PROSES HUKUM JUAL BELI LAHAN SMAN PRAMBON; Tirto Adi ‘Membisu’, Sugiono Mulai ‘Buka-bukaan’

“Kami sudah berusaha menyelesaikan secara baik baik, tapi mereka tidak mau. Kita lihat saja, pembuktian in materielnya. Kami juga siap lapor balik karena ada unsur fitnah di situ,” tegas Andry Ermawan SH, kuasa hukum Kayan dan Sugiono.

Sep 2, 2024 - 10:12
PROSES HUKUM JUAL BELI LAHAN SMAN PRAMBON; Tirto Adi ‘Membisu’, Sugiono Mulai ‘Buka-bukaan’
Tirto Adi, Kepala Dikbud Sidoarjo pilih ‘membisu’, sementara Andry Ermawan SH, kuasa hukum Kayan dan Sugiono siap buka-bukaan dalam perkara jual beli lahan gogol gilir di Desa Kedung Wonokerto, Prambon.

NUSADAILY – SIDOARJO : Jual beli lahan gogol gilir di Kedung Wonokerto, Kec. Prambon yang berproses hukum di Polda Jatim maupun di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), semakin menarik dicermati. Sugiono Adi Salam maupun Kayan menyatakan siap menghadapi proses hukum atas jual beli lahan yang berujung perkara dugaan penipuan dan penggelapan itu.

Dalam penanganan perkara ini, pihak Polda Jatim  juga mulai mengembangkan dugaan adanya pelanggaran hukum lainnya, terutama tindak korupsi yang berpotensi merugikan keuangan negara. Mengingat, setelah lahan gogol gilir dibeli Sugiono, dijual ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Sidoarjo dengan harga yang ‘fantastis’, sehingga muncul dugaan potensi merugikan keuangan negara.

Di mana, setelah membeli lahan sebanyak 76 ancer atau seluas 2,1 hektare seharga Rp 12 miliar pada pertengan 2022, selanjutkan pada 2023, telah dijual ke Dikbud senilai Rp 25 miliar,--bukan Rp 19 miliar, seperti berita sebelumnya.

Ironisnya lagi, meski sudah membayar lunas setahun lalu, pihak Dikbud hingga sekarang belum mengantongi dokumen sebagai keabsahan kepemilikan atau sertifikat atas lahan yang rencananya untuk pembangunan SMA Negeri Prambon tersebut.

Atas kejanggalan dan dugaan penyimpangan ini akhirnya bermuara ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menyusul laporan LSM Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Sidoarjo. “Setelah laporan ini, kami tentunya siap mengawal penanganan perkara ini oleh KPK,” kata Maygi Angga, Ketua LSM KMS Sidoarjo. 

Inilah lahan gogol gilir di Kedung Wonokerto menjadi obyek jual beli yang bermasalah hukum di Polda Jatim dan KPK.

Sementara itu, Andry Ermawan SH, kuasa hukum Kayan dan Sugiono menyatakan siap menghadapi proses hukum. “Kita siap saja, karena dalam jual beli ini memang tidak ada unsur tindak pidana penipuan dan penggelapan, seperti apa yang dilaporkan pihak Eko Budi,” katanya saat dikonfirmasi pada Senin (2/9) pagi tadi.

Dalam perkara ini, pihaknya menilai lebih pada perkara perdata, daripada pidana. Karena sebelumnya keduanya telah sepakat bermitra bisnis dengan beberapa kesepakatan untuk membeli lahan gogol gilir di Desa Kedung Wonokerto, Kec. Prambon.

Begitu pula saat membayar ke petani atau pemilik lahan. Dimana saat itu, pihak Eko Budi  menyerahkan uang Rp 2,4 miliar untuk dibayarkan langsung ke pemilik lahan. “Saat pembayaran di Kantor Balai Desa Kedung Wonokerto, dihadiri Eko Budi. Dia ikut menyaksikan langsung bahwa uangnya dibayarkan langsung ke pemilik lahan,” ujarnya. “Terus di mana penipuan dan penggelapannya?,” tambah Andry dengan nada tanya.

Untuk itu, pihaknya menyatakan siap menghadapi sekaligus sebagai sikap menghormati proses hukum yang tengah ditangani Polda Jatim. “Kami tidak hanya siap, juga akan buka-bukaan informasi, termasuk dari mana sumber dana Eko Budi. Klien kami, punya semua bukti-bukti itu,” ujarnya. “

Untuk menyelesaikan peselisihan kemitraan bisnis ini, lanjut dia, pihaknya sudah menawarkan beberapa kesepakatan sebagai bentuk mediasi, namun gagal. “Gak apa apa. Kami sudah berusaha menyelesaikan secara baik baik, tapi mereka tidak mau. Kita lihat saja, pembuktian in materielnya. Kami juga siap lapor balik karena ada unsur fitnah di situ,” tegas Andry.

Sedangakan Sugiono Adi Salam, ketika dikonfirmasi mengungkapkan awal kronologis jual beli lahan gogol gilir di Kedung Wonokerto. “Sebagai pengusaha, saya membeli lahan itu semata-mata pertimbangannya aspek  bisnis. Itu berawal ketika Pak Kayan menawarkan adanya lahan di Kedung Wonokerto yang dijual,” ujarnya.

Dari pertimbangan aspek bisnis, lanjut Abah Gik, sapaan pengusaha Sidoarjo ini bahwa  lahan itu memang bernilai cukup strategis. Lokasinya berada di pinggir (0) jalan sehingga bernilai representatif untuk pengembangan usaha.

Setelah melalui pertemuan dengan pemilik lahan difasilitasi pihak pemerintahan desa, berikut negoisasi harga kelar, akhirnya disepakati dilakukan jual beli. “Saya tidak ikut campur dan tidak tahu bagaimana proses peralihan lahan berstatus gogol gilir sehingga bisa diperjualbelikan. Itu semua urusan pemilik dan pemerintahan desa,” katanya.

Bagi dia, begitu segala persyaratan jual beli itu dinyatakan pihak natoris bisa dilakukan dan memenuhi keabsahan secara hukum, maka pihaknya langsung melakukan transaksi diawali dengan pembayaran down payment (DP) kepada pemilik lahan.

Saat pelunasan, Abah Gik mengaku didatangi Kayan, lalu memperkenalkan Eko Budi  yang berminat menjadi mitra dalam jual beli lahan itu. “Lalu dengan berbagai kesepakatan, saya bersama-sama melunasi pembayaran. Dari total sekitar Rp 12 miliar, Pak Eko Budi mengeluarkan dana Rp 2,4 miliar. Sisanya saya yang melunasi,” ujarnya.

Setelah proses jual beli selesai, lanjut Abah Gik, ada penawaran dari Dinas Dikbud Sidoarjo yang berminat membeli lahan itu. “Bagi saya, selama memberi keuntungan tidak masalah. Saya pun diberi blangko untuk mengisi nilai harga sebagai penawaran. Lalu pada Nopember 2023, kami melakukan transaksi dengan Dinas Dikbud,” ujarnya.

Apakah  jual beli lahan menggunakan keuangan negara untuk kepentingan publik itu sudah prosedural? Seperti adanya uji kelayakan publik, pembanding lahan lainnya, hingga penentuan harga melalui appraisal,--berdasarkan UU Agraria No. 5 Tahun 1960, dan PP 39 Tahun 2023. Abah Gik mengatakan semua itu urusan dari Dikbud, sebagai perwakilan pemerintah yang membeli lahan tersebut. “Itu kan urusan pembeli. Pihak Dikbud, bukan kami,” ujarnya.

Dia hanya mengaku  jual beli lahan melalui proses Ikatan Jual Beli (IJB) oleh Notaris di Mojokerti yang dasarnya adalah SK pelepasan hak. Untuk menjadi surat hak milik atau sertifikat, memang masih harus melunasi tanggungan PBB, dan BPHTB. “Ya, kita upayakan bisa segera diselesaikan tanggungan itu sehingga dari SK itu bisa diurus menjadi sertifikat,” tambahnya.

Sedangkan Tirto Adi, Kepala Dinas Dikbud Sidoarjo, kembali memilih diam saat dikonfirmasi dugaan penyimpangan jual beli lahan yang potensi merugikan keuangan negara tersebut. Tirto Adi sendiri sudah diperiksa Polda Jatim, selain itu Karmidi, Kades Kedung Wonokerto maupun pihak lain yang terlibat dalam perkara ini telah dimintai keterangan Polda Jatim. (*/ful)