staf Satuan Binmas Polres Malang.

Jun 11, 2023 - 17:52
Difabel ini Dulu Dikucilkan, Setelah Jadi PHL Polri Keluarga Baru Menerima
Kapolres Malang AKBP Putu Kholis Aryana didampingi Kasatlantas AKP Agnis Juwita Manurung mengantarkan Eka Wulandari ke ruang Satuan Binmas setelah diterima sebagai PHL di Polres Malang.
Jarum jam di tangan menunjukkan pukul 13.30 WIB. Kondisi cuaca siang itu cukup cerah. Beberapa orang pengunjung Polres Malang terlihat mondar-mandir. 
Di dalam ruang Satuan Binmas Polres Malang, tampak ada empat orang sibuk dengan pekerjaan. Salah satunya adalah Eka Wulandari. 
Tangan kanannya memegang pensil. Pandangannya fokus pada kertas di atas meja. Sesekali juga melihat ke layar monitor komputer. 
"Saya sedang merekap kegiatan harian Bhabinkamtibmas. Ada 361 anggota Bhabinkamtibmas yang tersebar di 30 Polsek," kata Eka Wulandari, saat ditanya media ini tentang kegiatan yang dilakukan. 
Wanita kelahiran Malang 2 Maret 1991 ini, adalah pekerja harian lepas (PHL) di Polres Malang. Dia bekerja sebagai staf di Satuan Binmas. 
Eka merupakan satu-satunya difabel yang diangkat sebagai PHL di Polres Malang. Oleh Kapolres Malang AKBP Putu Kholis Aryana. Mulai aktif sebagai PHL sejak 4 April 2023 lalu. 
Sebelum bekerja sebagai PHL di Polres Malang, dia bekerja sebagai karyawan di Adira Finance Kepanjen, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Tidak menduga bagi Eka bisa menjadi bagian di Polres Malang. 
"Saya sangat senang. Karena di sini (Polres Malang, red) lebih nyaman. Semua bisa terbantukan," katanya sembari tersenyum. 
Wanita berhijab asal Desa Karangkates, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang ini, mengaku senang bisa bekerja di bagian Polri. Karena lulusan S1 Sosiologi Universitas Brawijaya Malang ini, bisa mewujudkan cita-citanya. 
"Cita-cita saya karena ingin menunjukkan pada dunia, bahwa difabel bisa berkarier. Sekaligus menjadi contoh yang senasib dengan saya. Meski difabel tidak boleh lemah. Karena yang menentukan hidup kita sendiri, bukan orang lain," tutur lulusan SMA Muhammadiyah 2 Sumberpucung Kabupaten Malang ini. 
Alasan Eka memang masuk akal. Pasalnya wanita yang saat ini menjabat Ketua Komunitas Difabel Ganesa Indonesia Malang sejak 28 November 2014, pernah dikucilkan oleh keluarganya. Kedua orangtuanya sempat kurang menerima keadaan Eka. 
Ya, karena sejak kecil Eka memang dalam keterbatasan. Dia tidak seperti orang normal lainnya. 
Eka mengalami difabel fisik. Sebutannya adalah spastikatetoid atau cerebal palsy. Sejak kecil dia tinggal bersama dengan neneknya. 
"Saya dulu memang sempat dikucilkan keluarga. Menuntut pendidikan saja tidak boleh," katanya dengan mata berkaca-kaca saat mengenang masa lalunya. 
Kemudian tahun 2013 setelah neneknya meninggal, Eka terpaksa tinggal di kantor Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Malang. Ini karena orangtuanya masih belum bisa menerima keberadaannya. 
Sebelum tinggal di P2TP2A, Eka sempat putus asa. Upaya untuk mengakhiri hidup pun sempat terlintas dalam benaknya. 
Karena tidak ada lagi tempat singgah yang nyaman. Pulang ke rumah orang tua tidak mungkin. Sebab orang tuanya saat itu masih belum bisa menerima. 
Tetapi kebesaran hati serta pesan neneknya, akhirnya menguatkan hatinya. "Nenek berpesan saya harus jadi wanita kuat. Harus terus berjuang dan tidak boleh malu," ujarnya. 
Saat hati dan pikirannya gundah, Eka mendengarkan siaran langsung P2TP2A melalui radio. Materinya tentang hak anak. Bahwa anak harus dilindungi, baik hidupnya ataupun pendidikannya. 
Harapannya mengejar cita-cita pun akhirnya terbuka. Ia lalu mencoba menghubungi nomor P2TP2A. Tetapi gagal karena nomor telepon yang dicatat kurang satu angka. 
"Karena masuk P2TP2A tidak bisa, akhirnya saya diantarkan paman ke Panti Rehabilitasi Cacat Tubuh di Bangil, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur," tuturnya. 
Di sini Eka belajar bordir. Ia pun akhirnya bertemu dengan teman yang bernasib sama asal Kepanjen, Kabupaten Malang. Kebetulan juga teman ini dari P2TP2A Kabupaten Malang. 
Saat temannya dijemput oleh pihak P2TP2A, Eka pun memanfaatkan untuk pulang bareng satu mobil. Ia pun bercerita kalau mengalami diskriminasi oleh orang tuanya. 
"Dari cerita itu, saat Lebaran Pak Syaiful (Staf P2TP2A) mendatangi saya. Meminta saya untuk tinggal di P2TP2A supaya bisa mengejar cita-cita menempuh pendidikan lebih tinggi," ujarnya. 
Di tempat penampungan P2TP2A, Eka didorong untuk terus bersemangat. Hingga akhirnya dia mendapat beasiswa untuk kuliah di Universitas Brawijaya Malang hingga lulus S1. 
"Saya bisa kuliah di Universitas Brawijaya karena kebetulan menerima mahasiswa difabel, melalui program Pusat Layanan Disabilitas (PSLD). Akhirnya saya diterima dan mendapat beasiswa gratis hingga lulus S1," bener Eka. 
Sebelum masuk kuliah, Eka bercerita juga sempat nyaris putus asa. Setelah ia mendengar perkataan ayahnya. 
"Ayah bilang kalau saya tidak mungkin bisa kuliah. Apalagi di Universitas Brawijaya. Katanya kalau bisa kuliah, silahkan potong jarinya. Pada kenyataannya saya bisa kuliah," terangnya sembari menarik nafas panjang. 
Setelah dipastikan diterima di Universitas Brawijaya Malang, Eka mengumpulkan teman-temannya yang senasib. Termasuk mengundang Muspika Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang. 
Ia menyampaikan pada teman-temannya bahwa difabel bisa menjadi sukses. Asalkan jangan malu dan terus bersemangat. 
"Dari pertemuan itu, saya akhirnya bisa lebih dekat dengan Muspika dan pejabat. Hingga setiap bulan, saya mendapat uang saku dari Kapolsek Sumberpucung (Kompol Sri Widyaningsih, red) untuk biaya lain-lain saat kuliah," jelasnya. 
Setelah lulus kuliah dan bekerja, Eka pun terpaksa tinggal di tempat kos di wilayah Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang. Semangat serta cita-citanya itulah yang mendorong Eka untuk menunjukkan bahwa dia bisa sukses. Meskipun mengalami keterbatasan fisik. 
"Baru setelah saya bekerja di Polres Malang ini, keluarga (orang tua) mau menerima. Saya diminta untuk pulang ke rumah. Semoga dengan keterbatasan yang ada ini, saya bisa menjadi kebanggaan keluarga," paparnya dengan penuh semangat.
Untuk harapan di masa depan? Eka meyakinkan pada Tuhan YME. Ia menegaskan akan menunggu takdir dari sang pencipta. 
Alasannya karena sudah tiga kali dia menjalin hubungan dengan laki-laki selalu gagal. "Sebabnya karena orang tua laki-laki tidak bisa menerima kondisi saya. Mereka khawatir anak keturunan akan seperti saya. Dari situlah saya pasrah akan takdir Tuhan YME," jelas Eka. 
Ketika nantinya mendapatkan jodoh, ia berharap bisa memiliki keluarga yang harmonis. Bisa menyayangi anak-anak. Tidak harus mendiskriminasikan anak. 
Saat ini, meskipun sudah mendapat pekerjaan layak sebagai PHL di Polres Malang, ada impian lebih besar yang ingin diraih Eka Wulandari. Yakni ingin mengabdi pada negara dengan menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). 
Empat kali dia mencoba CPNS, namun tidak lolos. Penyebabnya sama. Surat keterangan disabilitas dari dokter yang bersangkutan kurang relevan. Karenanya berharap ada perhatian dari pihak terkait untuk bisa mendapat kemudahan. 
Kapolres Malang AKBP Putu Kholis Aryana mengatakan, perekrutan Eka Wulandari merupakan salah satu upaya peningkatan akses pada ketersediaan lapangan kerja di lingkungan Polri bagi penyandang disabilitas. 
Ini sejalan dengan salah satu Program Prioritas Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo di bidang sumber daya manusia sebagai wujud nyata Polri. Dalam memberikan kesempatan kepada siapa pun. Termasuk penyandang disabilitas, untuk berkontribusi lebih nyata kepada negara.
“Polres Malang mengakomodir kelompok berkebutuhan khusus dengan memberikan kesempatan untuk bekerja di Mapolres Malang sesuai dengan kebutuhan yang ada,” tegas AKBP Putu Kholis Aryana. 
Putu menjelaskan, berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun 2020, disebutkan bahwa jumlah penyandang disabilitas di Indonesia mencapai angka 6,2 juta jiwa. Namun hingga saat ini baru sekitar 20 persen penyandang disabilitas yang memperoleh kesempatan kerja. 
Berdasarkan hal tersebut, Polres Malang memberikan kesempatan kepada penyandang disabilitas untuk bekerja sebagai karyawan di kantor polisi dan membantu tugas-tugas kepolisian sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya. 
“Polres Malang sebagai lembaga pemerintah mendukung upaya yang dilakukan pemerintah dalam rangka memenuhi hak dan akses penyandang disabilitas terhadap sektor pekerjaan,” pungkasnya.(agung priyo lestari)