Konflik Agraria di Rempang, Pengamat: ‘Bukti Jokowi Ingkari Janji’
Berdasarkan Data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) pada 2021, terdapat 35 letusan konflik agraria yang disebabkan oleh pembangunan PSN. Angka ini mengalami kenaikan drastis 100 persen dibanding tahun2020, yakni 17 proyek.
NUSADAILY.COM – JAKARTA – Pengembangan proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco City di Pulau Rempang, Batam berujung konflik antara aparat gabungan TNI-Polri dengan warga.
Pecahnya konflik agraria akibat pembangunan PSN bukan pertama kali terjadi.
Berdasarkan Data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) pada 2021, terdapat 35 letusan konflik agraria yang disebabkan oleh pembangunan PSN.
Angka ini mengalami kenaikan drastis 100 persen dibanding tahun2020, yakni 17 proyek.
Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika mengatakan PSN yang menyasar lokasi-lokasi terbaik untuk diberikan pada kelompok investor terbukti meningkatkan eskalasi konflik agraria di banyak tempat.
Menurut Dewi, kasus Rempang ini semakin menguatkan orientasi ekonomi-politik agraria pemerintah yang menguatkan kepentingan elite bisnis menggunakan label PSN dan memaksa warga keluar dari wilayah hidupnya.
Dewi menyebut kasus Rempang merupakan imbas dari konflik agraria yang sejak Orde Baru atau ketika pemerintah memberikan otonomi khusus kepada badan otorita Batam yang sekarang menjadi BP tidak kunjung diselesaikan.
"Di posisi sekarang, pemerintah abai pada masalah struktural yang terjadi di Rempang itu. Seolah-olah bahwa masyarakat tidak punya legalitas dan hanya BP Batam yang punya legalitas dengan mengantongi HPL (Hak Pengelolaan). Tapi kalau ditarik ke belakang, dia sekarang itu menjadi HPL itu kan ada urutan-urutannya, yang itu tata caranya mengabaikan keberadaan masyarakat," ujar Dewi mengutip CNNIndonesia.com, Senin (11/9).
Dewi juga menanggapi pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD terkait bentrokan yang terjadi di Rempang pada Kamis (7/9) bukan imbas dari upaya penggusuran, melainkan pengosongan lahan oleh pemegang hak.
Penggusuran sistematis
Dia menilai tata cara pemerintah menetapkan HPL acap kali mengabaikan keberadaan masyarakat.
Dewi mengatakan pemaksaan yang terjadi pada proses pengadaan ataupun pengosongan tanah mestinya diartikan sebagai penggusuran.
"Ketika itu dilakukan secara paksa, maka Mahfud MD tidak bisa bilang itu bukan penggusuran. Kita enggak perlu lagi bersilat lidah di urusan istilah ya. Karena kalau dilakukan secara paksa, dengan mobilisasi aparat, ada warga yang akan terdampak dan belum bersepakat terhadap proses proses itu, maka itu adalah penggusuran secara sistematis," ucap Dewi.
Selain itu, Dewi menilai PSN itu memastikan lokasi-lokasi terbaik atau premium untuk kebutuhan investasi skala besar.
Ia menyebut label PSN yang disematkan itu semakin mempercepat proses pengadaan lahan dan tata cara yang digunakan menjadi sangat represif dengan bantuan mobilisasi aparat TNI-Polri.
Dewi pun menilai pengembangan PSN di Rempang mesti dihentikan apapun alasannya. Sebab, hak warga atas tanah yang tengah dipertaruhkan.
Ia juga menyebut kasus Rempang ini tidak dapat diselesaikan hanya dengan pendekatan legal karena terdapat hak warga yang belum dipulihkan.
Dewi mengatakan karena Rempang termasuk PSN, maka Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus turun tangan memberikan pernyataan politik menghentikan proses pengembangan PSN ini.
"Ini harus disetop dulu karena sudah terbukti bahwa ini belum clear. Tidak ada yang disebut clear and clean sehingga boleh dikosongkan dengan cara-cara represif karena masih ada masyarakat," kata Dewi.
"Itu memang hak konstitusional masyarakat yang belum dipulihkan sejak zaman orde baru, reformasi, sampai sekarang. Kalau ini diteruskan, konflik agraria, perampasan tanah, pelanggaran hak konstitusional itu akan semakin ternoda di masa pemerintahan Jokowi ini," sambung Dewi.
Ia menilai pemerintah tak dapat bertindak gegabah memaksakan proses pengadaan tanah untuk kepentingan BP Batam semata.
Dewi juga mengatakan seharusnya Jokowi memerintahkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menyetop kepolisian di daerah dan mendukung tata cara penyelesaian konflik agraria yang bersifat represif dan intimidatif.
Polisi Terobos Barikade Warga
Warga yang menolak pemasangan patok sebagai langkah relokasi terlibat bentrok pada Kamis (7/9).
Polisi berusaha menerobos barikade warga dengan membawa water canon dan gas air mata untuk membubarkan massa.
Sementara massa melawan dengan melempari aparat menggunakan batu.
Anak-anak turut terkena gas air mata dalam peristiwa tersebut. Lokasi keributan dekat dengan lingkungan sekolah.
Sebanyak tujuh warga ditetapkan sebagai tersangka. Kemudian, pihak kepolisian menangguhkan mereka dengan jaminan tak akan melakukan aksi penolakan upaya relokasi warga imbas PSN Rempang Eco-City.
Perlawanan berlanjut. Bentrok kembali terjadi dalam unjuk rasa warga di depan kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Senin (11/9).
Polda Kepulauan Riau telah menangkap 43 orang peserta aksi yang diduga bertindak kriminal serta melawan petugas.
Investasi dan pengkhianatan konstitusi
Pengamat hukum tata negara Feri Amsari mengatakan langkah pemerintah jelas melanggar prinsip konstitusi bahwa ekonomi kita memperhatikan asas kekeluargaan dan memperhatikan prinsip kebersamaan.
Selain itu, kata Feri, investasi harus memperhatikan prinsip ekonomi untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 33 ayat (1), (3), dan (4) Undang-undang Dasar (UUD) 1945.
"Cara-cara investasi di Rempang jelas-jelas tidak memanusiakan manusia dalam pendekatan ekonomi. Itu jelas pengkhianatan terbuka terhadap konstitusi," jelas Feri pada CNNIndonesia.com, Senin (11/9) malam.
Menurut Feri, investasi tanpa melindungi hak konstitusi rakyat merupakan kesalahan besar.
Oleh karenanya, Feri menilai proyek Rempang mestinya dihentikan dulu hingga hak rakyat yang dilindungi UUD, salah satu contohnya hak bertempat tinggal yang layak, terpenuhi.
Lebih lanjut, Feri turut menyingung salah satu poin Nawa Cita Jokowi yang berbunyi, "Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, melalui politik luar negeri bebas aktif, keamanan nasional yang tepercaya dan pembangunan pertahanan negara Tri Matra terpadu yang dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim"
"Itu Nawa Cita 1 Jokowi. Jokowi terbukti ingkar janji," kata dia.
Mantan Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menilai aparat menggunakan kekuatan berlebihan di Rempang.
Beka mengecam tindakan kekerasan dan dugaan penggunaan kekuatan yang berlebihan dalam upaya pengosongan lahan di Pulau Rempang.
Beka menilai polisi belum bisa menghadirkan wajah yang lebih humanis seperti komitmen yang disampaikan dalam berbagai peristiwa yang sebelumnya sempat menyita perhatian publik.
"Apalagi dampaknya selain beberapa orang terluka, gas air mata yang digunakan juga berdampak pada anak sekolah dan anak-anak. Polisi seperti tidak belajar dari peristiwa-peristiwa sebelumnya dan komitmen mereka sendiri untuk lebih humanis," kata Beka saat dihubungi CNNIndonesia.com.
Beka mengatakan seharusnya aparat hukum juga menggunakan pendekatan sosiologis dan budaya dalam menyelesaikan persoalan yang berdampak pada warga. Apalagi, kata dia, warga sudah tinggal selama puluhan tahun di tempat tersebut.
Selain itu, Beka menilai pemerintah wajib menggelar forum dialog setara dengan warga, sehingga diperoleh solusi yang disepakati kedua belah pihak.
Eks Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik juga membahas perihal proses pendekatan aparat dalam kasus Rempang ini.
Taufan menerangkan dalam prinsip HAM, pemerintah tidak bisa melakukan pemaksaan dengan cara apapun apalagi kekerasan untuk mendapatkan persetujuan warga apabil mereka akan direlokasi.
Ia menyebut persetujuan warga mesti dengan prinsip sukarela (voluntary consent), bukan dengan intimidasi.
Taufan juga mengatakan tindak kekerasan terhadap warga itu termasuk pidana dan mesti ditindak secara hukum. Ia menyoroti penggunaan gas air mata yang mengenai anak-anak sekolah.
Selain itu, Taufan mengatakan Listyo mesti menindak anggotanya yang bertindak brutal.
"Penggunaan aparat memaksa warga pergi itu tidak sejalan dengan prinsip hak asasi manusia, tidak adil dan bertentangan dengan prinsip negara hukum. Dan aparat yang arogan, menggunakan senjata menakut-nakuti warga bisa ditindak secara hukum juga," terang Taufan.
Warga tinggal di Rempang sejak 1834
Menurut Taufan, Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, dan Menko Polhukam Mahfud MD gagal mengonstruksikan persoalan dalam kasus Rempang ini.
"Mereka gagal mengkonstruksi masalah ini seolah izin investasi kepada perusahaan bisa mengeliminasi hak ulayat dan hak hidup warga. Atas dasar apa warga diusir dari tanahnya?" kata Taufan.
Dia mengatakan sebagian warga sudah berada di Rempang sejak 1834. Taufan menyebut Rempang merupakan tanah leluhur mereka.
Taufan turut menanggapi penjelasan Mahfud mengenai negara telah memberikan hak atas Pulang Rempang kepada sebuah entitas perusahaan berupa hak guna usaha pada 2001-2002.
Mahfud menyebut tanah itu belum digarap dan tak pernah dikunjungi. Pada 2004 dan seterusnya menyusul dengan beberapa keputusan, tanah itu diberikan hak baru kepada orang lain untuk ditempati.
Kendati demikian, pada 2022, pemegang hak kembali datang ke Rempang lantaran ada investor yang akan masuk.
"Tahun 2002 diberikan izin ke pengusaha untuk mengelola Pulau Rempang. Bagaimana bisa itu terjadi tanah ulayat orang Melayu?" tanya Taufan.
Taufan menilai Mahfud gagal paham apabila menganggap pengusaha lah yang berhak atas pulau tersebut.
Lebih lanjut, ia menilai pemerintah mestinya mengambil langkah dengan menghentikan upaya relokasi warga.
Ia menyarankan agar proyek Rempang dihentikan terlebih dahulu. Taufan menilai perkara ini mestinya diselesaikan secara musyawarah dengan warga untuk mencari solusi bersama.
"Kalau menurut saya, stop relokasi, tunda semua kegiatan. Presiden turunkan tim khusus untuk berdialog dengan warga. Cari solusi," imbuh Taufan.
Komnas HAM kumpulkan informasi
Sementara itu, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menerangkan hal-hal yang telah dilakukan pihaknya terkait kasus Rempang.
Atnike mengatakan Komnas HAM terus mengawal persoalan Pulau Rempang dan Pulau Galang untuk memastikan pemenuhan dan perlindungan hak asasi masyarakat di kawasan tersebut.
"Kami mengumpulkan informasi baik dari masyarakat, Pemprov Kepri, Pemkot Batam, Polda, BP Batam untuk mendapatkan gambaran utuh terkait persoalan ini. Komnas telah bersurat kepada Polda agar melakukan tindakan yang persuasif dalam penanganan situasi," kata Atnike mengutip CNNIndonesia.com.
Ia mengklaim Komnas HAM bakal terus memantau situasi terkait sengketa agraria maupun eskalasi kekerasan terkait kasus Pulau Rempang.
Selain itu, Komnas HAM juga mengimbau aparat pemerintah dan aparat penegak hukum untuk dapat mengedepankan prinsip HAM dalam penanganan dan menciptakan situasi kondusif bagi masyarakat.
Atnike juga meminta masyarakat turut menjaga ketentraman guna mencegah eskalasi konflik.
Komnas HAM, sebut dia, mengajak semua pihak untuk mengedepankan pendekatan dialogis dalam merespons persoalan ini. Selain itu, Atnike mengajak semua pihak, baik negara maupun sektor swasta untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam pelaksanaan PSN.
"Komnas HAM berharap pemerintah segera memberikan pemulihan bagi masyarakat, khususnya anak-anak yang mengalami trauma," tutur Atnike.
BP Batam sediakan lahan
Sementara itu, Kepala Badan BP Batam Muhammad Rudi berkomitmen menyediakan lahan untuk warga Pulau Rempang yang akan direlokasi untuk pengembangan Kawasan Rempang Eco City.
Komitmen disampaikan sebelum kerusuhan meletus antara warga korban penggusuran kawasan Rempangdengan aparat pecah pada Kamis (7/9) lalu.
"Relokasi ke tempat yang baru ini akan kami siapkan. Kami tidak akan pindahkan bapak dan ibu begitu saja," kata Rudi, Rabu (6/9), dikutip dari Antara.
Ia menjelaskan jika hunian baru tersebut belum selesai, maka masyarakat Rempang Galang akan mendapatkan hunian sementara serta biaya hidup sebesar Rp1.034.636 per orang dalam setiap kartu keluarga (KK) setiap bulan.
Bagi masyarakat yang memilih untuk tinggal di tempat saudara atau di luar dari hunian sementara yang disediakan, akan diberikan tambahan biaya sewa sebesar Rp1 juta per bulan.
Selain itu, Rudi menjelaskan hunian baru yang disiapkan itu berupa rumah tipe 45 senilai Rp120 juta dengan luas tanah maksimal 500 meter persegi.
Hunian itu berlokasi di Dapur 3 Si Jantung yang sangat menguntungkan untuk melaut dan menyandarkan kapal. Lokasi hunian baru tersebut akan diberi nama "Kampung Pengembangan Nelayan Maritime City" dan menjadi kampung percontohan di Indonesia sebagai kampung nelayan modern dan maju.
Selain itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengonfirmasi adanya upaya pembebasan lahan oleh BP Batam menyusul rencana pengembangan Rempang Eco City.
Dia menyebut berbagai upaya seperti musyawarah dengan warga setempat juga sudah dilaksanakan terhadap masyarakat. Listyo mengatakan BP Batam juga telah menyiapkan relokasi dan ganti rugi terhadap lahan yang akan dilakukan pembebasan.
Listyo menjelaskan hanya saja, ada beberapa masyarakat yang tetap berusaha untuk mempertahankan lahan tempat tinggalnya. Kondisi itu, nilai dia, yang memaksa kepolisian untuk bergerak dan melakukan penertiban.
"Namun demikian karena ada beberapa aksi yang kemudian hari ini dilakukan upaya-upaya penertiban," jelas Listyo di Jakarta Pusat, Kamis (7/9).
Listyo mengaku bakal tetap mengedepankan upaya komunikasi antara warga dan pihak BP Batam dalam menyelesaikan masalah ini.
"Tentunya upaya musyawarah, upaya sosialisasi penyelesaian dengan musyawarah mufakat menjadi prioritas sehingga kemudian masalah di Batam di Pulau Rempang itu bisa diselesaikan," kata Listyo.
Presiden Jokowi sendiri mengatakan pihaknya mengutus Menteri Investasi Bahlil Lahadalia untuk menjelaskan persoalan ganti rugi atas proyek tersebut. Bahlil, katanya, kemungkinan akan datang ke sana dalam pekan ini.
Jokowi mengatakan sudah ada kesepakatan warga terdampak akan diberi lahan relokasi masing-masing seluas 500 meter plus bangunan tipe 45.
Namun, Jokowi menduga ada komunikasi yang tak baik sehingga menimbulkan bentrok di antara warga dan aparat penegak hukum yang mengawal eksekusi lahan.
"Sebenarnya sudah ada kesepakatan bahwa warga akan diberi lahan 500 meter plus bangunan tipe 45, tetapi ini tidak dikomunikasikan dengan baik," kata Jokowi.(han)