Perubahan Sistem Pemilu Bisa Timbulkan Gejolak Sospol

"Perubahan yang bersifat mendasar terhadap sistem pemilu di tengah proses tahapan pemilu yang tengah berjalan berpotensi menimbulkan gejolak sosial politik, baik di partai maupun masyarakat," kata Bahtiar.

Jan 27, 2023 - 15:14
Perubahan Sistem Pemilu Bisa Timbulkan Gejolak Sospol

NUSADAILY.COM – JAKARTA – Bahtiar, Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, mengkhawatirkan bahwa perubahan terhadap sistem pemilihan umum (pemilu) di tengah proses tahapan pemilu berpotensi melahirkan gejolak sosial politik di partai politik (parpol) dan di tengah masyarakat.

Pernyataan itu disampaikan Bahtiar saat memberikan keterangan dalam sidang uji materi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK) soal sistem proporsional tertutup pada Kamis (26/1).

"Perubahan yang bersifat mendasar terhadap sistem pemilu di tengah proses tahapan pemilu yang tengah berjalan berpotensi menimbulkan gejolak sosial politik, baik di partai maupun masyarakat," kata Bahtiar.

Sebelumnya, anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Arteria Dahlan mengungkapkan alasan partainya ingin pemilu menggunakan sistem proporsional tertutup.

Arteria menyampaikan, partainya ingin pemilu menggunakan sistem proporsional tertutup karena Pasal 22E ayat 3 UUD 1945 dengan tegas menyatakan bahwa peserta pemilu untuk memilih anggota legislatif adalah parpol.

Ditempat yang sama, Bahtiar lalu mengutip Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang menekankan kedaulatan berada di tangan rakyat.

Menurut Bahtiar, sistem proporsional terbuka seperti yang berlaku saat ini merupakan hasil musyawarah yang memperhatikan kondisi objektif proses transisi masyarakat ke demokrasi.

Dengan sistem terbuka, Bahtiar mengatakan pemerintah menganggap akan ada penguatan sistem kepartaian, budaya politik, perilaku pemilih, hak kebebasan berpendapat, kemajemukan ideologi, kepentingan, dan aspirasi politik masyarakat yang direpresentasikan oleh partai politik.

Pemerintah menilai sistem proporsional terbuka merupakan sistem pemilu yang terbaik dan layak diterapkan di Indonesia. Sebab rakyat bebas memilih caleg yang akan dipilih dan caleg terpilih ditentukan berdasarkan suara terbanyak.

"Di samping memberikan kemudahan, juga lebih adil bagi anggota DPR/DPRD dan masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya. Baik yang tergabung dalam parpol maupun non-parpol karena kemenangan seseorang untuk terpilih tidak digantungkan kepada parpol tetapi sampai sejauh mana besarnya dukungan suara rakyat yang diberikan," ucap dia.

Ia menambahkan, saat ini penyelenggara pemilu sudah berjalan. Jika sistem pemilu berganti maka hanya akan menimbulkan masalah baru.(han)