Titik Nol Kilometer Semarang Diperbarui, Terlihat Semakin Megah Bukan?

Sebenarnya titik penanda nol kilometer sebelumnya sudah ada berupa tugu kecil. Kemudian sejak tahun 2022 lalu mulai dibangun penanda baru serta taman yang berada di sekitarnya sehingga terlihat indah.

May 8, 2023 - 02:00
Titik Nol Kilometer Semarang Diperbarui, Terlihat Semakin Megah Bukan?
Foto: Titik Nol Kilometer Semarang

NUSADAILY.COM – SEMARANG - Titik nol kilometer Semarang diperbarui. Kini landmark Kota Atlas itu begitu megah.

Sebenarnya titik penanda nol kilometer sebelumnya sudah ada berupa tugu kecil. Kemudian sejak tahun 2022 lalu mulai dibangun penanda baru serta taman yang berada di sekitarnya sehingga terlihat indah.

Penanda baru itu berupa monumen berbentuk lingkaran besar dan ada keterangan di bawahnya, Nol Kilometer Semarang. Malam kemarin monumen itu diresmikan oleh Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu atau Ita. Hal itu sekaligus menyemarakkan rangkaian HUT Kota Semarang ke-476.

BACA JUGA : 8 Kendaraan Alami Kecelakaan Beruntun di Tol Semarang-Solo,...

"Ini seharusnya diresmikan sebelum puasa, tapi karena beberapa hal yang harus diselesaikan maka diresmikan malam ini. Diharapkan ini bisa menjadi tambahan destinasi wisata baru," kata Ita di Jalan Pemuda Nol Kilometer Semarang, Jumat (5/5/2023) malam.

Titik nol kilometer dikelilingi oleh kawasan yang merupakan cikal bakal berkembangnya Kota Semarang yaitu kawasan Kauman, Kampung Malayu, Pecinan, dan Kota Lama yang punya sebutan little Netherland. Hal itu juga yang dulu membuat titik nol kilometer Kota Semarang ditetapkan di sana.

Ita menjelaskan, dari sumber literasi yang ia pelajari, di sekitar sana terdapat perkampungan Kauman atau kaum cendikiawan yang agamis dan juga ada pesantren. Lalu datang suku hingga bangsa lain karena memang tidak jauh dari pelabuhan.

"Ini saya mengutip, ya. Ada namanya pelabuhan. Sekitar pelabuhan ada perdagangan dan kegiatan. Akhirnya banyak bangsa lain, orang Gujarat datang ke kampung Melayu," jelasnya, dilansir dari detik.com

Berkembangnya perdagangan juga membuat bangsa Cina datang. Berbagai etnis itu kemudian hidup berdampingan, ditandai dengan adanya Masjid Menara Layur dan juga Klenteng Kam Hok Bio atau Kelenteng Dewa Bumi. (ros)