Rencana Perumahan Prajurit di Bekas Tambang Bulusari Sudah Persetujuan Petinggi TNI
Tuduhan perum prajurit hanya kedok, juga keliru, naif dan merendahkan marwah TNI AL. Karena lokasi itu sudah disurvey dari Diswatpersal Mabes TNI AL yang mengurus pengadaan perum prajurit. Selain itu juga sudah ada kunjungan lapangan dari pejabat tinggi TNI AL, TNI AD dan Polri.
NUSADAILY.COM - PASURUAN - Terdakwa pertambangan ilegal di Desa Bulusari Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan, Andrias Tanudjaja, membela diri dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Bangil. Bahwa penggalian lahan seluas 5 hektar adalah proses cut and fill yang diperuntukkan bagi perumahan prajurit TNI.
Sebagai seorang pengusaha besar, PT BNB yang dimiliki Andrias masuk dalam kelompok tiga besar perusahaan tambang batu marmer di Indonesia. Sehingga jika ia memanfaatkan lahan datar seluas 5 hekat untuk menambang galian sirtu, dan menjadikan TNI AL sebagai kedok atau tameng dianggap sebagai hal yang naif.
"Tuduhan perum prajurit hanya kedok, juga keliru, naif dan merendahkan marwah TNI AL. Karena lokasi itu sudah disurvey dari Diswatpersal Mabes TNI AL yang mengurus pengadaan perum prajurit. Selain itu juga sudah ada kunjungan lapangan dari pejabat tinggi TNI AL, TNI AD dan Polri," kata Andrias.
Rencana pembangunan perumahan prajurit yang dianggapnya tidak memiliki nilai ekonomis, adalah bentuk kecintaan dan balas budi untuk prajurit TNI yang telah menjaga NKRI. Rumah prajurit itu rencananya dijual sangat murah, type 48 plus furniture dijual Rp 290 juta.
Terhadap kasus yang menjeratnya sebagai pelaku pertambangan ilegal, kata Andrian, ia bukanlah pemegang kebijakan pada PT Prawira Tata Pratama (PTP). Direktur PT PTP adalah Stevanus yang tidak pernah diperiksa penyidik Mabes Polri,. Sementara ia hanya sebagai pemegang saham minoritas sebesar 45 persen.
"Pemegang kebijakan operasional PT PTP adalah direktur, Stevanus. Ia tidak pernah diperiksa, tapi penyidik sudah menetapkan dan menahan saya yang hanya pemegang saham pada perusahaan itu. Penyidik mengirim dua surat panggilan, setelah Stevanus meninggal karena Covid-19," jelasnya.
Mengutip keterangan saksi ahli, Prof Nindyo dan Prof Nur Basuki, bahwa proses yang salah dan aneh menetapkan pemegang saham sebuah perusahaan sebagai tersangka dan terdakwa tanpa memeriksa Direktur PT PTP. Kasus ini adalah kasus perusahaan yang semestinya mengindahkan aturan dan norma perseroan terbatas.
"Saya memang tidak mengajukan saksi meringankan, karena semua saksi yang dihadirkan jaksa tidak ada yang menguatkan keterlibatan saya dalam pertambangan ilegal. Saksi dari jaksa itu sudah meringankan," tandas Andrias.
Berdasarkan fakta hukum persidangan, lanjutnya, jaksa tidak menemukan bukti transaksi penjualan galian sirtu dari PT PTP kepada pihak lain yang menimbulkan nilai ekonomis. Sebaliknya, dari penambangan itu, Pemkab Pasuruan menerima setoran pajak Rp 7 miliar.
"Jika disebut tambang ilegal yang berjalan selama 3 tahun, dimana keberadaan aparat penegak hukum. Sementara Bupati Pasuruan menerima setoran pajak Rp 7 miliar yang masuk dalam PAD Kabupaten Pasuruan," kata Andrias.
Sebagai tanggung jawab moral, ia telah menyewa konsultan terakreditasi untuk mendesain perbaikan lahan bekas tambang ilegal tersebut. Karenanya, ia memohon pada majelia hakim memberikan keadilan dan dibebaskan dari segala dakwaan dan tuntutan. (oni)