Soal Presiden Jokowi Cawe-cawe Pilpres 2024, Begini Kata Denny Indrayana dan JK

"Jika dikuliti lebih jauh, terutama dari sisi etika kepresidenan, maka ada batasan-batasan moral dan hukum yang dilanggar oleh Presiden Jokowi, termasuk pelanggaran konstitusi ketika ikut turut campur soal Pilpres 2024," ujar Denny dilansir dari laman Integrity Law Firm dan sudah diizinkan untuk dikutip, Minggu (7/5).

May 8, 2023 - 14:58
Soal Presiden Jokowi Cawe-cawe Pilpres 2024, Begini Kata Denny Indrayana dan JK

NUSADAILY.COM – JAKARTA – Denny Indrayana, Guru Besar Hukum Tata Negara, menyinggung etika politik Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dinilai ikut cawe-cawe dalam mengurusi koalisi dan kontestasi Pilpres 2024.

Denny mempermasalahkan jawaban Jokowi yang menyebut dirinya sebagai pejabat publik sekaligus pejabat politik ketika menjawab tudingan cawe-cawe Pilpres mendatang.

Menurut Denny, jawaban tersebut seolah-olah benar tetapi bermasalah dari segi etika.

"Jika dikuliti lebih jauh, terutama dari sisi etika kepresidenan, maka ada batasan-batasan moral dan hukum yang dilanggar oleh Presiden Jokowi, termasuk pelanggaran konstitusi ketika ikut turut campur soal Pilpres 2024," ujar Denny dilansir dari laman Integrity Law Firm dan sudah diizinkan untuk dikutip, Minggu (7/5).

Denny mafhum, hak dan kebebasan setiap orang untuk berpolitik dijamin Undang-undang. Namun, ia menyebut ada perbedaan prinsipil antara politik institusional Jokowi sebagai presiden dengan politik personal Jokowi sebagai pribadi.

Hal itu setidaknya dapat dilihat dari dua aspek yaitu kepentingan dan fasilitas yang digunakan.

Dari sisi kepentingan, ia menganggap aneh ketika Jokowi masih memiliki dan mengadakan temu relawan bertajuk Gerakan Nusantara Bersatu di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), pada Sabtu, 26 November 2022 lalu.

"Kalau itu adalah agenda kebangsaan Jokowi sebagai presiden, kenapa kepentingannya sangat partisan relawan. Kalau itu agenda Jokowi sebagai pribadi, kenapa dia datang dengan pin kepresidenan? Kenapa dengan pin kepresidenan yang melekat di dada kirinya, di hadapan ribuan relawan, Presiden Jokowi memberi kode dukungan partisan kepada sang 'rambut putih'?" kata Denny.

Sedangkan dari sisi fasilitas, mantan Wamenkumham era Presiden SBY ini mafhum kalau Jokowi berhak untuk menggunakan protokoler dan fasilitas negara. Namun, ia mengingatkan jika kepentingan tersebut untuk partisan, Jokowi harus menggunakan fasilitas sendiri.

Dalam hal ini Denny menyoroti tindakan Jokowi yang mengumpulkan enam ketua umum partai politik minus NasDem di Istana Negara beberapa waktu lalu.

"Presiden Jokowi sudah jujur mengatakan tidak lagi mengundang NasDem karena sudah punya koalisi sendiri. Tentu yang dimaksud adalah koalisi Nasdem-Demokrat-PKS yang mengusung Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden," tutur Denny.

"Jokowi dengan jelas sedang berpolitik partisan dengan menunjukkan preferensi kepada koalisi Ganjar dan Prabowo di satu sisi, serta resistensi kepada partai koalisi pendukung Anies pada sisi yang lain," tandasnya.

Jokowi telah menepis dirinya cawe-cawe atau ikut campur urusan partai politik menentukan koalisi di Pilpres 2024.

Ia mengatakan pertemuan dengan petinggi-petinggi partai politik sebatas diskusi. Termasuk saat mengumpulkan pejabat teras partai politik di Istana negara beberapa hari lalu.

"Bukan cawe-cawe, wong itu diskusi saja kok cawe-cawe, diskusi," kata Jokowi di Sarinah, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (4/5).

Jokowi menegaskan statusnya bukan hanya kepala negara, melainkan juga pejabat politik. Oleh karena itu, ia merasa wajar jika berdiskusi dengan partai-partai politik.

"Tolonglah mengerti bahwa kita ini juga politisi, tapi juga pejabat publik," ujarnya.

JK Ingatkan Jokowi Tak Terlalu Terlibat Politik Pilpres 2024
Terpisah, Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) mengingatkan Presiden Joko Widodo agar tidak terlalu ikut campur dalam kontestasi politik jelang Pemilu 2024 di akhir jabatannya.

Pernyataan itu disampaikan JK merespon langkah Jokowi yang tidak mengundang Ketua Umum NasDem Surya Paloh dalam pertemuan Parpol Koalisi Pemerintah di Istana Merdeka, Selasa (2/5) kemarin.

"Karena ini di Istana membicarakan tentang urusan pembangunan atau apa itu wajar saja. Tapi kalau bicara pembangunan saja mestinya NasDem diundang. Berarti ada pembicaraan politik," ujarnya dalam konferensi pers, Sabtu (6/5) malam.

Jusuf Kalla lantas meminta Jokowi meniru langkah presiden sebelumnya seperti Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono yang dinilai dapat menjauhkan diri dari politik pada saat akhir jabatannya.

"Presiden seharusnya seperti ibu Mega, SBY, ketika itu akan berakhir maka tidak terlalu jauh melibatkan diri, suka atau tidak suka dalam perpolitikan. Supaya lebih demokratis," tegasnya.(han)