Portal Minta MA-Komisi Yudisial Awasi Sidang Banding Bos Tambang Ilegal Bulusari
Pengawasan dan monitoring peradilan tambang ilegal ini perlu dilakukan agar vonis hajelis hakim memenuhi rasa keadilan masyarakat. Bahwa putusan yang dijatuhkan Pengadilan Negeri (PN) Bangil, 1,5 tahun penjara dan denda Rp 25 miliar dianggap tidak sebanding dengan kerusakan ekosistem dan lingkungan.
NUSADAILY.COM - JAKARTA - Aktivis lembaga swadaya masyarakat di Kabupaten Pasuruan tak patah arang mengawal proses persidangan tambang ilegal. Mereka yang tergabung pada Persatuan Organisasi Rakyat untuk Transparansi & Advokasi Lingkungan (Portal) mendatangi dan menyampaikan surat kepada Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA).
Para aktivis ini meminta agar KY dan MA melakukan pengawasan kepada Pengadilan Tinggi Jawa Timur dan para hakim yang akan mengadili upaya banding atas kasus tambang ilegal di Bulusari Kecamatan Gempol dengan terdakwa Andrias Tanudjaja (AT).
Koordinator Portal, Lujeng Sudarto menyatakan, pengawasan dan monitoring peradilan tambang ilegal ini perlu dilakukan agar vonis hajelis hakim memenuhi rasa keadilan masyarakat. Bahwa putusan yang dijatuhkan Pengadilan Negeri (PN) Bangil, 1,5 tahun penjara dan denda Rp 25 miliar dianggap tidak sebanding dengan kerusakan ekosistem dan lingkungan.
"Kami minta agar KY dan MA mengawasi dan memonitoring persidangan banding di PT Jatim. Majelis Hakim yang akan mengadili AT hendaknya tidak terlibat conflict of interest agar bisa menjatuhkan putusan yang memenuhi rasa keadilan masyarakat," tegas Lujeng Sudarto usai menyerahkan surat di Gedung MA, Kamis (9/2/23).
Menurut Lujeng yang juga Direktur Pusat Studi dan Advokasi Kebijakan (Pusaka), pemberian vonis ringan terhadap AT, tidak memberi efek jera terhadap praktek-pratek pertambangan ilegal yang masih banyak terjadi khususnya di Kabupaten Pasuruan dan pada umumnya di Jawa Timur. Karena pada kenyataannya, hingga saat ini praktik pertambangan ilegal masih terus terjadi.
"Pertambangan ilegal ini juga dilakukan pengusaha yang memiliki izin WIUP dan Eksplorasi, namun terjadi penyalahgunaan dengan menjual hasil tambang," tandas Lujeng.
Pihaknya berharap, pengawasan dan monitoring ini berdampak pada penjatuhan vonis kepada AT yang lebih berat dari persidangan tahap pertama. Hal ini akan mengembalikan kepercayaan masyarakat atas marwah lembaga peradilan yang lebih berakeadilan dan tidak korup.
"Pemberian vonis yang berat terhadap terdakwa AT akan menjadi bagian upaya pemberantasan mafia pertambangan yang mengeksploitasi sumberdaya alam dengan mengabaikan peraturan perundang-undangan dan norma-norma sosial lainnya," jelas Lujeng Sudarto. (oni)