Soal Pinjam-meminjam Fahri Hamzah Menyebut Janji Seperti Itu Merupakan Bentuk Perencanaan Korupsi

Fahri Hamzah menyebut harusnya seseorang harusnya tidak usah memaksakan maju sebagai kandidat jika diminta menanggung biaya pemilu dan kampanye. Dia menyebut seharusnya jangan sampai merusak prinsip hanya demi memaksakan kehendak maju

Feb 13, 2023 - 22:21
Soal Pinjam-meminjam Fahri Hamzah Menyebut Janji Seperti Itu Merupakan Bentuk Perencanaan Korupsi
Foto: Fahri Hamzah (M Zhacky-detikcom)

NUSADAILY.COM – JAKARTA - bicara soal pinjam-meminjam uang di belakang layar dengan janji lunas setelah berkuasa. Fahri Hamzah menyebut janji seperti itu merupakan bentuk perencanaan korupsi.
Fahri Hamzah menyampaikan hal tersebut lewat akun twitternya @Fahrihamzah. Dia menyebut praktek pinjam uang dengan janji lunas setelah menang atau menjabat merupakan bentuk perencanaan korupsi.

"Pinjam-meminjam uang di belakang layar dengan janji lunas setelah berkuasa adalah bentuk perencanaan korupsi yang sangat kasat mata, praktek ini harus kita hentikan kalau kita ingin Indonesia bebas dari korupsi," kata Fahri Hamzah dalam cuitannya seperti dilihat detikcom, Senin (13/2/2023). Fahri Hamzah sudah mengizinkan cuitannya untuk dikutip.dilansir dari detik.com 

BACA JUGA : Tahun 2024 Tak Jadi Ibu Kota, Kemacetan di Jakarta Bakal...

Fahri Hamzah menyebut harusnya seseorang harusnya tidak usah memaksakan maju sebagai kandidat jika diminta menanggung biaya pemilu dan kampanye. Dia menyebut seharusnya jangan sampai merusak prinsip hanya demi memaksakan kehendak maju.

"Kalau jadi kandidat dan ternyata juga disuruh menanggung biaya pemilu dan kampanye, ya mendingan tidak maju. Kita jangan pernah merasa seolah saking bangsa ini memerlukan kita lalu kita merusak prinsip kita demi tujuan itu. Bangsa ini tidak memerlukan kita dengan cara itu," ucap dia.


Fahri Hamzah lalu menjelaskan lebih lanjut soal cuitannya itu. Dia menyampaikan pernyataannya itu bukan dimaksudkan untuk figur tertentu, melainkan kritik terhadap cara-cara seperti itu.

"Itu bukan soal individu tapi sistem pembiayaan pemilu dan kampanye. Saya tidak membicarakan orang, yang saya bicarakan adalah sistem pembiayaan kampanye dan pemilu yang harus dibersihkan dari peluang masuknya dana-dana haram dan ilegal, sebab itulah awal mula dari mengelola ruang publik secara tidak transparan karena di belakang layar ada janji lain," ujar Fahri Hamzah.

Fahri Hamzah juga sempat mempertanyakan terkait lunasnya utang Anies Baswedan jika memenangkan Pilkada 2017. Dia mengaku heran dengan klausul itu.

Sebagai informasi, belakangan beredar secarik kertas surat perjanjian utang Anies Baswedan dan Sandiaga Uno di media sosial yang mana salah satu poin menekankan bahwa utang tersebut lunas jika keduanya memenangkan Pilkada 2017.

BACA JUGA : Polisi Ungkap Hasil Tes Urine Pengemudi BMW yang Lawan...

"Kenapa bisa lunas?" jawab Fahri Hamzah ketika ditanya soal perjanjian Anies Baswedan.
Dia menyebut ini hanya pelajaran bagi semua pihak di masa depan.
"Ini kritik sistem bukan tentang orang-perorang sebagai pelajaran agar di masa depan tidak ada lagi perjanjian perjanjian di belakang layar yang bisa merugikan rakyat dalam pengelolaan negara," tuturnya.

Anies Buka Suara soal Utang Rp 50 M
Anies pun telah buka suara terkait heboh perjanjian utangnya senilai Rp 50 miliar ke Menparekraf Sandiaga Uno saat Pilkada 2017. Mantan Gubernur DKI Jakarta menegaskan uang Rp 50 miliar itu bukan dari Sandiaga Uno dan bukan utang jika menang pilkada.

Hal itu diungkapkan Anies saat wawancara dengan motivator Merry Riana. Wawancara itu diunggah akun YouTube Merry Riana Jumat (10/2/2023). Tim media Merry Riana sudah mengizinkan wawancara tersebut untuk dikutip.

Anies menjelaskan saat pilkada 2017 banyak sumbangan yang datang untuk kampanye. Anies mengakui adanya sumbangan Rp 50 miliar tersebut.

"Jadi begini, pada masa kampanye itu banyak sekali melakukan sumbangan, banyak sekali, ada yang kami tahu, ada yang kami tidak tahu, dan ada yang memberikan dukungan langsung apakah relawan. Nah kemudian ada pinjaman (Rp 50 miliar), sebenarnya bukan pinjaman tapi dukungan, yang pemberi dukungan ini meminta dicatat sebagai utang, jadi dukungan yang minta dicatat sebagai utang," kata Anies.

Anies menegaskan uang Rp 50 miliar itu bukan dari Sandiaga Uno. Anies menyebut pemberi Rp 50 miliar itu sebagai pihak ketiga.

Anies lantas membeberkan isi perjanjian dengan pemberi Rp 50 miliar itu. Isinya, sumbangan Rp 50 miliar itu dianggap selesai jika Anies-Sandi menang pilkada artinya uang tersebut dianggap sebagai bentuk dukungan. Namun jika kalah, Rp 50 miliar itu dianggap utang dan Anies-Sandi siap menggantinya.

"Ini kan dukungan untuk sebuah kampanye untuk perubahan untuk kebaikan, bila ini berhasil maka itu dicatat sebagai dukungan, bilang kita tidak berhasil dalam pilkada maka itu menjadi utang yang harus dikembalikan, jadi itu kan dukungan tuh, siapa penjaminnya? Yang menjamin Pak Sandi, jadi uangnya bukan dari Pak Sandi, jadi ada pihak ketiga yang mendukung, kemudian saya menyatakan ada suratnya, surat pernyataan utang," ujarnya.

"Saya yang tanda tangan. Dan dalam surat itu disampaikan apabila pilkada kalah maka saya berjanji saya dan Pak Sandiaga ini berjanji mengembalikan, dan saya dan Pak Sandi yang tanda tangan saya. Apabila kita menang pilkada maka ini dinyatakan sebagai bukan utang dan tidak perlu jadinya selesailah. Jadi itulah yang terjadi, makanya begitu pilkada selesai menang selesai," lanjut Anies.(ris)