Pembelajaran Mikro di Era Digital

Beberapa waktu yang lalu saya berdiskusi dengan beberapa rekan dosen terkait penggunaan telepon pintar di kelas. Beberapa orang menyarankan sebaiknya mahasiswa tidak diperkenankan untuk mengakses telepon pintar mereka ketika perkuliahan berlangsung.

Apr 4, 2023 - 00:01
Pembelajaran Mikro di Era Digital
Ilustrasi. (Foto: Istimewa)

Oleh : Siti Asmiyah

Beberapa waktu yang lalu saya berdiskusi dengan beberapa rekan dosen terkait penggunaan telepon pintar di kelas. Beberapa orang menyarankan sebaiknya mahasiswa tidak diperkenankan untuk mengakses telepon pintar mereka ketika perkuliahan berlangsung. Sebagian yang lain mengaminkan penggunaan telepon pintar karena memudahkan untuk membagikan materi. Selain itu, terkadang  juga ada beberapa aplikasi dan permainan yang perlu di akses dengan menggunakan telepon pintar.

Saya sendiri membolehkan mahasiswa mengakses telepon pintar mereka di kelas. Pertimbangan saya adalah diizinkan ataupun tidak diizinkan toh mahasiswa akan tetap secara sembunyi-sembunyi mengaksesnya. Entah dengan cara mencari sela saat saya tidak memerhatikan mereka atau dengan mengintipnya di dalam tas. Daripada mereka justru tidak dapat berkonsentrasi karena terpecah pikiran untuk membuka  sosial media mereka, lebih baik sekalian saja mereka diizinkan.

Tantangannya kemudian adalah bagaimana saya dapat menggunakan kesempatan mengakses telepon pintar ini untuk tujuan pembelajaran. Diakui atau tidak generasi Z memiliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap perangkat elektronik dan komunikasi yang satu ini.

Saya teringat ada sebuah ajaran yang disampaikan oleh Ali bin Abi Thalib yang cukup populer. Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya karena dia hidup tidak di zamanmu. Sebagai orang yang terlahir di era 90-an, saya masuk dalam kelompok Gen X. Meskipun pada generasi ini teknologi sudah mulai berkembang dengan pesat, namun belum secanggih sekarang.

Meskipun pada tahun 1969 sudah mulai ada internet, baru tahun 90-an lah internet masuk di Indonesia. Saya sendiri mengenal internet baru di tahun 2006 ketika belajar membuat email untuk mendaftar beasiswa.

Mengingat pesan dari salah satu khulafaur rasyidin di atas, maka penggunaan teknologi utamanya teknologi digital dalam pembelajaran sudah tak terelakkan lagi. Hal ini lebih karena memang sudah masanya. Meskipun saya mungkin tergolong dalam digital immigrant, saya harus tetap berupaya untuk mengintegrasikan teknologi dalam pembelajaran. Alasan utamanya adalah karena mahasiswa saya Gen Z, digital native. Sehingga, saya harus mengajar mereka sesuai dengan zaman mereka.

Tantangan penggunaan teknologi informasi dalam pembelajaran sangatlah banyak. Diantaranya adalah ketersediaan perangkat dan jaringan internet. Namun, tantangan terbesarnya saya pikir justru bagaimana mengatasi kejenuhan mahasiswa.

Kegiatan pembelajaran dengan telekonferensi daring dalam durasi satu jam saja sudah cukup menjemukan. Demikian juga jika mahasiswa diminta untuk menonton YouTube materi pembelajaran. Jika video YouTubenya adalah drama Korea, mungkin mereka akan betah. Namun, jika videonya adalah materi, besar kemungkinan mereka juga akan jenuh.

Kejenuhan terhadap media ataupun materi pembelajaran dalam bentuk digital maupun daring sepertinya dipicu oleh menurunnya tingkat konsentrasi generasi zaman sekarang. Penelitian oleh Microsoft Corporation menunjukkan adanya penurunan ini. Melibatkan kurang lebih 2000 orang di Kanada, hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat konsentrasi orang secara rata-rata menurun dari 12 menit ke lima dan maksimal delapan menit. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa semakin sering kita mengakses telepon pintar, semakin rendah tingkat konsentrasi kita.

Fenomena di atas menunjukkan bahwa teknologi telah menjadi pedang bermata dua. Disatu sisi, kita tidak dapat meninggalkan teknologi karena telah menjadi tuntutan dan karena efektifitas dan efisiensi yang ditawarkan. Disisi lain ada tantangan yang berkaitan dengan potensi menurunnya daya konsentrasi. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghadapi tantangan ini adalah dengan menggunakan pembelajaran mikro.

Pembelajaran mikro merupakan proses pembelajaran yang dikemas dalam bagian-bagian kecil untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa. Materi dan kegiatan pembelajaran dibuat sedemikian rupa sehingga per bagian tidak lebih dari lima menit. Tentu saja, pembelajaran mikro ini tidak dapat dipisahkan dengan penggunaan teknologi di dalamnya.

Dengan desain materi yang dibuat dalam bagian-bagian kecil per lima menitan ini, tujuan menjadi semakin jelas, lebih terstruktur dan lebih mudah diikuti oleh mahasiswa. Selain itu, bagian kecil lima menitan ini sekaligus juga menjadi jawaban terhadap tantangan tingkat konsentrasi yang pendek.

Selain keseuaian dengan tingkat konsentrasi, pembelajaran mikro juga memberikan beberapa keuntungan. Untuk pebelajar dewasa, pembelajaran mikro dapat menumbuhkan otonomi belajar. Mereka dapat menyesuaikan dengan kecepatan belajar masing-masing dan lebih mandiri.

Selain itu, secara konten, pembelajaran mikro dapat dengan mudah direview, direvisi dan diadaptasi. Bayangkan jika pembelajaran menggunakan video yang panjang. Jika kita ingin menambahkan atau merubah isinya, tentu akan lebih sulit dibandingkan jika videonya pendek.

Keuntungan lain dari pembelajaran mikro adalah kecepatan dan ketepatan. Untuk dapat menampilkan materi dalam sebuah infografik yang dapat dibaca dan dipahami dalam lima menit, misalnya, kita perlu sangat selektif. Kita harus memilih informasi yang paling relevan dengan tampilan grafik yang paling mudah dibaca.

Selain itu, pembelajaran mikro juga dapat memfasilitasi retensi terhadap materi. Bayangkan jika kita harus membaca sebuah power point yang berisi 40 halaman slide. Tentu akan lebih lebih sedikit yang dapat kita ingat jika dibandingkan dengan membaca hanya lima slide hinga 10 slide saja.

Ada beberapa teknologi yang dapat kita gunakan untuk memfasilitasi pembelajaran mikro. Diantaranya adalah video dan video interaktif, presentasi dan PDF interaktif, animasi, infografik, gamifikasi, media sosial, kecerdasan buatan (AI), realitas tertambah (AR). Kita juga dapat menggunakan kode cepat (QR Code). Tentu penggunaan media ini harus kita sesuaikan dengan kebutuhan mahasiswa.

Meskipun banyak alternatif media yang dapat kita gunakan untuk memfasilitasi pembelajaran mikro, esensi sesungguhnya dari pembelajaran ini terletak pada kecermatan kita mendesain pembelajaran. Desain yang tidak cermat dan tepat justru dapat memunculkan kekurangan dalam pembelajaran. Oleh karena itu, dalam mendesain, kita perlu memerhatikan beberapa hal.

Kita harus paham betul skemata dan scaffolding dari kompetensi dan materi. Hal ini agar pengorganisasiannya dapat disesuaikan dengan hubungan antar materi dan kompleksitasnya. Jika materi terlalu kompleks, kita harus cermat dalam membaginya kedalam sub-sub materi yang kira-kira dapat diselesaikan dalam lima menit.

Kita juga harus cermat dalam memilih media yang sesuai. Media yang digunakan harus sesuai dengan kebutuhan peserta didik, menarik dan yang lebih penting, interaktif dan berkualitas. Tentu kita juga harus mengingat bahwa media apapun yang digunakan, pastikan waktu yang digunakan untuk mengaksesnya secara tuntas tidak lebih dari 12 menit. Selain itu, kegiatan dan tugas yang harus diselesaikan oleh peserta didik harus menuntut daya kritis. Gunakan berbagai bentuk penugasan agar mahasiswa dapat menunjukkan pengetahuan dan keterampilannya.

Kita dapat misalnya meminta mereka untuk membuat video pendek atau membuat infografik tentang topik tertentu. Pastikan juga bahwa materi dan media yang kita gunakan dapat diakses kapan saja dan di mana saja. Dan yang tidak kalah penting adalah kita perlu menciptakan sebuah komunitas belajar. Di sini kita dapat menggunakan system manajemen pembelajaran ataupun sosial media. Melalui komunitas belajar ini mahasiswa dapat saling bertukar informasi, berdiskusi dan memberi masukan.

Era teknologi informasi dan digital telah membawa banyak perubahan dalam kita bersikap dan berperilaku, termasuk dalam cara kita belajar. Akses terhadap teknologi, terutama yang berbasis telepon pintar, telah memaksa kita untuk mengakses banyak hal dan beragam bentuk pada waktu yang bersamaan.

Hal ini yang kemudian mengurangi daya konsentrasi kita. Pembelajaran mikro dapat menjadi sebuah solusi bagi tantangan ini. Dengan perencanaan dan desain yang tepat dan cermat, kita akan dapat memfasilitasi pembelajaran mahasiswa sesuai dengan zamannya, zaman teknologi digital, zaman serba cepat.

 

Dr. Siti Asmiyah, M.TESOL adalah dosen Prodi Pendidikan Bahasa Inggris, Sekretaris Pusat Studi Service Learning UIN Sunan Ampel Surabaya dan Koordinator Kerjasama Luar Negeri Perkumpulan Ilmuan Sosial Humaniora Indonesia (PISHI).