Bersepeda Suarakan Keadilan Tragedi Kanjuruhan, Midun Sudah Kembali

Aug 22, 2023 - 02:48
Bersepeda Suarakan Keadilan Tragedi Kanjuruhan, Midun Sudah Kembali
Miftahudin Ramli alias Midun saat berada di kediamannya di Kampung Hendrik, Kelurahan Ngaglik, Kota Batu. Pria 52 tahun itu baru saja menyelesaikan ekspedisi lintas stadion mengenang tragedi Kanjuruhan.

NUSADAILY.COM–KOTA BATU– Tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 menewaskan 135 orang. Peristiwa kelam yang terjadi saat laga Arema FC vs Persebaya itu seolah pudar dari ingatan massa. Jatuhnya korban jiwa dipicu oleh tindakan eksesif aparat keamanan dan cenderung menciderai prinsip HAM.

 

Proses hukum atas tragedi di lapangan hijau itu hanya menyasar aktor lapangan. Vonis pengadilan seakan memperkuat rantai impunitas. Para terdakwa dijatuhi hukuman ringan, bahkan beberapa diantaranya dinyatakan dari tuntutan hukum.

 

Tuntutan keadilan bagi keluarga korban tragedi Kanjuruhan disuarakan Miftahudin Ramli atau akrab disapa Midun (52). Pria yang tercatat sebagai aparatur sipil negeri (ASN) Pemkot Batu, rela menempuh perjalanan jalur pantura sejauh 800 kilometer dengan mengayuh sepeda modifikasi.

 

Sepedanya dimodifikasi menarik keranda diselimuti kain hitam bertuliskan 'Justice for Kanjuruhan' pada sisi kiri dan 'Football Without Violence' di sebelah kanan. Midun berangkat dari Kota Batu pada 3 Agustus lalu menuju Jakarta. Setibanya di ibu kota negara pada 14 Agustus, ia langsung menuju Stadion Gelora Bung Karno.

 

"Bersyukur perjalanan lancar, nggak kesasar. Semuanya dimudahkan," kata Midun saat berada di rumahnya di Kampung Hendrik, Kelurahan Ngaglik, Kota Batu.

 

Midun tiba di Kota Batu pada 16 Agustus lalu dengan naik pesawat. Ia pulang cepat karena rindu keluarga di rumahnya dan ingin mengikuti malam tirakatan peringatan HUT ke-78 RI. Kedatangannya membuat kaget tetangga-tetangganya yang sudah menyiapkan penyambutan. Sementara sepeda modifikasinya dikirimkan melalui jasa ekspedisi. 

 

"Sudah rindu keluarga dan ingin ikut malam tirakatan di kampung. Tiket pesawatnya dikirimi, siapa yang ngirim, saya juga nggak kenal. Tiba-tiba ada yang minta foto KTP saya, lalu sudah ada yang mengirimkan tiket," ujar Midun.

 

Selama 12 hari berpetualang dalam perjalanan ekpedisi lintas stadion, ia menangkap berbagai kesan dan kenangan. Sudah 20 stadion yang disinggahinya. Mulai Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang; Stadion Gajayana, Malang; Stadion Delta, Sidoarjo; Stadion Bung Tomo, Surabaya; Stadion Joko Samudro, Gresik; Stadion Surya Jaya, Lamongan hingga Stadion GBK Jakarta yang menjadi pemberhentian terakhirnya.

 

Kunjungan ke sejumlah stadion itu sebagai pengingat sekaligus agar kejadian kelam tak terulang di lapangan hijau. Ada pesan tersirat yang ditangkap Midun selama perjalanan panjang. Sepak bola menjadi pemersatu, bukan gelanggang kekerasan. Rivalitas suporter cukup 90 menit selama pertandingan. Selebihnya mereka bagian dari masyarakat sepak bola Indonesia yang menjunjung kerukunan antar suporter

 

Kerukunan antar suporter dirasakan Midun saat melakukan perjalanan panjang menuju ibu kota. Dia disambut hangat oleh suporter bola di daerah yang disinggahinya. Para suporter juga bermurah hati memberikan uluran tangan. Seperti saat tiba di Surabaya yang disambut suporter Bonek yang dikenal memiliki rivalitas tinggi dengan Aremania. Terlebih tragedi Kanjuruhan pecah usai laga panas antara Arema FC dan Persebaya.

 

Kelompok suporter Bonek turut mengawal perjalanan Midun hingga batas kota. Empati semacam itu juga diberikan suporter-suporter di sepanjang rute yang dilaluinya. Sama halnya tatkala masuk wilayah Viking suporter Persib Bandung. Midun dikawal menuju persinggahan selanjutnya hingga dioper ke Jakmania, suporter Persija Jakarta. Ketegangan keduanya itu lenyap dengan misi perdamaian Midun. Bantuan yang diberikan para suporter meruntuhkan sekat rivalitas.

 

"Bersyukur hajat ini dimudahkan. Disambut suporter Lamongan, Tuban, Rembang terus sampai Jakarta. Ya semacam ada serah terima. Habis dikawal suporter ini kemudian dititipkan ke suporter lainnya. Semacam itu, terus sampai Jakarta," ucap Midun.

 

Soal makanan, ia tak pernah kekurangan karena selalu saja ada yang memberinya bekal secara cuma-cuma. Misalnya, saat tiba di Brebes, ia dibawakan sekeranjang telur asin. Kerandanya yang semula kosong, terisi penuh bekal makanan. Sampai-sampai sepeda yang dikayuhnya semakin berat.

 

"Dari sini keranda kosong, makin ke sana makin berat. Paling sulit saat lewat Alas Sroban. Itu jalur rungkat, ya nyurung, ya ngangkat," kata Midun sembari tertawa.

 

Menurutnya, para suporter yang dijumpainya menaruh perhatian atas sejarah kelam sepak bola. Para suporter mendukung agar tragedi Kanjuruhan diusut tuntas.

 

"Mereka meminta agar kasus itu dikawal demi kejelasan hukum," ujar Midun. (oer/wan)