Pendapat Kriminologi Terhadap Ragam Kasus Pembunuhan

Dilaporkan menghilang sejak 2019, jasad Angela Herdianti pun ditemukan dalam kondisi termutilasi di sebuah kamar kos di Bekasi pada akhir Desember 2022. Perempuan 54 tahun ini diduga dibunuh pada 2021, kemudian disimpan dalam boks selama sekitar 13 bulan.

Jan 8, 2023 - 17:40
Pendapat Kriminologi Terhadap Ragam Kasus Pembunuhan
Ilustrasi. Memutilasi korban kerap dilakukan untuk menghilangkan jejak pembunuhan. (iStockphoto/BrianAJackson)

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Kasus mutilasi Angela menyita perhatian publik. Kasus pembunuhan ini jadi satu dari sekian banyak kasus pembunuhan yang kian beragam dan 'kreatif'. Kriminolog pun memberikan pandangannya.

Dilaporkan menghilang sejak 2019, jasad Angela Herdianti pun ditemukan dalam kondisi termutilasi di sebuah kamar kos di Bekasi pada akhir Desember 2022. Perempuan 54 tahun ini diduga dibunuh pada 2021, kemudian disimpan dalam boks selama sekitar 13 bulan.

Kasus Angela menambah deret kasus pembunuhan plus mutilasi korban selain mutilasi di Ungaran, Bali, Papua, dan Bekasi. Ada pula kasus mutilasi lalu disusul dengan membakar korban seperti kasus pembunuhan di Depok.

Di samping itu, pelaku pembunuhan pun masih dalam lingkar terdekat korban. Di Lombok, seorang perempuan digantung oleh suami, mertua dan iparnya. Kemudian ada kasus anak di Magelang yang meracuni ayah, ibu dan kakaknya. Kasus di Sukabumi dan Cibinong, pelaku pembunuhan merupakan kekasih korban.

Kenapa membunuh dan bukan cara lain?

Kriminolog Universitas Indonesia Ardi Putra Prasetya mengungkapkan berdasar tren juga data, menghilangkan nyawa seseorang adalah cara terbaik atau pilihan terbaik. Terlebih dalam hal pembunuhan terencana, cara ini dinilai cukup efektif dalam menyelesaikan masalah atau konflik.

Dia pun menilik kasus percobaan pembunuhan seorang istri anggota TNI di Semarang, Jawa Tengah.

"Muslimin, untuk bisa hidup bersama selingkuhan, dia menyewa eksekutor. Itu kan yang paling praktis, dibunuh saja, daripada harus urus cerai," kata Ardi, Sabtu (7/1).

Cara-cara 'kreatif' pun dikerahkan baik dalam hal cara membunuh maupun memperlakukan jasad korban pembunuhan. Hal ini dilakukan bukan tanpa alasan. Dalam ranah Kriminologi, lanjut Ardi, terdapat rational choice theory atau teori pilihan rasional.

Seorang pelaku pembunuhan melakukan pembunuhan dengan cara tertentu, secara sadar dan memperhitungkan untung-rugi. Dengan kata lain, seorang yang melakukan pembunuhan rata-rata sudah memperhitungkan untung-rugi pilihan tindakannya.

Dalam kasus pembunuhan keluarga di Magelang, pelaku menggunakan racun. Dari segi biaya, racun dinilai murah dan efektif hasilnya.

Mutilasi juga termasuk 'kreativitas' yang dilakukan pelaku pembunuhan. Mutilasi spesifik bertujuan untuk mempermudah menghilangkan jejak pembunuhan.

"Pelaku membuang, menyembunyikan, dan menghilangkan identitas korban. Itulah mengapa orang mutilasi sebagai cara cuci tangan. Kasus mutilasi banyak tidak terungkap. Beda kalau dibuang berupa mayat begitu saja, kemungkinan bisa dikenali," katanya.

Meski terlihat beragam, sebenarnya tren kasus pembunuhan mayoritas karena faktor ekonomi. Menurut Ardi, motif ekonomi ini masih terbilang tinggi dan itu tidak bisa lepas dari kondisi perekonomian masyarakat.

Saat dilihat lebih luas lagi, kasus pembunuhan ini bisa dikaitkan dengan pandemi Covid-19. Dalam situasi pandemi, orang kehilangan mata pencaharian, hilang harapan, depresi dan kondisi psikologis lain.

"Awalnya tiap hari ke kantor, lalu tiap hari di rumah. [Depresi] lalu muncul domestic case, ternyata dia stres menghadapi istri. Muncul pembunuhan terencana. Lalu penggunaan media sosial, muncul perselingkuhan, [memicu kasus pembunuhan karena cemburu]," imbuhnya.

Selain motif ekonomi, pembunuhan terlebih dengan cara-cara 'kreatif' bisa muncul karena terinspirasi dari persidangan kasus secara terbuka. Dalam sidang, biasanya cara-cara pembunuhan dijabarkan dengan detail.

Tontonan, serial atau film pun bisa menumbuhkan inspirasi cara membunuh. Orang terpengaruh secara psikologis berkat tontonan bernuansa kekejaman, pembunuhan atau sesuatu yang mengerikan. Beruntung kini tontonan dipilah berdasar usia.

"Pembunuhan itu enggak hanya single factor. Ada pengaruh atau eksposur hal lain. Ada juga pembunuhan untuk membangkitkan konflik seperti kasus mutilasi di Poso pada 2006. Itu faktor dendam, provokasi," katanya.

(roi)