Tanah Merah, Plumpang, Jakarta Utara, Riwayatmu Dulu dan Nasibmu Kini

Tak butuh waktu lama, duar! Duar!, dua kali ledakan terdengar. Api mulai menyambar ke pemukiman padat di lokasi yang dikenal warga dengan sebutan "tanah merah". Langit malam menyala-nyala karena kobaran api yang terus melahap perumahan padat penduduk.

Mar 5, 2023 - 18:06
Tanah Merah, Plumpang, Jakarta Utara, Riwayatmu Dulu dan Nasibmu Kini

NUSADAILY.COM – JAKARTA – Wilayah Tanah Merah, Plumpang, Jakarta Utara, Jumat (3/3) malam. Gerimis masih mendera, sisa hujan deras yang baru saja reda. Tak ada yang tahu musababnya, tetiba bau menyengat menyeruak, sehingga warga yang tinggal dekat depo Pertamina berhamburan keluar dari rumah masing-masing.

Pada 2009 lalu, tangki bensin di depo Pertamina Plumpang terbakar karena gesekan antara slot ukur dan alat pengambil sampel bahan bakar minyak (BBM). Memori kelam masa lalu itu yang hingga kini masih melekat.

Tak butuh waktu lama, duar! Duar!, dua kali ledakan terdengar. Api mulai menyambar ke pemukiman padat di lokasi yang dikenal warga dengan sebutan "tanah merah".

Langit malam menyala-nyala karena kobaran api yang terus melahap perumahan padat penduduk.

Warga berdesakan mencari perlindungan di gang sempit. Sebagian berteriak, sebagian menangis. Tak sedikit warga terjatuh saat menuju ke tempat aman.

Sebanyak 52 unit mobil pemadam kebakaran dikerahkan, tetapi akses sempit menyulitkan pemadaman api. Aksi pemadam kebakaran berhasil menaklukkan si jago merah pada Sabtu (4/3) sekitar pukul 02.19 WIB. Namun, sejumlah rumah warga keburu hangus. 

"Chaos. Mereka bercermin dari tahun 2009, panik. Waktu itu mesin pompa bisa masuk, ini agak kesulitan. Mobil damkar harus gantian keluar-masuk," kata Bendahara RW 2 Rawa Badak Selatan Mulyadi, mengutip CNNIndonesia.com Sabtu (4/3).

Mulyadi berkata perumahan padat penduduk yang mepet dengan depo mempermudah sambaran api. Dia memperkirakan ada ratusan kepala keluarga yang tinggal mepet dengan depo.

Pria yang tinggal di Rawa Badak Selatan sejak 1982 itu bercerita awalnya tanah merah tak berpenghuni. Tak ada satu pun rumah yang berdiri. Tanah itu dijaga tentara dan polisi karena aset negara.

Pada awal reformasi, warga luar daerah mulai berdatangan. Mereka mulai mematok tanah setelah aparat tak lagi ketat menjaga. Sedikit demi sedikit rumah pun dibangun.

Warga-warga tinggal di atas tanah merah dekat depo Pertamina secara ilegal pada awal 2000-an. Mereka baru dapat legitimasi dari negara usai Joko Widodo menjadi gubernur.

"Status kewarganegaraan doang, KTP. Jokowi pas gubernur memberikan. Dulu mereka disebut warga liar, warga gelap, warga tanah merah," ujarnya.

Setelah kebijakan itu, pengakuan negara terus berkembang. Pemerintah setempat membentuk rukun warga khusus warga tanah merah. Sekarang, mereka tercatat sebagai warga RW 9 dan RW 8 Rawa Badak Selatan.

Tak berhenti di situ, warga tanah merah mendapat izin mendirikan bangunan (IMB) di era Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Sebagian warga tak punya sertifikat tanah, tetapi boleh mendirikan bangunan.

"Pak Anies juga resmiin surat bangunan, IMB. Kan ngukur bangunan semua. Jadi, sama kontrak Anies ini semua dirapikan," kata warga RW 9 Rawa Badak Selatan Deden Mustafa, Sabtu (4/3).

Deden berkata warga yang mendapat IMB boleh mendirikan bangunan asal bayar iuran. Dia, misalnya, membayar Rp200 ribu setahun untuk bangunan 6 meter x 16 meter.

Meski demikian, ia mengaku tak tahu bagaimana nasib perumahan warga tanah merah usai Anies lengser. Dia mengaku masih menunggu kejelasan dari pemerintah daerah.

Bertahan di zona bahaya
Deden telah mengalami tiga kebakaran dahsyat sejak tinggal di tanah merah pada 1996. Kebakaran pertama berasal dari rumah warga yang terbakar.

Lalu ada kebakaran pada 2009 yang disebabkan tangki Pertamina. Ketiga, kebakaran kemarin malam.

Meski tahu tanah merah berbahaya, Deden memilih bertahan bersama keluarga. Dia berkata sudah punya kerjaan di tempat itu. Selain itu, ada legitimasi dari pemerintah melalui IMB.

"Takut sih takut, namanya kita sudah bertahan. Pak Anies juga resmiin surat bangunan," ujarnya.

Deden melanjutkan, "Kan tiga tahun, jabatan Anies sudah, gimana nanti."

Sementara itu, Mulyadi juga menyatakan niat untuk bertahan tinggal di dekat depo Pertamina Plumpang. Ia mengatakan tanah di RW 2 sudah resmi karena bersertifikat. Selain itu, ia mengaku sulit mencari rumah di Jakarta.

Mulyadi menilai zona bahaya sebenarnya ada di RW 9, RW 8, dan RW 1. Terlebih lagi, perumahan di lokasi itu banyak yang tak punya sertifikat.

Warga asli Rawa Badak Selatan pernah mengusulkan ke lurah untuk relokasi warga tanah merah karena bahaya. Namun, pemerintah daerah justru memfasilitasi terus-menerus.

"Udah diomongin ke lurah, tetapi kenapa difasilitasi? Kan difasilitasi. Percuma dong kita ngomong," ujarnya.

Menteri BUMN Erick Thohir telah berbicara mengenai kemungkinan relokasi rumah warga dekat depo Pertamina Plumpang.

"Inilah yang kita mau zoning ulang, tata ulang supaya ada batas, tidak hanya Pertamina, tetapi juga PLN, termasuk pupuk, supaya ada batas kemanan untuk bisa masyarakat tinggal," kata Erick di Koja, Jakarta Utara, Sabtu (4/3).

Hal yang sama juga disampaikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Sigit berkata seharusnya ada jarak antara objek vital depo Pertamina Plumpang dengan rumah warga.

"Tadi saya lihat juga pemukiman masyarakat juga sangat dekat, tentunya idealnya ada jarak," ucap Sigit di posko pengungsian korban kebakaran depo Pertamina Plumpang di Jakarta Utara, Sabtu (4/3).

Pj. Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengatakan belum memikirkan opsi relokasi warga dekat depo Pertamina Plumpang. Dia menyerahkan hal itu ke Pertamina.

"Belum terpikir hal itu. Kewenangan Pertamina," ujar Heru, Sabtu (4/3).

Titah Wapres pindahkan depo
Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin meminta Depo Pertamina Plumpang dipindahkan ke kawasan pelabuhan milik PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo).

Pernyataan Ma'ruf ini disampaikan usai berbincang dengan warga korban kebakaran depo. Maruf langsung berpesan pada Menteri BUMN Erick Thohir.

"Nanti yang menjadi masalah selanjutnya mengenai penataan di daerah ini. Saya berharap supaya depo (Depo Plumpang) ini supaya lebih aman itu bisa direlokasi di pelabuhan di daerah Pelindo, saya kira begitu Pak Erick," katanya saat bersama Erick Thohir, Sabtu (4/3).

Di lain sisi, Ma'ruf mengatakan lokasi permukiman warga di Koja tersebut akan ditata ulang. Ia menegaskan penataan ulang permukiman demi membuat lokasi menjadi lebih teratur, baik, dan aman.

Saat meninjau lokasi kebakaran dan berinteraksi dengan warga terdampak, Ma'ruf juga menawarkan relokasi rumah. Terlebih, sebelum kejadian ini, Depo Plumpang juga pernah terbakar pada 2009.

"Tahun berapa (kejadian kebakaran Depo Plumpang)? 2009? Pernah, pernah? Dibangun lagi ya? Tapi tetap dibangun lagi? Sekarang kena lagi? Takut gak?" tanyanya kepada warga.

"Kalau dipindahin mau ya? Sabar ya, namanya musibah ya. Nanti dibikinkan, seperti apa? Apa dibangun di situ lagi, tapi kan nanti takut kebakar lagi. Nanti ya dipikirkan ya," sambung Ma'ruf.

Ma'ruf tiba ke kawasan Depo Plumpang sekitar pukul 13.55 WIB. Ia kemudian meluncur ke lokasi kebakaran menggunakan mobil golf dan tiba di posko pengungsian darurat sekitar pukul 14.08 WIB.

Ia ditemani oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir. Namun, Erick berjalan kaki dari Posko Koramil Koja ke lokasi kebakaran, mengikuti Wapres Ma'ruf.

Seperti diberitakan sebelumnya, insiden kebakaran hebat di Depo Pertamina Plumpang, Jakarta Utara terjadi dan merembet ke wilayah di sekitarnya pada Jumat (3/3) malam, sekitar pukul 20.00 WIB. Api berhasil dipadamkan sekitar pukul 02.00 WIB.

Tak Semestinya Depo BBM Dekat dengan Pemukiman Warga

Terpisah, Direktur Eksekutif Energi Watch Daymas Arrangga mengatakan bahwa jarak ideal antara pemukiman dengan depo mestinya adalah puluhan meter. Kurang dari itu, warga bisa terpapar risiko radiasi saat terjadi kebakaran.

Oleh karena itu, ia menilai diperlukan adanya penertiban pemukiman warga di sekitar depo.

"Perlu penertiban permukiman-permukiman liar yang ada di sekitar depo. Karena kalau tidak, ketika terjadi sebuah risiko bencana kebakaran, [maka] akan seperti yang ada di video-video, begitu banyak dan begitu paniknya warga masyarakat yang memang tinggal di sekitar sana," kata Daymas, Sabtu (14/3).

Daymas menjelaskan depo memiliki radius paparan yang bervariasi, mulai dari 13 sampai 20 meter tergantung besaran tangki. Sementara radius radiasi panas bisa mencapai 50 meter.

Dia berujar banyaknya korban luka akibat kebakaran depo Plumpang saat ini merupakan contoh dari paparan radiasi panas.

Pemerintah dan pihak Pertamina, lanjut Daymas, perlu menginformasikan warga soal bahaya paparan radiasi panas tersebut.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh pengamat energi sekaligus Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa. Ia menilai, kawasan depo Plumpang seharusnya dibenahi agar tak terjadi insiden serupa di masa depan.

Fabby mengatakan bahwa sarana produksi dan penyimpanan BBM tak semestinya berada di lingkungan padat penduduk. Pemukiman dan depo, lanjut dia, seyogianya memiliki jarak aman puluhan hingga ratusan meter.

"Antara fasilitas ini dan pemukiman ada jarak aman, beberapa puluh hingga beberapa ratus meter," kata Fabby saat dihubungi terpisah.

Fabby mengatakan, depo Plumpang sebetulnya sudah dibangun sejak awal 1970-an kala tak banyak penduduk menghuni lingkungan tersebut. Lokasi itu baru dipadati penduduk seiring berkembangnya waktu.

Oleh sebab itu, menurut Fabby, perlu ada regulasi yang ketat untuk membenahi kawasan tersebut. Dia menilai warga harus direlokasi dengan memberikan ganti rugi yang memadai.

"Kebakaran kali ini disinyalir berasal dari kebakaran pipa minyak, bukan di depo penyimpanan. Jadi apabila benar demikian, maka perlu ada pengamanan di sepanjang jalur pipa, termasuk adanya buffer zone dari permukiman warga," kata Fabby.

Buffer zone sendiri adalah area kosong antara fasilitas dengan permukiman guna mencegah terjadinya musibah yang bisa merambat ke kawasan penduduk.

Soal buffer zone ini, Pertamina sudah mengkhawatirkan hal itu sejak 2016. Direktur Pemasaran Pertamina kala itu, Ahmad Bambang kala itu, pihaknya membutuhkan buffer zone yang lebih memadai untuk depo agar operasional berjalan dengan kondusif tanpa harus khawatir akan risiko.

Ahmad juga menyebut bahwa isu pembebasan lahan guna memperluas buffer zone telah terjadi sebelum 2016. Pihaknya telah berkoordinasi dengan Pemda DKI Jakarta untuk menemukan solusinya.

Dilaporkan sebelumnya, lokasi fasilitas Depo Pertamina Plumpang dan pemukiman warga hanya dipisah oleh tembok tinggi dan satu ruas jalan dengan panjang sekitar 2 meter. Tangki-tangki besar milik Pertamina terlihat dengan jelas dari area pemukiman.

Kondisi yang berdekatan itu membuat kebakaran dengan cepat merambat meluluh lantakkan wilayah pemukiman. Rumah-rumah tampak hancur dan bersisa puing-puing. Sejumlah mobil di wilayah tersebut juga terlihat hangus.

Hingga saat ini, sebanyak 15 orang dilaporkan tewas dalam insiden tersebut. Sebanyak 49 lainnya mengalami luka-luka dan tengah menjalani perawatan di beberapa rumah sakit rujukan.

Sementara itu, sebanyak 1.085 warga terdampak juga harus mengungsi. Para pengungsi tersebar di delapan posko pengungsian yang ada di wilayah Jakarta Utara.(han)