Willy Aditya: 8 Fraksi DPR RI Dipastikan Tolak Pemilu 2024 Coblos Partai
"Hari ini, hampir bisa dipastikan 8 fraksi akan menolak ini. Ini gelombang besar, yang kemudian sebangun dan sesuai dengan aspirasi publik," kata Willy di program The Political Show CNN Indonesia TV, Senin (2/1) malam.
NUSADAILY.COM – JAKARTA – Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI, Willy Aditya menyebut hampir bisa dipastikan delapan dari sembilan fraksi di parlemen akan menolak usulan sistem pemilu legislatif proporsional tertutup coblos partai.
Willy tak mengungkap dasar sumber pernyataannya itu. Namun, menurut dia penolakan itu telah sesuai kehendak publik secara luas.
"Hari ini, hampir bisa dipastikan 8 fraksi akan menolak ini. Ini gelombang besar, yang kemudian sebangun dan sesuai dengan aspirasi publik," kata Willy di program The Political Show CNN Indonesia TV, Senin (2/1) malam.
Willy lebih jauh mengkritik pernyataan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari sebagai pihak yang kali melontarkan peluang sistem proporsional tertutup akan berlaku di Pemilu 2024.
Terpisah, Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menolak judicial review agar pemilihan legislatif dikembalikan ke sistem proporsional tertutup coblos partai.
Hidayat yang kerap disapa HNW mewanti-wanti MK agar konsisten pada putusannya yang telah mencabut sistem proporsional tertutup sejak 2009 silam. Dia menilai sistem proporsional tertutup tak sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat yang diatur UUD 1945.
"Maka sewajarnya permohonan judicial review untuk kembali ke sistem pemilu proporsional tertutup ini tidak dikabulkan oleh MK," ujar HNYW dalam keterangannya, Senin (2/1).
MK dalam putusannya kala itu memang tak menyebut tegas agar pileg dilakukan memakai sistem proporsional terbuka. Namun, menurut HNW, pertimbangan MK dalam amar putusan mengarah agar pileg menggunakan sistem proporsional terbuka.
Menurut dia, pertimbangan MK memiliki derajat hukum yang sama dengan amar putusan.
"Dengan sistem proporsional terbuka, rakyat secara bebas memilih dan menentukan calon anggota legislatif, yang mereka pilih untuk menjadi wakil mereka di Parlemen," katanya.
Namun begitu, HNW meminta agar wacana soal proporsional tertutup tetap bisa didiskusikan. Hal itu menurutnya sesuai Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 yang menyebut bahwa peserta pemilu merupakan partai politik.
HNW terutama berkaca pada sejumlah kasus, pada daerah pemilihan, pemilih kerap lebih sering mencoblos partai ketimbang calon legislatif. Sehingga, suara partai dalam satu dapil bisa lebih banyak dari caleg.
"Maka bila ini terjadi, sewajarnya bila dipertimbangkan parpol yang di suatu dapil mendapat suara pilihan rakyat lebih banyak dari suara para caleg, diberikan kewenangan untuk menentukan caleg terpilih dari para caleg di dapil terkait," katanya.
8 Fraksi Dipastikan Tolak Sistem Pileg Coblos Partai
Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI, Willy Aditya menyebut hampir bisa dipastikan delapan dari sembilan fraksi di parlemen akan menolak usulan sistem pemilu legislatif proporsional tertutup coblos partai.
Willy tak mengungkap dasar sumber pernyataannya itu. Namun, menurut dia penolakan itu telah sesuai kehendak publik secara luas.
"Hari ini, hampir bisa dipastikan 8 fraksi akan menolak ini. Ini gelombang besar, yang kemudian sebangun dan sesuai dengan aspirasi publik," kata Willy di program The Political Show CNN Indonesia TV, Senin (2/1) malam.
Willy lebih jauh mengkritik pernyataan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari sebagai pihak yang kali melontarkan peluang sistem proporsional tertutup akan berlaku di Pemilu 2024.
Ketua DPP Partai NasDem itu menilai Hasyim tak pantas melontarkan pernyataan tersebut sebab wacana proporsional tertutup bukan kewenangannya.
Menurut dia, selama belum ada putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK), Hasyim mestinya taat dan patuh pada perintah UU bahwa pelaksanaan Pemilu 2024 dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.
"Kalau seseorang sudah disumpah, menjadi pejabat publik, penjabat lembaga tertentu, maka kemudian jalankan itu berdasarkan apa yang menjadi domain dia," katanya.
"Tidak kemudian menari-nari, lenggak lenggok untuk dia menjadi pengamat kah, atas nama dasar akademik. Itu berbeda," tambah Willy.
Wacana proporsional tertutup dalam Pemilu disampaikan Hasyim dalam acara laporan akhir tahun KPU pada Kamis (29/12) lalu. Menurut dia, sistem proporsional tertutup berpeluang bakal kembali diberlakukan lewat putusan MK dalam gugatan yang sedang berjalan saat ini.
"Ada kemungkinan, saya belum berani berspekulasi, ada kemungkinan kembali ke sistem proporsional daftar calon tertutup," katanya.
Sistem proporsional tertutup memungkinkan pemilih dalam pemilihan legislatif hanya memilih partai, dan bukan calon. Proporsional berkebalikan dengan sistem proporsional terbuka yang berlaku saat ini. Jika sistem itu diberlakukan, surat suara hanya akan berisi nama, nomor urut, dan logo partai.
Sementara, partai politik pemenang dan mendapat jatah kursi, berhak menentukan kadernya yang akan duduk di kursi parlemen.(sir)