Pemkab Jember Eliminasi 1.670 Orang Pegawai Non ASN

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember merespon dugaan praktek manipulasi data pengangkatan pegawai non ASN.

Oct 24, 2022 - 14:22
Pemkab Jember Eliminasi 1.670 Orang Pegawai Non ASN
Upacara oleh pegawai di lingkungan Pemkab Jember. (nusadaily.com/ Sutrisno)

NUSADAILY.COM - JEMBER - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember merespon dugaan praktek manipulasi data pengangkatan pegawai non ASN.

 

Sementara ini, baru 1.670 orang yang terbuang dari daftar abdi negara dengan kode THK II dan non THK II tersebut.

 

Jumlah eliminasi berdasarkan rilis resmi Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Jember yang menyebut pegawai non ASN semula 9.690 orang, kemudian berkurang menjadi 8.020 orang.

 

Kepala BKPSDM Jember, Suko Winarno menjelaskan, pengurangan pegawai non ASN merujuk dari hasil verifikasi, dan validasi data aparatur sekaligus sanggahan atau pengaduan masyarakat dalam dua kali proses uji publik.

 

Keputusan eliminasi terhadap 1.670 orang bukan hanya mengacu ketentuan Badan Kepegawaian Nasional (BKN) yang melarang pengangkatan non ASN untuk tugas sopir, satpam, dan tenaga kebersihan.

 

Menurut Suko, eliminasi tersebut juga berasal dari temuan yang mengarah ke terjadinya praktek pelanggaran prosedur maupun ketentuan syarat pengangkatan pegawai non ASN.

 

Temuan atas dugaan pelanggaran pada akhirnya membuat sejumlah pegawai mengundurkan diri. Pernyataan mundur sebagai langkah logis daripada mereka kelak bermasalah dengan hukum.

 

"Ya, seperti itu ada sejumlah orang yang mengundurkan diri. Kami menyampaikan ke mereka mumpung ada kesempatan akui data sebenarnya, jika ada yang tidak masuk kriteria segera diperiksa kembali," beber Suko.

 

Penindakan untuk menghapus pegawai non ASN belum sepenuhnya berhenti. Jika ternyata, di belakang hari masih saja ditemukan ketidaksesuaian, maka dilakukan eliminasi susulan oleh BKPSDM.

 

"Ini tidak benar-benar final, karena mungkin ada lagi yang tidak sesuai bisa dibatalkan. Pengaduan masyarakat bisa langsung ke BKPSDM lewat surat, kemudian kami akan tindaklanjuti," ujarnya.

 

Koordinator Government Corruption Watch (GCW) Andi Sungkono ragu BKPSDM bertindak serius dalam memvalidasi pegawai non ASN.

 

Sebab, temuan GCW saat menganalisa data uji publik tahap I terdapat pegawai non ASN sebanyak 2.458 orang yang diduga kuat memanipulasi waktu penerbitan surat keputusan (SK) pengangkatan.

 

Andi mengungkapkan, sebanyak 2.458 orang itu mengklaim masa kerjanya 1 tahun 0 bulan dengan dasar mendapat SK pengangkatan antara Desember 2020 sampai Maret 2021.

 

"Jelas tidak dapat dibenarkan ada SK terbit untuk pegawai baru di rentang waktu tersebut. Karena ketika itu Jember sedang Pilkada sampai masa transisi untuk penggantian kepala daerah. Jember juga belum punya Perda APBD sampai Mei 2021," ulasnya.

 

GCW menuntut penjatuhan sanksi terhadap seluruh pejabat yang terlibat manipulasi penerbitan SK. Bahkan, dikembangkan pada pengusutan kemungkinan besar ada keterlibatan politisi di dalam pengangkatan pegawai non ASN.

 

"Sangat terasa nuansa kolusi pejabat dengan politisi atau orang berpengaruh. Indikasinya: SK dimanipulasi, informasi uji publik tidak transparan, dan DPRD diam saja awalnya. DPRD belakangan bersuara setelah banyak tekanan publik. Itu pun suaranya masih setengah hati, dan sumir," kritik Andi.

 

Memang, kalangan DPRD baru mulai menunjukkan reaksi setelah berselang lama masalah pegawai non ASN bergulir menggelinding menjadi problem sosial. Sebagian dari tujuh fraksi di DPRD turut menyoal kaitan masalah itu saat sidang paripurna pandangan umum fraksi-fraksi tanggal 20 Oktober 2022 lalu.

 

Sehari berikutnya, Bupati Jember Hendy Siswanto menegaskan, dirinya membentuk tim untuk menelusuri akar persoalan pegawai non ASN. Apabila memperoleh bukti pelanggaran oleh pejabat, maka dia akan menjatuhkan sanksi.

 

"Terkait pendataan non ASN dalam lingkup OPD akan dilakukan proses verval oleh tim gabungan BKPSDM, Inspektorat, Bagian Hukum dan OPD terkait. Ini sudah dilakukan proses pemeriksaan dan akan ada tindakan sanksi tegas sesuai regulasi," ucap Hendy. (sut)