Setahun Mengadu ke Polres Pasuruan, Sengketa Harta Warisan di Dawuhan Sengon Belum Jelas

Dec 9, 2022 - 13:42
Setahun Mengadu ke Polres Pasuruan, Sengketa Harta Warisan di Dawuhan Sengon Belum Jelas

NUSADAILY.COM - PASURUAN - Keluarga besar Agus Hariyanto (40) warga Desa Martopuro, Kecamatan Purwosari, Kabupaten Pasuruan harus bersabar. Hampir setahun melaporkan sengketa harta warisan di Polres Pasuruan, hingga kini nasibnya belum jelas.

Agus mewakili 26 ahli waris lain mengaku kecewa karena laporan polisi yang dilayangkan Januari 2022 lalu, sampai sekarang belum ada kejelasan. Meski berulang kali menjalani pemeriksaan di Satreskrim Polres Pasuruan, belum juga ada titik terang.

Kala itu, Agus dan ahli waris melapor dugaan tindak pidana pemalsuan hibah lima bidang tanah seluas 5 hektat untuk menerbitkan SHM di Desa Dawuhan Sengon Kecamatan Purwodadi. Upaya penguasaan ini dilakukan oleh anak angkat dari saudara tertua kakek neneknya yakni Abdul Rochim H Moh Faisol.

Kondisi itu membuat ahli waris berang. Dasar penguasaan ini adalah surat hibah tahun 1993 yang diterima Abdul Rochim H Moh Faisol. Surat hibah yang diduga palsu itu dikeluarkan Kalio, atau Abdul Karim orang tua angkat dari Abdul Rochim H Moh Faisol.

“Kami hanya meminta keadilan. Kami menduga ada pemalsuan akta hibah 100 persen harta warisan kakek nenek dihibahkan hanya kepada anak angkatnya," kata Agus.

Surat hibah yang diduga palsu ini dipergunakan sebagai dasar penerbitan SHM melalui program PTSL. Namun, upaya penguasaan itu tidak berhasil karena pihak ahli waris berhasil melakukan pemblokiran di Kantor BPN Pasuruan.

"Kami sangat kecewa. Upaya penguasaan lahan secara sepihak ini melibatkan kepala desa yang menyebut bahwa surat hibah adalah asli," jelasnya.


Direktur LBH Pijakan Rakyat Nusantara (PIJAR) Lujeng Sudarto yang menerima pengaduan tersebut, mengaku akan mengawal kasus ini. Pihaknya akan mendampingi Agus, untuk mempertanyakan kelanjutan perkara yang dilaporkan ke Polres Pasuruan.

Menurut dia, Agus dan ahli waris ini sedang mencari keadilan dan wajib untuk diberi bantuan pendampingan agar mendapatkan keadilan.

“Korupsi kekuasaan itu terjadi saat terjadi penyalahgunaan aturan yang tidak dijalankan dengan baik. Tidak dijalankannya aturan sebagaimana semestinya membuat penanganan hukum secara diskriminatif dan rentan diperjualbelikan," kata Lujeng. (oni)