Pemilik Kedaulatan yang Tersingkir dari Pestanya
Oleh: Rudi Gos Setiawan (Lembaga Swadaya Masyarakat Swastika).
"Pokok tidak ada uang pengganti kerja, KAMI tidak nyoblos."
Sebuah fakta yang miris ditengah hiruk pikuknya pesta. Dan ini menjadi potret kusutnya situasi dalam memandang arti sebuah Pemilu. Dan Masyarakat selalu menjadi obyek kekusutan dari ketidakprofesionalan para penyelenggara Pemilu, ambisi dari para calon, serta tidak pahamnya team sukses akan peran yang harus dikerjakan dalam menerjemahkan visi misi dan program dari sang calon untuk kebutuhan menarik simpatik.
Sejatinya… Pemilu atau dalam konteks ini Pilkada Kabupaten Magetan adalah sebuah pesta untuk memilih Pemimpin dimana setiap warga harus mengetahui hak dan kewajiban dalam menggunakan hak untuk memilih menjadi hak yang mendasar.
Melalui hak tersebut, setiap warga negara akan memiliki kesempatan untuk memilih dengan cermat calon pemimpin yang di masa depan dianggap mampu untuk memimpin dan mengambil keputusan yang terbaik demi kepentingan rakyatnya.
Sehingga sebagai pemilih yang baik, tentu harus mempertimbangkan dengan matang calon yang akan kita pilih. Tidak hanya itu, sebagai pemilih kita juga harus memperhatikan program, visi dan misi, serta rekam jejak dari setiap calon tersebut.
Padahal……Meningkatnya keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu), menunjukan semakin kuatnya tatanan demokrasi dalam sebuah negara. Dalam berdemokrasi, keterlibatan rakyat dalam setiap penyelenggaraan yang dilakukan negara adalah sebuah keniscayaan (keharusan yang tidak bisa tidak).
Rakyat menjadi factor yang sangat penting dalam tatanan demokrasi, karena demokrasi mendasarkan pada logika persamaan dan gagasan bahwa pemerintah memerlukan persetujuan dari yang diperintah. Untuk itu, penyelenggaraan pemilu sebagai sarana dalam melaksanakan demokrasi, tentu saja tidak boleh dilepaskan dari adanya keterlibatan masyarakat.
Yang terjadi…. Mengapa tingkat partisipasi pemilih bisa rendah? Berikut faktor-faktor yang secara potensial dapat mengakibatkan rendahnya tingkat partisipasi pemilih pada suatu Pemilu. Alasanya adalah :
1. Sosialisasi kurang masif
Pertama, partisipasi pemilih rendah bisa disebabkan oleh karena miskinnya informasi dan pengetahuan seputar kepemiluan yang diterima masyarakat. Situasi ini terjadi karena sosialisasi Pemilu yang kurang masif dilakukan. Sosialisasi tidak menyasar lapisan-lapisan masyarakat pemilih yang tersebar di berbagai Kawasan.
Faktanya tidaklah demikian. Asumsi itu hanya berlaku di lingkungan masyarakat urban dan pinggiran perkotaan yang memiliki kemudahan mengakses informasi. Sementara warga yang tinggal jauh di kawasan pegunungan, kampung dan desa yang jumlahnya tidak sedikit tentu tidak selalu mudah menerima informasi.
2. Rendahnya kesadaran pemilu
Rendahnya tingkat partisipasi pemilih dalam suatu Pemilu juga bisa disebabkan oleh kesadaran bernegara, atau lebih tepatnya kesadaran politik elektoral yang rendah. Tingkat pendidikan yang rendah, keluasan bersosialisasi atau interaksi sosial sebagai warga negara yang sempit, serta jarangnya memperoleh informasi dan partisipasi politik dalam kehidupan keseharian sebagai warga negara bisa menjadi pemicu rendahnya kesadaran bernegara ini.
Dalam konteks ini sebagian masyarakat masih melihat dan memahami Pemilu sebagai peristiwa biasa, rutinitas kenegaraan yang tidak akan berdampak apa pun pada kehidupan mereka. Karena itu, datang atau tidak datang ke TPS, menggunakan atau tidak menggunakan hak pilih dianggap biasa saja. Tidak akan memberikan dampak apa pun pada kehidupan mereka sebagai warga negara.
3. Dukungan pemerintah kurang maksimal
Faktor keempat yang bisa menjadi penyebab tingkat partisipasi pemilih menjadi rendah adalah lemahnya komitmen dan dukungan pemerintah untuk menyukseskan Pemilu. Dalam hal ini terutama struktur pemerintah di bawah yang paling dekat dengan pemilih, yakni Pemerintahan Kecamatan dan Pemerintahan Desa/Kelurahan beserta seluruh perangkatnya.
Dukungan dimaksud bisa berupa minimal fasilitas sarana dan prasarana serta komitmen dan sikap mendukung pelaksanaan Pemilu dalam bentuk misalnya sosialisasi dan ajakan kepada warga yang secara terus-menerus dan masif dilakukan.
5. Kekecewaan rakyat
Faktor terakhir yang bisa membuat masyarakat pemilih malas, atau bahkan menolak datang ke TPS dan menggunakan hak pilihnya. Atau dengan kata lain mereka sadar memilih Golput dalam Pemilu karena dipicu oleh kekecewaan terhadap pemerintah.
Mereka kecewa terhadap kebijakan-kebijakan politik yang dianggapnya tidak berpihak pada rakyat. Kecewa terhadap program-program pembangunan yang katanya untuk rakyat, tapi baru akan dimulai saja sudah menyengsarakan rakyat.
Lantas mengapa angka partisipasi pemilih harus tinggi? Karena partisipasi pemilih berhubungan dengan sisi legitimasi politik. Dalam sudut pandang moralitas demokrasi elektoral, rendahnya angka partisipasi pemilih dianggap mencerminkan rendahnya legitimasi (keabsahan) politik para pemimpin yang terpilih.
Bagaimana meningkatkatkan peran serta Masyarakat dalam Pemilu ???
Adalah menjadi tanggungjawab pemerintah dengan melibatkan stakeholder berupaya untuk meningkatkan peran masyarakat dalam pemilu sebagai proses demokratisasi yang sudah berjalan di Indonesia. Bahwa peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemilu tidak semata-mata tanggungjawab penyelenggara KPU, tetapi peran partai poliitik cukup besar, disamping stakeholder yang lain.
1. Pendidikan politik rakyat
Pendidikan politik merupakan suatu proses dialogik diantara pemberi dan penerima pesan. Melalui proses ini para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya dari berbagai pihak dalam sistem politik seperti sekolah, pemerintah, dan partai politik. Yang pada muaranya, Masyarakat harus paham akan hak dan kewajibanya sebagai warga Negara.
2. Memaksimalkan fungsi partai politik
Tujuan parpol adalah untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan guna melaksanakan /mewujudkan program-program yang telah mereka susun sesuai dengan ideologi tertentu. Oleh karena itu maka untuk mencapai tujuannya tersebut maka partai politik memiliki fungsi. Menurut UU no 2 tahun 2008 bahwa partai poliitik berfungsi sebagai sarana:
• Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara indonesia yang sadar akan hak dan kewajibanya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
• Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan keatuan bangsa indonesia untuk kesejahteraan masyarakat.
• Penyerap, penghimpun dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara.
• Partisipasi warga negara indonesia.
• Rekruitmen plolitik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaran dan keadilan geneder.
Namun saat ini yang terjadi adalah…… masyarakat berjalan sendiri dalam mencari dan menemukan Demokrasinya tanpa pendamping untuk menuntunya. Partai Politik, Ormas atau Lembaga Swadaya Masyarakat, Pemerintah, penyelenggara dan Pengawas Pemilu semakin menjauh dengan kepentingan masing masing.
Sang pemilik kedaulatan semakin tertatih dan terseok serta terpinggirkan dalam sebuah pesta yang mestinya menjadi tuan dari pesta tersebut. Pola pola pembodohan masih saja dengan jelas tersuguh didepan mata tentang bagaimana agar masyarakat dengan mudah diombang ambingkan oleh kepentingan sesaat dari para para stakeholder.
Tidak netralnya ASN, Money politic, janji janji politic Paslon yang tidak realistis, intimidasi, tidak profesionalnya para penyelenggara dan pengawas Pemilu, berpihak dan mengabdinya Ormas atau LSM, Media dan Lembaga Survey pada Paslon tertentu merupakan Proses proses pembodohan yang tampak didepan hidung kita.
Saat ini pestanya Rakyat. Ayo Kita tempatkan Rakyat dalam pesta ini pada tempat yang semestinya sebagai tuan rumah dimana kita selayaknya sebagai pelayan yang harus melayani dan mengabdi dengan profesionalisme yang tinggi. Dan jangan biarkan Rakyat asing dalam pestanya.
Akhirnya….. atas nama pemilik kedaulatan dan Demokrasi yang sejati, ayo kita tinggalkan sejarah yang manis demi Generasi berikutnya dan jangan sampai kita tercatat dengan tinta merah sebagai bagian dari generasi perusak Demokrasi dengan jalan melaksanakan kapasitas kita masing masing secara bertantanggungjawab dan professional sehingga melalui proses Pemilu yang sesuai azasnya semoga terpilih Pemimpin yang benar benar bisa mengurai dan memberikan solusi dari berbagai permasalahan yang ada pada Masyarakat sehingga tercipta Masyarakat yang adil dan makmur. Bukan pemimpin yang malah akan membebani Masyarakatnya.