Seumpama Pemilu 2024 Kembali Coblos Partai Tak Cuma Ibarat Beli Kucing dalam Karung, Tapi..

"Soal keinginan untuk kembali kepada sistem tertutup itu sih kerjaan parpol-parpol yang oligarkis dan memastikan anggota DPR ditentukan sepenuhnya oleh parpol. Parpol-parpol ini ingin agar kendali mereka atas kader benar-benar absolut," ujar Lucius, Kamis (29/12) malam.

Dec 30, 2022 - 22:22
Seumpama Pemilu 2024 Kembali Coblos Partai Tak Cuma Ibarat Beli Kucing dalam Karung, Tapi..

NUSADAILY.COM – JAKARTA – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari melontarkan sinyal kemungkinan sistem proporsional daftar tertutup diterapkan di Pemilu 2024. Artinya, masyarakat tidak lagi memilih langsung caleg, melainkan mencoblos partai politik (parpol).

Hasyim menyebut aturan soal sistem pemilihan ini digugat dan sidangnya masih bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK). Ia memprediksi MK akan menetapkan sistem tertutup jika melihat rekam jejak putusan selama ini.

"Ada kemungkinan, saya belum berani berspekulasi, ada kemungkinan kembali ke sistem proporsional daftar calon tertutup," kata Hasyim dalam acara Catatan Akhir Tahun 2022 di Kantor KPU RI, Jakarta, Kamis (29/12).

Sejumlah politisi mengajukan uji materi terhadap Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi. Mereka meminta MK untuk membatalkan Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu yang mengatur soal sistem pemilihan.

Jika MK mengabulkan gugatan itu, maka sistem proporsional daftar calon tertutup akan kembali diterapkan dalam pemilu mendatang. Surat suara nantinya hanya mencantumkan partai politik dan nomor urut.

Partai politik yang mendapat jatah kursi di DPR ataupun DPRD berhak menentukan orang yang akan duduk di kursi tersebut. Sistem proporsional tertutup ini terakhir diterapkan pada Pemilu 1999.

PDI-Perjuangan (PDIP) menjadi salah satu partai yang mendorong sistem proporsional tertutup.

Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengklaim sistem proporsional tertutup ini bisa menjadi insentif kaderisasi partai sekaligus menekan biaya pemilu.

"Demi kepentingan bangsa dan negara, sistem ini dapat diubah menjadi proporsional tertutup. Ini lebih penting sebagai insentif bagi kaderisasi Partai," kata Hasto dalam keterangannya, 27 Februari lalu.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai keinginan kembali pada sistem proporsional tertutup hanya akal-akalan partai politik semata.

Menurutnya, parpol ingin memiliki kendali absolut kepada para kadernya yang dududk di parlemen.

"Soal keinginan untuk kembali kepada sistem tertutup itu sih kerjaan parpol-parpol yang oligarkis dan memastikan anggota DPR ditentukan sepenuhnya oleh parpol. Parpol-parpol ini ingin agar kendali mereka atas kader benar-benar absolut," ujar Lucius, Kamis (29/12) malam.

Lucius menolak sistem proporsional daftar tertutup kembali dipakai. Ia menilai kondisi parpol saat ini masih amburadul. Lucius tak yakin keinginan mengubah sistem pemilihan ini karena pertimbangan demokrasi.

"Rasanya sulit mempercayai keinginan mereka mengubah sistem pemilu karena pertimbangan demokrasi. Ini hanya kedok saja," katanya.

Lucius mengatakan meski sistem proporsional terbuka belum sepenuhnya memberikan dampak positif bagi penguatan demokrasi, namun sistem terbuka jelas lebih baik dibandingkan sistem tertutup.

Selain itu, sistem terbuka juga memberikan ruang bagi kader untuk menguji diri, apakah yang bersangkutan mendapatkan kepercayaan konstituen ataupun tidak. Dari sisi pemilih, sistem terbuka memberikan kesempatan untuk memilih wakilnya secara langsung.

"Bagi pemilih, sistem terbuka juga lebih menguntungkan mereka karena hak untuk menentukan wakil yang benar-benar dipercaya bisa terjadi," ujarnya.

Lucius mengingatkan sistem proporsional tertutup pernah membuat Indonesia masuk dalam kubangan demokrasi semu di bawah rezim Orde Baru. Menurutnya, sistem tersebut telah terbukti gagal.

Lucius mengatakan sistem pemilihan tertutup ini sangat merugikan rakyat. Menurutnya, rakyat memilih wakil rakyat yang tidak jelas siapa orangnya atau seperti istilah membeli kucing di dalam karung.

"Memilih parpol tanpa ruang bagi rakyat untuk memilih sendiri caleg yang dipercaya jelas merugikan rakyat sebagai pemilik mandat. Ini ibarat membeli kucing dalam karung," katanya.

Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay menilai sistem proporsional tertutup sudah tidak relevan lagi diterapkan di Indonesia.

Hadar mengatakan sistem tertutup tak memperhatikan hak kedaulatan yang ada di tangan rakyat. Menurutnya, sistem tersebut juga sering dimanipulasi oleh parpol.

"Jadi sering kali wakil-wakil rakyat yang akhirnya ditetapkan sebagai terpilih itu sebetulnya wakil-wakil rakyat yang tidak dikehendaki oleh masyarakat pemilih," kata Hadar.

Hadar menyebut sistem proporsional terbuka, yang mulai dipakai pada Pemilu 2004, mencerminkan kehendak masyarakat. Ia pun heran ada pihak yang menginginkan sistem tertutup seperti era Orde Baru.

"Kenapa kita harus mengubahnya kembali? Jadi konstitusi itu memberikan jaminan bahwa kedaulatan itu ada di tangan rakyat, bukan di tangan partai politik," ujarnya.

Sementara itu Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Khairun Margarito, mengatakan tak terlalu peduli dengan sistem terbuka atau tertutup pada pemungutan suara legislatif.

Margarito menilai kedua sistem itu sama-sama bermasalah. Menurutnya, yang paling utama dipastikan adalah kualitas calon anggota legislatif yang akan dipilih rakyat.

"Jadi dua-duanya tidak memberikan jaminan apa-apa tentang mutu representasi mereka. Bukan soal proporsional tertutup atau terbuka, tapi kualitas calonnya," kata Margarito.

Margarito tak mempermasalahkan sistem yang akan diterapkan sepanjang kualitas calon wakil rakyat terjamin dan penopang sistem tersebut berjalan.

"Penguatan dengan sistem yang lain. Semacam penopang. Kita bikin tatanan, misalnya komunitas rakyat telah bermusyarawah dan memutuskan A B C D (berbagai keputusan), wakil-wakil rakyat harus mengakomodir," ucap Margarito.

PDIP kukuh terapkan sistem tertutup
Politikus senior PDIP Hendrawan Supratikno menegaskan pihaknya tetap mendukung sistem proporsional tertutup. Sejumlah hal menjadi alasan partai berlambang kepala banteng itu ingin mengembalikan sistem pemungutan suara layaknya sebelum Pemilu 2004 silam.

"PDI Perjuangan selalu berada di garis proporsional tertutup karena alasannya UUD 1945 Pasal 22E ayat (3)...Argumentasinya kuat. Didukung oleh beberapa alasan. Titik tolak pertama adalah konstitusi. Pasal 22E ayat (3) Undang-undang Dasar 1945," kata Hendrawan kepada CNNIndonesia.com, Kamis (29/12).

Bunyi Pasal 22E ayat (3) UUD 1945 yakni, "Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik."

Alasan lain yang dijabarkan Hendrawan adalah terkait biaya politik yang dapat ditekan apabila sistem pemungutan suara kembali menggunakan sistem proporsional tertutup. Selain itu, ia juga menyoroti perihal politik uang yang kerap terjadi dalam pemilihan.

"Untuk menekan biaya politik yang luar biasa tinggi, biaya politik tinggi karena ada mentalitas yang individualistik, liberalistik, dan materialistik. Isitilahnya kalau orang per orang itu yang maju, akan melakukan berbagai cara agar terpilih. Cara yang paling dominan adalah menggunakan alat peraga kampanye yang disebut uang. Money politics semarak di mana-mana," ujarnya.

Menurut Hendrawan, persaingan tersebut dapat memicu ketegangan sosial yang tidak sehat. Karenanya, pihaknya kukuh untuk kembali ke sistem proporsional tertutup.

"Bersaing dengan orang yang sama di partainya. Jeruk makan jeruk istilahnya sekarang. Jadi semua adalah musuh semua. Ideologi seperti ini akan berbahaya karena menimbulkan ketegangan sosial yang tidak sehat. Jadi untuk kepentingan ideologi kebersamaan gotong royong dan juga untuk menempatkan parpol dalam posisi sebagaimana seharusnya dalam konstitusi, maka kembali ke proporsional tertutup," katanya.

Sebagai informasi, sistem proporsional tertutup pernah diterapkan di Indonesia, yakni pada Pemilu 1955. Sistem tersebut juga diterapkan saat pemilu sepanjang era Orde Baru hingga tahun 1999.

Setelah itu, tepatnya pada Pemilu 2004, Indonesia menerapkan sistem proporsional terbuka. Masyarakat pun dapat langsung memilih caleg di surat suara, tak lagi hanya mencoblos partai politik seperti sebelumnya.

Sekretaris Jendral Partai NasDem Johnny G Plate mengkritik Ketua KPU Hasyim Asy'ari yang menyebut kemungkinan pemungutan suara Pemilu 2024 memakai sistem proporsional tertutup atau memilih partai bukan caleg.

"Pernyataan Ketua KPU terkait hal tersebut offside, tidak sepatutnya," kata Plate dalam keterangan tertulis, Jumat (30/12).

Plate menegaskan pihaknya menolak gagasan sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024. Sistem pemilihan ini merupakan aturan lama yang dipakai sebelum Pemilu 2004.

"DPP Partai Nasdem dengan sangat tegas menolak gagasan sistem proporsional tertutup pada pemilu legislatif," ujarnya.

Plate meminta KPU fokus dan taat pada aturan perundang-undangan yang berlaku saat ini. Ia mengingatkan agar KPU tak tergoda kepentingan politik dari parpol tertentu.

"Hal tersebut hanya akan membuat Pemilu 2024 berbau amis. Fokus saja pada tugas dan mandat yang saat ini diatur dalam UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu agar pemilu serentak 2024 dapat berjalan dengan baik," katanya.

Terpisah, PDIP menilai Hasyim 'kegenitan' saat menyampaikan pernyataan tersebut.

"Menurut saya Ketua KPU ini 'kegenitan' dan something wrong di dalam memberikan statement," ujar Wakil Ketua Komisi II DPR Junimart Girsang saat dihubungi, Kamis (29/12/2022).

Junimart menilai Hasyim seharusnya bekerja sesuai dengan Undang-undang yang berlaku. Ia meminta agar Hasyim tidak memberikan opini yang sesat.

"Dia itu harusnya berbicara dan bekerja sesuai UU bukan bikin opini-opini sesaat dan sesat," tuturnya.

PDIP sendiri sebelumnya disebut PKB ikut mendorong wacana Pemilu 2024 kembali ke proporsional tertutup. Menanggapi hal tersebut politikus senior PDIP ini memberikan bantahan.

"Ini sama sekali tidak ada urusan dengan fraksi PDI Perjuangan," tuturnya.

Ia menegaskan bahwa partainya tidak terkait dengan wacana tersebut. Junimart menyebut PDIP merupakan partai yang tunduk pada aturan Undang-undang.

"Partai kami taat asas dan tunduk patuh kepada Undang-undang," ujar Junimart.(sir/han)