Super Heroik: Konflik Satu Abad Persaudaraan Silat

Ada rahasia apa pada bulan Muharam (Syuro), sehingga berbagai perguruan silat di Kota Madiun menganggapnya sebagai bulan istimewa? Sesuatu yang “Heroik” terjadi saat konflik sosial berlangsung. Dua perguruan silat yang besar: Persaudaraan Setia Hati Terate (SHT) dengan Persaudaraan Setia Hati Tunas Muda Winongo (SHM) beseteru sepanjang masa. Apabila keadaan ini tidak segera diatasi, maka akan sangat berbahaya, menganggu ketentraman masyarakat, dan mengakibatkan disintegrasi sosial.

Nov 10, 2022 - 20:46
Super Heroik: Konflik Satu Abad Persaudaraan Silat
Ilustrasi Silat

Oleh: Dr. Aries Purwanto, M.Pd.

 

Ada rahasia apa pada bulan Muharam (Syuro), sehingga berbagai  perguruan silat di Kota Madiun menganggapnya sebagai bulan istimewa? Sesuatu yang “Heroik” terjadi saat konflik sosial berlangsung. Dua perguruan silat yang besar: Persaudaraan Setia Hati Terate (SHT)  dengan Persaudaraan Setia Hati Tunas Muda Winongo (SHM) beseteru sepanjang masa. Apabila keadaan ini tidak segera diatasi, maka akan sangat berbahaya, menganggu ketentraman masyarakat, dan mengakibatkan disintegrasi sosial.

Secara umum Kota Madiun memiliki situasi dan kondisi yang  aman tertib tata tentrem kerta raharja. Hal ini dapat dirasakan oleh warga masyarakatnya baik penduduk asli maupun para pendatang termasuk pendatang yang bersifat sementara tinggal di Kota Madiun. Fakta sosial menunjukkan bahwa masyarakatnya ramah, mudah untuk berinteraksi sosial, dan selalu mengedepankan persaudaraan serta sangat menghormati pemimpinnya.

Namun demikian di Kota Madiun juga ada potensi konflik sosial yang terjadi secara terus-menerus setiap tahunnya. Konflik sosial antara Persaudaraan Setia Hati Terate (SHT) dengan Persaudaraan Setia Hati Tunas Muda Winongo (SHM) yang terjadi pada setiap Bulan Suro atau Muharam. Kondisi ini terjadi menjelang Bulan Suro khususnya pada saat berlangsungnya acara Halal bi Halal pada Bulan Syawal dan acara-acara pada Bulan Suro di setiap tahunnya.

Konflik sosial ini terjadi pada acara yang melibatkan massa yang besar jumlahnya. Acara tersebut diselenggarakan oleh perguruan pencak silat yang besar di Kota Madiun. Di antara kegiatan tersebut  adalah kegiatan Halal Bi Halal oleh PSH Tunas Muda Winongo yang selalu mendatangkan warganya dari luar Kota Madiun. Jumlahnya mereka mencapai 5000 orang bahkan lebih dengan berbagai kegiatan dan perilakunya yang menunjukan besarnya kekuatan (show of force).

Kagiatan semacam itu selalu direspon oleh warga PSH Terate untuk mengimbangi dengan jumlah warga yang lebih banyak lagi mencapai 10.000 lebih. Dalam kegiatan seperti inilah rawan terjadi konflik. Hal ini sudah menjadi agenda kegiatan tahunan dari kedua perguruan silat tersebut. Di Tahun ini (Oktober 2022) genap usia 100 tahun (satu abad). Upaya pemerintah dalam mengantisipasi terjadinya konflik sosial telah dilakukan dengan berbagai cara pencegahan, namun selalu terjadi konflik sosial.

Kehidupan dalam sebuah organisasi memang tidak bisa lepas dari interaksi yang terjadi dalam bentuk kerjasama (cooperatve), persaingan (competitive), maupun pertikaian (conflict). Biasanya ketiga bentuk ini selalu mengiringinya dan menyatu dalam satu proses pencapaian misi atau tujuan.

Apa pun bentuk interaksi yang terjadi merupakan sebuah proses pendewasaan cara berfikir dan bersikap. Itulah proses menuju suatu perubahan baik, secara individu maupun organisatoris. Sebagaimana kasus dan suasana konfliktual yang selama ini terjadi, justru perkembangan anggota terus semakin meningkat.

Hal ini seiring dengan kebutuhan manusia akan nilai-nilai spiritual, kemanusiaan, sportivitas, dan nasionalisme. Kesemuanya itu bisa didapatkan melalui latihan olah raga dan olah batin yang dikemas dalam gerakan persilatan. 

Antara Persaudaraan: Setia Hati Terate (SHT) dengan Setia Hati Tunas Muda Winongo (SHM), keduanya merupakan perguruan pencak silat besar (kelas nasional bahkan internasional). Masing-masing perguruan tersebut pada dasarnya memberi penghargaan bagi para siswa yang telah mencapai tingkat tertentu kemudian dilantik dan disahkan,  maka berhak menyandang gelar menjadi seorang  “Pendekar”. Lalu mengapa antar pendekar selalu berkonflik pada bulan tertentu (Syuro)?

Secara Historis proses perjalan organisasi persaudaraan Setia Hati dapat diperoleh pemahaman bahwa keduanya memiliki hubungan embrio yang sama,. Cikal bakalnya berasal dari satu perguruan dari Ki Ngabei Soerodiwirdjo (1903). Dalam kenyataannya ditemukan suatu fakta yang dapat menimbulkan suatu persaingan. Pada gilirannya menimbulkan pertentangan yang berujung konflik sosial.

Dalam perkembangaannya masing-masing memiliki aturan sendiri, karena belum ada aturan khusus yang menjadi kesepakatan, antara lain: (a) Dalam acara penerimaan warga baru. Untuk PSH Tunas Muda Winongo, menerima warga baru setiap Sabtu (Malam Minggu), sehingga satu bulan hingga 4 kali penerimaan. Sedangkan PSH Terate satu tahun sekali pada bulan Muharam saja.

Hal ini dapat menimbulkan persaingan yang tajam dan dapat mengundang pertentangan dan konflik sosial. (b) Adanya kegiatan terpusat di Kota Madiun pada Bulan Muharam (Suro) yang masing masing mengerahkann warganya yang besar. (c) Masih ada pemahaman, bahwa persaingan dan pertentangan ini sudah merupakan persaingan yang turun-tumurun.

Sejak sejarah berdirinya kedua persaudara Pencak Silat tersebut, dihembuskan cerita bahwa PSH Terate sudah bertentangan dengan sang guru.  Hal ini berkembang di kalangan Warga PSH Tunas Muda Winongo, dan ditanggapi  oleh PSH Terate. Anggapan ini sudah menyangkut masalah martabat dan kehormatan bagi sebagian besar warganya.

Maka ini dapat merupakan pemicu pertentangan dan menuju konflik. Sedangkan yang berkembang di sebagaian besar warga PSH Terate anggapan bahwa PSH Tunas Muda  selalu menggunakan “Sedulu Tunggal Kecer” (STK) 1903, adalah merupakan pengakuan yang mengaku-aku saja, karena 1903 itu adalah PSH Panti yang merupakan ciptaan Ki Ngabei Soerodiwirjo, jadi bukan R.DH Suwarno.

Dihembuskan perlawanan, bahwa Pendiri PSH Tunas Muda Winongo tersebut bukan murid langsung Ki Ngabei Soerodiwirjo, tetapi generasi dari Hadi Subroto. Hal ini juga mengundang ketersinggungan yang berkepanjangan bagi warga PSH Tunas Muda Winongo. “Kehormatan” bagi PSH Tunas Muda Winongo adalah, merasa penerus STK-1903. Mereka yang selalu melaksanakan amanah dari pencipta PSH secara murni dan konsekwen.

Sejarah membuktikan adanya konflik yang berkepanjangan yang ditemui di masyarakat. Perbedaan kedekatan hubungan emosional dari masing-nasing pendiri penerus ajaran beladiri pencak silat dengan sang Guru. Untuk SHT pendiri sebagai murid yang berguru secara langsung, sedangkan pendiri SHM merupakan generasi ke tiga (Ki Ngabei Soerodiwirjo-Hadi Subroto pengecer R.DH. Soewarno). Secara Geografis, masing-masing organisasi memiliki wilayah pengambangan yang berbeda. Para lulusan perguruan silat diberi gelar pendekar yang memiliki citra sangat baik.

Masyarakat memandang bahwa Pendekar akan bersikap dan bertindak secara ksatria, membela kebenaran, membela yang lemah dan menciptakan suatu kedamaian. Seorang Pendekar adalah orang yang berbudi luhur, bijaksana, dan selalu berbuat baik di masyarakat, seperti yang dilihat di dalam cerita-cerita sinetron dan film-film. Namun yang terjadi di masyarakat justru sebaliknya, seperti yang terjadi di daerah Madiun selatan dan di daerah-daerah lain khususnya di Jalan Kaswari dan Jalan Gajah Mada Kota Madiun, pada Bulan Suro dalam setiap tahun.

Di sana ketika bulan tersebut terjadi gesekan-gesekan sosial antara pendekar dengan pendekar dan antara pendekar dengan masyarakat yang merembet terhadap rumah dan masyarakat yang tidak berdosa. Para perusak menggunakan seragam  kelompok beladiri tertentu. Ada juga yang  berawal dari kelompok  SHT melewati daerah SGM kemudian dihadang dan dihajar, dianiaya beramai ramai  oleh  penghadang tersebut.

Akar peristiwa konflik sosial tersebut adalah kurang kokohnya pembentukan karakter para pendekar  masing-masing perguruan silat tersebut. Kalau karakter pendekar sudah terbentuk dengan sangat kuat, maka pantang bagi mereka untuk berkelahi. Apalagi akan mengakibatkan kerusakan, kerugian, kesedihan, kesakitan, penderitaan, dan hal-hal yang merugikan kehidupan. 

Sebagai penutup tulisan ini, saya sarankan agar masing-masing persaudaraan silat (SHT dan SHM) menggembleng, membentuk karakter para pendekarnya secara lebih serius.  Sehingga benar-benar berjiwa pendekar seperti yang dicita-citakan. Hal lain yang perlu ditegaskan, pengaturan jadwal kegiatan diperketat sehingga tidak mempertemukan kedua perguruan silat dalam waktu yang sama. Itu peran para pemimpin dan dessescion maker dalam mengaturnya bekerja sama dengan pihak aparat pemerintah.

Demikian akhir tulisan ini, dengan harapan semoga di waktu mendatang tidak terjadi konflik serupa yang berlarut-larut. Semangat "Heroik"-nya untuk membangun negri, bukan sebaliknya.

 

Dr. Aries Purwanto, M.Pd adalah dosen Pascasarjana Institut Agama Islam Sidoarjo, dan Pengurus DPP Perkumpulan Ilmuwan Sosial Humaniora Indonesia (PISHI).