Terbongkar, Modus dan Hasil Mafia BBM yang Libatkan Sejumlah SDM PT Bahana Line

Modus penggelapan bahan bakar minyak (BBM) jatah PO Meratus Line terbongkar. Uang hasil penjualan BBM haram itu juga terkuak. Miliaran rupiah. Dibagi-bagi.

Feb 18, 2023 - 14:51
Terbongkar, Modus dan Hasil Mafia BBM yang Libatkan Sejumlah SDM PT Bahana Line

NUSADAILY.COM - SURABAYA - Modus penggelapan bahan bakar minyak (BBM) jatah PO Meratus Line terbongkar. Uang hasil penjualan BBM haram itu juga terkuak. Miliaran rupiah. Dibagi-bagi.

Lalu siapa saja orang dalam PT Bahana Line yang terlibat ? Dengan transparan dibeber di ruang persidangan Pengadilan Negeri kelas I A Kota Surabaya, Jumat (17/2/2023).

Adalah Edi Setyawan. Di kali keduanya dia menguak tabir modus mafia BBM yang berusaha ditutupi sejumlah saksi ini. 

Sebelumnya, Fredyy Soenjoyo, Owner Bahana Group, tidak masalah jika oknum Bahana Line yang terlibat disoal. 

Berkat keberanian Edi Setyawan, terdakwa. Dari karyawan outsourcing PT Mirsan Mandiri yang untuk PT Meratus Line inilah kasus ini mencuat dan dilaporkan ke Polisi. Tentu saja melalui audit internal Meratus Line.

Dalam keterangannya, Edi Setyawan saat diperiksa jadi terdakwa mafia penggelapan bahan bakar minyak (BBM) dia menyebut  Direksi PT Bahana Line dipastikan tahu dan terlibat.

Sebelumnya, ada aliran uang pencucian uang ke rekening Hendro Suseno Dirut Bahana Line dan Sutino Tuhuteru, Direktur Keuangan.

Di sesi keterangan lanjutan,  kata Edi Setyawan, di dalam internal Bahana Line (direksi), ada yang bertugas menentukan harga jual, dan mengumpulkan uang dari hasil penjualan dalam periode tertentu.

Sekali isi kapal disisihkan 20.000 liter semisal harga per liternya Rp2.700 maka hasilnya adalah Rp54.000.000.  Padahal, dalam sepekan saja mengisi kapal Meratus 3-4 kali atau unit kapal.

Jumlah 20 Kilo Liter itu jumlah terkecil. Kadang stok di tanki Meratus ada 40 KL, disebutkan 10 KL maka mereka ada selisih 30 KL.

Jumlah dan hasil itu dikalikan selama 7 tahun,  setiap hari. Bahkan dalam dakwaan JPU terungkap ada satu tahun bisa mengumpulkan 600.000 liter. Jika dikali Rp2.700 maka hasilnya setahun Rp1.620.000.000.

Uang itu dibagi, untuk internal Bahana Line Rp1.900, untuk uang makan Rp200 per liter, uang untuk tim Meratus Rp500 per liter. Rp100 untuk kebutuhan bensin.

Edi Setyawan, merupakan karyawan yang juga berperan penting dalam praktik penggelapan ini.

Dia membagi dengan kru Meratus Line. Mulai dari KKM, masinis II, dan bagian bunker officer.  Edi Setyawan bahkan dimanjakan oleh Dody dan David, manager operasional Bahana Line. Terbukti mereka memberi Edi tanah plus sertifikat, dan uang tunai Rp500 juta dalam satu kesempatan.

Hasil yang diraih Edi sudah miliaran. Bahkan  kru Meratus yang terlibat dan Bahana Line bisa menyewa pengacara dalam kasus ini.

Edi yang semula hanya bisnis jual beli motor Vespa ini, mengatakan bahwa dia selama mendapat uang hasil BBM haram itu dipakai foya-foya dengan rekannya.

Tidak hanya itu, dia dikenal royal atau dermawan kepada Masjid. Ada 10 Masjid dia bantu untuk pembangunannya. Bahkan koleksi mobilnya ada Fortuner, Grand Max , dan sejumlah motor.

Manager operasional di kapal Bahana Line,  yang selalu berhubungan terkait uang adalah  Dody Teguh Perkasa dan David Elis Sinaga.

Keduanya, memberikan uang tunai hasil penjualan penggelapan BBM kepada terdakwa Edi Setyawan yang berasal dari Direksi PT  Bahana Line, Sutino Tuhuteru dan Hendro Suseno.

Di sidang sebelumnya, pengambilan uang itu kadang di teras Kantor OT Bahana Line, kadang di dalam kantor saat kantor off malam hari.

Menurut,  Edi Setyawan, Jumat (17/2/2023), secara rinci selisih BBM dimainkan kali pertama oleh KKM dan Masinis II Kapal Meratus. Gaji mereka yang besar itu masih kurang dan bersekongkol untuk mengembat BBM. 

Modusnya jelas. PO Meratus direkayasa dan dikurangi. Saat mendekati batas yang diinginkan, suplai aliran oleh pengawas OOB  dan Operasional PT Bahana Line selang dibelokkan balik ke tanki kapal tanker Bahana Line.

Dari sinilah BBM bisa dilego kembali oleh Bahana Line hasilnya dibagi-bagi. Edi Setyawan mengaku hasilnya untuk foya-foya dan membantu Masjid.

Dalam sidang sebelumnya, direksi LT Bahana Line baik Sutino, Ratno dan Hendro Suseno mengaku tidak tahu menahu soal teknis di lapangan.

Saat dikroscek dengan keterangan Edi Setyawan, bertolak belakang. Justru mereka tahu praktik itu. 

Kata Edi mulai dari kru kapal, operasional kapal, atau karyawan di kantor, serta jajaran direksi PT Bahana Line tahu praktik kotor itu.

Ada yang bertindak menentukan harga jual kembali solar B-30 atau BBM HSD dari kapal tanker Bahana.

Di sini tugas Edi selesai suplai,  menagih jatahnya untuk kru kapal PT Meratus. Sedangkan  Dody Teguh Perkasa dan David Elis Sinaga, karyawan Bahana Line, menagih ke direksi.

Dalam keterangannya,  Edi, konsisten dan  berani menyebut keterlibatan direksi Bahana Line.

Edi mengungkap itu, usai menjawab cecaran pertanyaan dari jaksa Estik Dilla Rahmawati, Edi membeber.

Dia menyebut ada peran dua petinggi PT Bahana Line, Hendro Suseno dan Sutino Tuhuteru, dalam praktik penggelapan BBM yang diduga telah berlangsung selama 7 tahun itu. 

Hendro Suseno kata Edi sebagai orang yang berperan dalam penentuan harga pembelian atas bahan bakar minyak (BBM) hasil penggelapan, yakni di kisaran Rp2.750 per liter untuk BBM jenis solar B-30 (HSD). 

“Waktu itu saya kan telepon saudara Halik itu,  dan dia bilang, ‘bentar saya tanya ke Pak Hendro,” ujar Edi merujuk nama supervisor PT Bahana Line Muhamad Halik serta Direktur Utama PT Bahana Line Hendro Suseno. 

Edi adalah pegawai outsourcing PT Mirsan Mandiri yang bekerja untuk PT Meratus Line yang bertugas sebagai sopir pembawa alat ukur pengisian BBM kapal, mass flow meter (MFM).

Dalam praktik penggelapan ini, Edi berperan sebagai penghubung antara sejumlah karyawan PT Meratus Line dan PT Bahana Line. 

Kata Edi, di  2017 atau 2018 ketika pihak PT Bahana Line membeli dengan harga rendah BBM jenis HSD (high speed diesel) atau biasa disebut Solar B-30 hasil penggelapan maka dia terlebih dahulu menelepon Halik untuk meminta kenaikan harga. 

Di bagian lain, Edi menyebut nama Manajer Keuangan yang juga duduk sebagai Komisaris PT Bahana Line Sutino Tuhuteru.

JPU Estik lantas menanyakan dari mana asal uang pembayaran atas BBM hasil penggelapan yang biasa diberikan secara tunai oleh staf operasional Dody Teguh Perkasa dan David Elis Sinaga. 

Semula Edi menjawab tidak tahu dan tidak pernah menanyakan asal uang yang diberikan oleh Dody atau David sebagai pembayaran BBM hasil penggelapan. 

Kemudian  jaksa Estik mengingatkan keterangan Edi yang sudah diberikan di dalam berita acara pemeriksaan (BAP). 

“Saat saya menagih ke Dody dan David, jika uang belum ada, mereka bilang gini,  bagian keuangan, yakni Sutino Tuhuteru atau Ratno Tuhuteru belum melakukan pengambilan uang di bank,” ujar Estik membacakan isi BAP berisi keterangan Edi.

Ratno Tuhuteru, adalah Direktur Operasional PT Bahana Line, sekaligus komisaris PT Bahana Line. Sutino Tuhuteru,  adalah adik dari Ratno yang menjabat Direktur Keuangan. 

Dari isi BAP yang sudah ditandatangani, Edi membenarkan meskipun belum pernah bertemu langsung dengan Sutino Tuhuteru terkait pembelian BBM hasil penggelapan. 

“Itu ‘by phone’ saja. Saya tidak pernah bertemu dia, (Sutino Tuhuteru,red),” ujar Edi. 

Pada sidang sebelumnya, Kamis (16/2/2023), jaksa Estik mengonfrontir kepada terdakwa Muhamad Halik dengan kesaksian Edi yang mengaku pernah menelepon Hendro Suseno untuk meminta kenaikan harga. 

“Telepon pertama tidak diangkat. Telepon kedua, sebelum saudara Edi bertanya langsung bilang ‘tanyakan kepada Muhamad Halik’,” ujar Estik. 

Dari keterangan Edi inilah, Halik mengaku tidak tahu kenapa Hendro Suseno meminta Edi menanyakan kepadanya. 

Isu mafia penggelapan BBM kapal yang menyasar pasokan BBM dari PT Bahana Line untuk kapal-kapal PT Meratus Line muncul setelah PT Meratus Line melaporkan ke Polda Jatim pada Februari 2022 tentang dugaan penggelapan BBM jenis MFO minyak hitam dan HSD atau solar B-30.

Pada Maret 2022, kasus ditingkatkan ke tahap penyidikan dengan 17 orang ditetapkan sebagai tersangka. 

Praktik penggelapan BBM ini diduga telah berlangsung selama 7 tahun sejak 2015 hingga Januari 2022. Kerugian yang ditanggung PT Meratus Line diperkirakan mencapai Rp 501 miliar lebih. 

Berdasarkan keterangan para saksi dan terdakwa, penggelapan dilakukan dengan cara tidak mengisikan seluruh pesanan BBM ke tangki kapal PT Meratus Line. 

Misalnya, dari pesanan 100 kilo liter hanya 80 kilo liter yang diisikan ke tangki kapal PT Meratus Line sedangkan 20 kilo liter diputar kembali ke tangki tongkang atau tanker milik PT Bahana Line selaku pemasok BBM. 

Sejauh ini, para tersangka yang kini duduk di kursi terdakwa merupakan para pelaku lapangan. Padahal, dengan jumlah BBM yang digelapkan mencapai jutaan liter, mustahil para terdakwa dapat menjalankan operasinya tanpa dukungan dari pihak yang memiliki sumber daya finansial serta infrastruktur memadai untuk mengangkut dan menjual kembali BBM hasil penggelapan. 

Terlebih, selama ini pasokan BBM oleh PT Bahana Line untuk PT Meratus Line tidak hanya BBM jenis HSD namun juga jenis MFO (marine fuel oil) atau minyak hitam yang juga menjadi sasaran penggelapan. MFO tidak mungkin dijual ke nelayan karena mesin kapal harus memiliki boiler untuk dapat mengonsumsi MFO. 

Pada September 2022 lalu, Direskrimum Polda Jatim Kombes Pol Totok Suharyanto telah menandatangani surat perintah penyidikan (Sprindik) baru yang merupakan pengembangan dari perkara yang menyeret 17 orang tersebut. 

Sprindik baru itu diduga merupakan upaya pihak kepolisian mengungkap tuntas mafia BBM laut ini dengan menjerat aktor atau pun penadah yang ada di belakang para pelaku lapangan tersebut.(ima)