Undang-undang AS Semakin Galak Terhadap Aplikasi Tik Tok

Amerika Serikat (AS) semakin galak ke TikTok usai DPR mereka mengajukan Undang-undang yang memungkinkan Presiden Joe Biden memblok media sosial asal China tersebut.

Mar 4, 2023 - 10:00
Undang-undang AS Semakin Galak Terhadap Aplikasi Tik Tok
DPR AS mengusulkan undang-undang yang memungkinkan AS memblokir TikTok di negara mereka. (AFP/MARIO TAMA)

NUSADAILY.COM - JAKARTA - Amerika Serikat (AS) semakin galak ke TikTok usai DPR mereka mengajukan Undang-undang yang memungkinkan Presiden Joe Biden memblok media sosial asal China tersebut.

Undang-undang tersebut bernama Deterring America's Technological Adversaries Act (Data Act), yang diumumkan ke para anggota legislatif AS pada Jumat (24/2) waktu setempat. Sebelumnya Undang-undang itu telah diusulkan oleh Kepala Komite Urusan Luar Negeri (Foreign Affairs Commitee), Michael McCaul. 

Teks dalam undang-undang DATA spesifik menyebut TikTok dan perusahaan induknya, ByteDance. Undang-undang itu juga memungkinkan Joe Biden mengenakan penalti hingga pemblokiran kepada kedua entitas tersebut.

Pemblokiran bakal dijatuhkan jika pemerintah AS menemukan bukti transfer data pengguna TikTok ke "orang asing mana pun" yang bekerja di bawah pengaruh Pemerintah China. 

Sanksi juga akan dijatuhkan jika pemerintah AS menemukan ByteDance atau TikTok membatu Pemerintah China dalam usaha memata-matai, meretas, atau mengumpulkan data intelijen yang digunakan untuk mencampuri urusan pemilu di Amerika Serikat atau di sekutunya; atau membantu pemerintah China memengaruhi pembuatan kebijakan AS.

Undang-undang DATA mengubah amandemen Berman (Berman Amendment) terhadap International Emergency Economic Powers Act (IEEPA), yang telah ada sejak 35 tahun lalu. Di dalam undang-undang tersebut, Pemerintah AS dilarang membatasi arus bebas "material informasi" seperti film, foto, berita, dan media elektronik dari dan ke negara asing. 

Undang-undang IEEPA ini lah yang sebelumnya digunakan TikTok dan para ahli hukum untuk melawan upaya pelarangan media sosial tersebut. Mereka menilai, DATA Act telah melanggar proteksi yang ada pada Berman Amendment untuk informasi elektronik. 

Akan tetapi, para anggota dewan merinci bahwa "data personal yang sensitif" tidak masuk ke dalam proteksi di Berman Amendments. Alhasil, Pemerintah AS dapat mengenakan pelarangan terhadap arus data internasional di bawah IEEPA.

Sikap para anggota dewan AS itu dianggap mencerminkan kekhawatiran para pemangku kebijakan di AS terhadap sepak terjang TikTok. Mereka khawatir TikTok dan ByteDance ada dalam tekanan Pemerintah China untuk menyerahkan informasi pribadi pengguna mereka di AS.

Proses pengajuan DATA Act diwarnai sejumlah pertentangan dari anggota dewan yang berasal dari Partai Demokrat. Gregory Meeks selaku perwakilan dari New York mengatakan, DATA Act justru bisa menjadi bumerang bagi AS.

"Undang-undang ini akan merusak hubungan kita di dunia dan membawa lebih banyak negara untuk merapat ke China sekaligus menghancurkan lapangan kerja di sini. Undang-undang ini juga merusak nilai inti dari Amerika yang menghargai kebebasan berbicara dan berusaha," kata Meeks. 

Dikutip dari The Verge, perlawanan terhadap Data Act juga datang dari American Civil Liberties Union. Dalam suratnya kepada McCaul, mereka menilai DATA Act mengancam First Amendment.

"Kongres tidak boleh mensensor platform mana pun dan melarang orang Amerika memiliki hak konstitusional mereka untuk bebas berekspresi dan berbicara. Kami berhak menggunakan TikTok dan platform lainnya untuk mengobrol soal berita, menyiarkan demonstrasi atau bahkan menonton video kucing," katanya. 

(roi)