Wacana Penerapan ERP di Jakarta Tuai Protes dari Warga Ibu Kota

Seorang warga yang bekerja sebagai pengemudi ojek online Bambang (34) mengatakan telah lama mengetahui wacana sejak Anis Baswedan masih menjadi Gubernur DKI.

Jan 27, 2023 - 18:04
Wacana Penerapan ERP di Jakarta Tuai Protes dari Warga Ibu Kota
Ilustrasi Penerapan RRP di Jakarta

NUSADAILY.COM – JAKARTA – Perencanaan jalur berbayar elektronik (electronic road pricing/ERP) di sejumlah ruas Ibu Kota menuai berbagai keluhan dari warga. Nantinya sepeda motor juga akan dikenai tarif ERP saat melintas di sejumlah ruas jalan.

"Sekarang juga penambahan kendaraan motor di Jakarta dan Jabodetabek khususnya cukup masif. Oleh sebab itu, pengendalian lalu lintas selanjutnya adalah secara elektronik dan prinsip penggunaan secara elektronik itu berdasarkan conjunction pricing," kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo di DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (16/1).

BACA JUGA : Penerapan Jalan Berbayar, Pemprov DKI Sudah Dapat Restu...

Rencananya, ERP Jakarta ini akan berlaku setiap hari mulai pukul 05.00 sampai pukul 22.00 WIB. Untuk ruasnya, sejauh ini baru ada 25 yang masuk draf dengan rincian sebagai berikut:

• Jalan Pintu Besar Selatan
• Jalan Gajah Mada
• Jalan Hayam Wuruk
• Jalan Majapahit
• Jalan Medan Merdeka Barat
• Jalan Moh. Husni Thamrin
• Jalan Jend. Sudirman
• Jalan Sisingamangaraja
• Jalan Panglima Polim
• Jalan Fatmawati (Simpang Jalan Ketimun 1 - Simpang Jalan TB Simatupang)
• Jalan Suryopranoto
• Jalan Balikpapan
• Jalan Kyai Caringin
• Jalan Tomang Raya
• Jalan Jenderal S. Parman (Simpang Jalan Tomang Raya - Simpang Jalan Gatot Subroto)
• Jalan Gatot Subroto
• Jalan MT Haryono
• Jalan DI Panjaitan
• Jalan Jenderal A. Yani (Simpang Jalan Bekasi Timur Raya - Simpang Jalan Perintis Kemerdekaan)
• Jalan Pramuka
• Jalan Salemba Raya
• Jalan Kramat Raya
• Jalan Pasar Senen
• Jalan Gunung Sahari
• Jalan HR Rasuna Said

Keluhan Warga

Seorang warga yang bekerja sebagai pengemudi ojek online Bambang (34) mengatakan telah lama mengetahui wacana sejak Anis Baswedan masih menjadi Gubernur DKI. Dia tak setuju dengan wacana tersebut.

"Udah dari lama itu, sebelum ganti Gubernur juga sudah ada," kata Bambang saat ditemui di kawasan Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (26/1/2023)

Bambang menyatakan tak setuju dengan rencana tersebut. Menurutnya, yang kerap menimbulkan macet di jalanan karena banyaknya mobil.

BACA JUGA : Venna Melinda Buka-bukaan Terkait Kasus KDRT yang Dilakukan Ferry

"Kalau buat motor kayaknya nggak setuju sih, soalnya kayaknya berat. Di jalan kan mobil yang bikin macet bukan motor, banyakan jalur motor dimasukin mobil, jadi motor nggak ada jalan," kata Bambang, dilansir dari detik.com

Selain itu, lanjutnya, wacana tersebut juga akan sangat berdampak bagi para pengemudi dan pengguna ojek online. Sebab, mobilitas ojek online di jalan sangat tinggi.

"Misalkan lewat jalan yang kena ERP pasti rugi, dalam artian rugi misalkan orderan aja sepi, dapet gitu, potongan udah banyak, terimbas banget," ungkapnya.

Ditolak Warga

Sementara itu, pengguna jalan lainnya, Teddy (41), juga tak setuju dengan rencana sepeda motor jadi sasaran ERP. Sebab, lanjutnya, mobilitasnya sehari-hari melalui jalan yang akan diterapkan ERP.

"Anak mau sekolah di daerah Gajah Mada, gimana kita? Anak kita mau sekolah, masa tiap hari mau nganter mesti bayar. Mesti lewat jalur itu mau nggak mau, soalnya mau lewat mana lagi," tutur Teddy saat ditemui di kawasan Jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat.

Teddy juga mengatakan telah mengetahui wacana pemerintah itu. Menurutnya, wacana itu akan memberatkan pengguna motor.

"Keberatan sih sebenarnya. Sebagai rakyat yang belakangan yang susah sudah berat masa disuruh berbayar. Keberatan lah intinya," ungkapnya.

Pengemudi motor lainnya, Juanda (70), mengaku baru mendengar terkait wacana tersebut. Kendati begitu, Juanda juga tidak setuju dengan rencana itu.

"Itu sih nggak setuju, soalnya kita rakyat kecil. Kalau katanya bayar, buat apa kita bayar pajak. Motor kan bayar pajak, kalau kita di sini bayar, ya kita nggak usah bayar pajak," ujar Juanda saat ditemui di kawasan Jalan Medan Merdeka Barat, Jakpus.

Menurutnya, jika pemerintah memang memikirkan rakyat, rencana tersebut semestinya tidak akan diterapkan.

Selain itu, penolakan juga disampaikan oleh pengendara ojol bernama Ridwan (27). Menur

Ridwan, jalan berbayar akan memberatkan pengendara ojol karena penghasilan mereka yang tidak seberapa.

"Saat ini keberatan ya, soalnya kita juga pengemudi ojol penghasilan juga nggak seberapa terus situasi sekarang mau dapat orderan susah, apalagi kalau ada yang berbayar gini itu nambah beban juga," kata Denis saat ditemui di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (26/1/2023)

Apalagi, kata Ridwan, pengemudi ojol tidak bisa memprediksi lokasi orderan yang masuk. Terlebih, mobilitas ojol sepenuhnya berada di jalanan.

"Kita ojol di Jakarta keliling, nggak bisa menentukan (lokasi orderan). Kalau sebagai pengemudi ojol yang kesehariannya di jalan kita kurang setuju," ungkapnya.

Hal senada disampaikan Denis (23). Denis tak setuju dengan wacana itu lantaran menurutnya akan merugikan pengemudi dan penumpang ojol.

"Kalau misalnya sekali jalan kita harus bayar sedangkan ongkos ojol aja udah ngepas banget. Ditambah lagi ada ERP itu juga nggak cuma ngerugiin kita doang, ngerugiin customer juga nanti ke depannya," kata Denis.

Denis pun berharap sistem ERP tidak diterapkan kepada pengendara ojol. Sebab, kata dia, ojek online juga merupakan kendaraan umum meski tidak berpelat kuning.

"Harapannya ERP-nya ini nggak diterapin ke ojol ya. Ini kan termasuk kendaraan umum juga, walaupun platnya bukan pelat kuning gitu. Kita juga sama-sama bayar pajak, dari ojolnya juga," kata dia.

"Ke depannya semoga bisa dipertimbangkan lagi," tambahnya.

Menurut Denis, sistem jalan berbayar juga tidak efektif mengurai kemacetan. Sebab, menurut dia, pengendara akan memilih jalan alternatif untuk menghindari ruas jalan berbayar.

"Sebenarnya ERP juga pada dasarnya cuma mindahin kemacetan ke gang-gang, ke jalan alternatif. Kurang efektif juga kalau dilihat sih. Ngurangin kemacetannya mungkin, ngurangin mobil ia, tapi kalau motor sih mungkin berkurangnya di daerah itu aja. Tapi di jalur alternatif yang bakal macet," tutur Denis. (ros)