Benarkah Luhut dan Firli Tak Paham Fungsi OTT Seperti Tudingan Eks Penyidik KPK?

"Sedangkan, fungsi lain OTT adalah deterrence effect sehingga setiap pejabat publik dibayang-bayangi potensi tertangkap ketika akan melakukan tidak pidana korupsi," ujarnya. Praswad meminta Luhut dan Firli belajar lagi konsep pencegahan korupsi. Sebab, pencegahan terbaik adalah penangkapan.

Jul 19, 2023 - 22:21
Benarkah Luhut dan Firli Tak Paham Fungsi OTT Seperti Tudingan Eks Penyidik KPK?

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Ketua KPK Firli Bahuri menyebutkan puluhan kali operasi tangkap tangan (OTT) tidak menghilangkan korupsi di Indonesia.

Sedangkan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan OTT seharusnya tidak ada. Keduanya dinilai tak memahami fungsi OTT.

"Pernyataan LBP dan Firli membuktikan mereka tidak memahami fungsi dari OTT. OTT memiliki dua fungsi strategis dalam proses penegakan hukum. Pertama, OTT berfungsi sebagai pintu masuk dalam penanganan kasus yang lebih rumit. Tidak terhitung jumlahnya kasus bernilai strategis yang pernah ditangani KPK dengan diawali OTT," kata Ketua IM57+ Institute M Praswad Nugraha kepada wartawan, Rabu (19/7/2023).

"Salah satunya, KPK pernah menangani OTT dengan nilai Rp 70 juta dan berkembang menjadi penyidikan korupsi terkait DAK dengan nilai Rp 10 triliun," lanjutnya.

Selain itu, Praswad mengungkapkan bahwa OTT juga berfungsi sebagai pengingat agar pejabat tahu potensi tertangkap ketika hendak korupsi.

"Sedangkan, fungsi lain OTT adalah deterrence effect sehingga setiap pejabat publik dibayang-bayangi potensi tertangkap ketika akan melakukan tidak pidana korupsi," ujarnya.

Praswad meminta Luhut dan Firli belajar lagi konsep pencegahan korupsi. Sebab, pencegahan terbaik adalah penangkapan.

"LBP dan Firli harus belajar lagi konsep pencegahan korupsi. Praktik pencegahan korupsi di seluruh dunia membuktikan bahwa pencegahan terbaik adalah penangkapan, 'the best prevention is enforcement'. Dan teori ini sudah diuji oleh seluruh lembaga penegak hukum di dunia, tidak hanya di KPK dan di Indonesia," ujarnya.

Dia juga menilai Luhut tak patut menilai proses penegakan hukum melalui OTT. Dia juga mempertanyakan maksud dari pernyataan Luhut.

"LBP selaku Menteri Kordinator tidak patut menilai proses penegakan hukum melalui OTT yang sudah dilakukan oleh lembaga penegak hukum dengan menggunakan istilah kampungan, lalu tunjukkan menurut Luhut yang tidak kampungan itu penegakan hukum yang seperti apa?" tuturnya.

Menurutnya, pernyataan Luhut merupakan salah satu penyebab melemahnya fungsi pencegahan korupsi di Indonesia.

"Melemahnya fungsi pencegahan korupsi di Indonesia mutlak dikarenakan adanya himbauan-himbauan dikurangi OTT ini, karena OTT adalah urat nadi strategi pencegahan korupsi," tegasnya.

Pernyataan Luhut dan Firli

Sebelumnya, Luhut berbicara mengenai OTT yang dilakukan oleh KPK. Luhut berpendapat bahwa makin sedikit OTT yang dilakukan, menandakan bahwa kinerja KPK makin baik.

"Kalau tidak ada OTT, malah lebih baik. Itu berarti upaya pencegahannya lebih efektif," kata Luhut di KPK, Jakarta Selatan, pada Selasa (18/7).

Hingga saat ini, KPK baru melakukan tiga kali OTT. Luhut menyambut baik sistem penegakan hukum yang sedang berlangsung di KPK.

Dia merasa heran bahwa penindakan korupsi di Indonesia masih dipamerkan dengan banyaknya kegiatan operasi tangkap tangan.

"Seharusnya kita tidak perlu terlalu sering melakukan OTT. Apa kita bangga melihat OTT-OTT seperti itu? OTT dengan jumlah Rp 50 juta, Rp 100 juta. Kita tidak pernah menghitung berapa jumlah uang yang mereka selamatkan dalam triliunan-triliunan," jelas Luhut.

Sementara itu, Ketua KPK Firli Bahuri bercerita soal puluhan kali operasi tangkap tangan (OTT) saat dia menjabat Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK. Dia mengatakan puluhan kali OTT tidak menghilangkan korupsi di Indonesia.

"OTT terbanyak tahun 2018 waktu itu saya Deputi Penindakan. 30 kali tangkap tangan (tahun) 2018. Apakah korupsi berhenti? Tidak," kata Firli.

Firli kemudian bertanya-tanya mengapa masih ada korupsi di saat KPK melakukan puluhan kali OTT. Dia menyebutkan pemberantasan korupsi tak bisa dilakukan cuma dengan menangkap pelaku.

"Saya bertanya ini, gagalnya di mana kita mengelola negara ini? Kok bisa masih ada korupsi? Sehingga pada kesimpulan saya, berarti kita memang harus melakukan pemberantasan korupsi secara holistik. Tidak bisa hanya satu-satu," ujar Firli.

Khawatir Skor IPK Indonesia Menurun

Mantan penyidik senior KPK, Novel Baswedan, turut menanggapi pernyataan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan yang menyebut operasi tangkap tangan (OTT) lebih baik tidak ada.

Novel khawatir pernyataan itu berdampak pada makin menurunnya skor indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia tahun depan.

"Itu sudah pasti (berdampak ke skor IPK). Sekarang bahkan korupsi di dalam KPK tidak ditindak dan dibersihkan, bagaimana diharapkan akan memberantas korupsi?," kata Novel saat dihubungi, Rabu (19/7/2023).

Novel mengaku khawatir pernyataan kontroversial dari Luhut itu dijadikan alasan di balik melemahnya penegakan hukum yang dilakukan di lingkup internal KPK. Dia menilai pernyataan yang kontra dari para pemegang kekuasaan terhadap kerja pemberantasan korupsi di Indonesia akan makin melemahkan kerja KPK.

"Saya khawatir pernyataan-pernyataan yang kontroversial itu hanya digunakan untuk legitimasi terhadap semua masalah di KPK hari ini, atau dijadikan alasan seolah membiarkan KPK tetap pada posisi bermasalah seperti sekarang ini tidak apa-apa," terang Novel.

Menurut Novel, kegiatan pemberantasan korupsi memang tidak bisa bertumpu pada satu kegiatan. Dia menilai penindakan, pencegahan, dan pendidikan harus berjalan beriringan dalam kerja pemberantasan korupsi di Indonesia.

Namun Novel menegaskan kegiatan OTT merupakan langkah penindakan paling efektif dalam memberantas korupsi. Kegiatan itu, menurut Novel, juga bisa menjadi alarm bagi pejabat untuk tidak melakukan korupsi.

"Justru OTT itu penindakan paling efektif. Bahkan bisa bernuansa pencegahan karena bila banyak OTT orang takut berbuat korupsi," katanya.(han)