Sengkarut Kasus Tanah Bripka Madih, Mengaku Diperas Polisi Berujung Mundur dari Polri

Feb 6, 2023 - 18:40
Sengkarut Kasus Tanah Bripka Madih, Mengaku Diperas Polisi Berujung Mundur dari Polri

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Pakar psikologi forensik Reza Indragiri mempertanyakan sikap Polda Metro Jaya (PMJ) yang mengungkap kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) Bripka Madih ketika pengakuannya diperas sesama polisi dalam mengurus perkara sengketa lahan ramai diperbincangkan.

"Kenapa PMJ tiba-tiba mengekspos kasus KDRT tersebut ke publik?" tanya Reza lewat keterangan tertulis, Minggu (5/2).

Dia pun berpendapat ada tiga persoalan harus diurai dan disikapi secara proporsional dalam kasus sengketa lahan orangtua Madih di Bekasi, Jawa Barat.

Pertama, yaitu keberadaan tanah. Kedua, pernyataan bahwa pelapor dimintai uang dan tanah oleh oknum penyidik, dan ketiga kasus KDRT.

Reza menuturkan ada dua langkah yang bisa dilakukan polisi untuk mengurai tiga hal itu, yaitu memeriksa dokumen tanah yang dimaksud dan keabsahannya serta mendalami kabar tentang dugaan pungli.

Ia pun menyinggung soal kejadian yang terjadi Oktober 2022, di mana seorang polisi berinisial Aipda HR yang menulis tulisan 'sarang pungli' di tembok gedung Polres Luwu, Sulawesi Selatan (Sulsel), disebut mengalami gangguan jiwa.

"Aipda HR tiba-tiba disebut punya gangguan jiwa. Lha, kalau memang punya gangguan jiwa, mengapa dibiarkan bekerja?" tanyanya.

Menurut Reza, situasi Madih dan Aipda HR mirip dengan studi yang menemukan bahwa whistleblower kerap mendapat serangan balik, baik dari sesama sejawat yang 'dirugikan' hingga kantor tempat bekerja.

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko mengungkapkan Madih telah dua kali dilaporkan ke bagian Profesi dan Pengamanan Polda Metro oleh istrinya sendiri yaitu pada 2014 dan 2022. Trunoyudo mengungkapkan pada tahun 2014 Madih dilaporkan terkait KDRT oleh istri pertamanya.

"Dilaporkan oleh istri sahnya atas nama SK, (sekarang) sudah cerai. Dan putusannya melalui hukuman putusan pelanggaran disiplin," kata Trunoyudo kepada wartawan, Jumat (3/2).

Kemudian pada Agustus 2022, Madih dilaporkan oleh istri keduanya, SS, terkait KDRT. Sampai saat ini, laporan masih diproses Propam Polres Metro Jakarta Timur, sebab SS masih belum bisa dimintai keterangan.

Selain ke Propam, SS juga melaporkan Madih ke Polsek Pondok Gede terkait tindakan KDRT.

"Saat ini prosesnya tentu akan di-take over oleh Bidang Propam Polda Metro Jaya terkait pelanggaran kode etik dengan adanya KDRT. Jadi bukan hanya kode etik, dengan adanya laporan tersebut maka patut diduga suatu perbuatan melawan hukum atau tindak pidana," katanya.

Bripka Madih Ajukan Mundur dari Polri
Bripka Madih, Anggota Provos Polsek Jatinegara, yang ramai diperbincangkan karena mengaku diperas sesama polisi saat mengurus kasus sengketa lahan kini mengundurkan diri dari Polri.

Madih mengaku telah menyampaikan pengunduran diri dari Polri kepada Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Budi Sartono. Madih mengungkapkan dirinya sempat ditanya soal alasan pengunduran diri tersebut oleh Budi.

"Belum di acc sama beliau (Kapolres), beliau lagi ke Tanah Suci," kata Madih, Minggu (5/2)

Madih pun mengatakan pengunduran diri tersebut telah ia ajukan dari beberapa bulan yang lalu.

Madih menyampaikan sejumlah alasan soal pengunduran dirinya itu. Salah satunya karena merasa lelah menghadapi kasus sengketa lahan yang dilaporkan ibunya ke Polda Metro Jaya tak kunjung tuntas.

"Mengapa mengundurkan diri, karena kita sudah capek. Capek karena enggak diusut-usut," katanya.

Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Budi Sartono belum memberikan keterangan soal pengunduran diri Madih.

Sebelumnya, Madih mengaku diperas sesama polisi saat mengurus soal sengketa lahan milik orang tuanya. Bripka Madih menjelaskan duduk perkara postingan viral dirinya itu.

Madih mengatakan melaporkan soal sengketa sebidang lahan di Bekasi ke Polda Metro Jaya pada 2011. Lahan tersebut, kata dia, kini dikuasai oleh sebuah perusahaan.

Menurutnya, tanah milik orang tuanya itu dibeli dengan cara melawan hukum. Ia juga mengklaim ada beberapa akta jual beli (AJB) yang tidak sah karena tidak disertai cap jempol.

"(Tahun) 2011 itu setelah pemeriksaan berkas-berkas, kita sangkal di situ ada surat pernyataan bahwa tempat yang ditempatin itu dibeli dari calo-calo. Terus ada akta-akta yang nggak (dicap) dijempol. Ini kan murni kekerasan, penyerobotan, kok bisa timbul akta?" kata Madih.

Saat diminta mengusut, penyidik dari Polda Metro Jaya berinisial TG, yang saat ini sudah purnatugas, meminta 'uang pelicin'. Kata Madih, TG meminta kepada dia uang Rp 100 juta serta sebidang tanah seluas 1.000 meter persegi.

"Makanya ane bilang waktu itu kita diminta dana penyidikan dan hadiah, ya terlalu miris. (Permintaannya) Rp 100 juta sama (lahan) 1.000 meter," ujarnya.

Padahal, lanjut dia, dalam hal ini dirinya merasa dirugikan dengan kasus sengketa tanah milik orang tuanya tersebut. Sebab, ada tindakan penyerobotan tanah yang dilakukan pihak lain. Kendati sudah diserobot, Madih mengaku masih harus membayar pajak tanah tersebut," jelasnya.

"Ane ini korban karena yang terserobot ini 6.500 (persegi), 6.500 itu kan besar nilainya. Dan kita masih bayar pajak, masih ada giriknya, masih utuh giriknya. Di girik 191 jumlahnya 4.411, yang diserobot 3.600-an, kita menguasai 1.800-an. Yang saat ini di girik 815 jumlahnya 4.954, sekarang kita menguasai 2.000, yang 2.954, dikuasai sama PT," jelasnya.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan ada perbedaan data terkait pelaporan yang dibuat ibu Madih dengan pernyataan yang disampaikan Madih.

"Pada pelaporan ini disampaikan adalah dalam fakta terkait dengan tanah seluas 1.600 meter, ini yang dilaporkan ke PMJ, mendasari pada girik 191. Namun, tadi kita dengar yang bersangkutan menyampaikan penyampaiannya ke media mengatakan 3.600 (meter), namun fakta laporan polisinya adalah 1.600. Ini terjadi inkonsistensi," kata Trunoyudo dalam jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (3/2).

Dia mengatakan penyidik telah bekerja untuk menindaklanjuti LP tersebut. Trunoyudo mengatakan ada sebanyak 16 saksi yang diperiksa termasuk pihak terlapor bernama Mulih.

Dia mengatakan telah terjadi jual beli tanah milik keluarga Madih yang dibuktikan dengan akta jual beli (AJB) tanah.

"Telah terjadi jual beli dengan menjadi 9 AJB dan sisa lahannya atau tanahnya dari girik 191 seluas 4.411, jadi yang telah diikatkan dengan AJB seluas 3.649,5 meter. Artinya sisanya hanya sekitar 761,5 meter persegi," katanya.

Dia mengatakan Tim Inafis seksi identifikasi mengecek keaslian AJB tersebut dan hasilnya, AJB tersebut dinyatakan asli. Penjualan tanah itu dilakukan Tonge yang merupakan ayah Madih sejak 1979-1992.

"Dalam proses ini, penyidik sudah melakukan langkah-langkah belum ditemukannya adanya perbuatan melawan hukum. Ini LP 2011 yang dilaporkan ke Polda Metro Jaya," katanya.

Selain itu, kata Trunoyudo, Madih sempat mengatakan diminta untuk memberikan hadiah berupa tanah seluas 1.000 meter persegi. Namun, ia mengatakan tanah Madih tak seluas itu.

"Nalar logika kita berpikir, ketika ada statement diminta hadiah 1.000 meter, sedangkan sisanya saja 761,5 meter persegi," ujarnya.

Kemudian, disebutkan ada tanah keluarga Madih yang diserahkan ke pihak lain seluas 800 meter persegi. Hal ini dibuktikan dari surat pernyataan yang dibuat antara Tonge dengan Boneng.

"Kemudian, ada lagi fakta hukum didapatkan Saudara Tonge atau ayah dari Madih, selain menjual daripada 9 AJB tadi, juga ada surat penyataan antara para pihak untuk penyerahan luas bidang tanah sebanyak 800 meter persegi dari Saudara Tonge kepada Saudara Boneng," ucap Trunoyudo.(han)