Peduli Perkembangan Bahasa Daerah, PISHI dan Nusadaily Gelar TIBS-22
NUSADAILY.COM – MALANG - Merasa peduli serta turut berperan mencermati dan mengaji perkembangan dialek bahasa Jawa, Perkumpulan Ilmuwan Sosial Humaniora Indonesia (PISHI) bekerjasama dengan Nusadaily.com menyelenggarakan Temu Ilmiah Bahasa dan Sastra (TIBS) ke-22 (9/11/2024). Acara yang dipandu oleh moderator Dr. Siti Asmiyah, M.Hum. dosen Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) ini mengambil tema Dialek Bahasa Jawa di Tengah Masyarakat Global: Potensi dan Tantangannya.
Dalam sambutannya, Dr. Sulistyani, M.Pd., Ketua Dewan Pengawas PISHI menyampaikan bahwa bahasa Jawa adalah salah satu bahasa daerah yang digunakan oleh masyarakat di pulau Jawa yang memiliki berbagai dialek seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Jogjakarta dan sebagainya. Berbagai dialek btersebut mencerminkan keragaman budaya dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dan tradisi yang tercermin dalam berbagai bentuk sastra seperti puisi, cerita rakyat, teater, dan lain-lain.
Dosen Universitas Nusantara PGRI Kediri ini menambahkan bahwa dialek-dialek ini selain menjadi alat komunikasi, juga menjasi simbol identitas dan warisan budaya yang mendalam. Meskipun begitu, berkembangnya teknologi, modernisasi, dan globalisasi membuat penggunaan dialek bahasa ini semakin berkurang terutama di kalangan kaum muda. Oleh karena itu, jangan sampai punah, upaya pelestarian dialek bahasa ini harus dilakukan demi keberlanjutan budaya dan identitas masyarakat. Pendidikan, kegiatan budaya, dan dukungan kebijakan sedapatnya digalakkan agar generasi mendatang dapat terus menghargai dan merayakan warisan budaya yang ada.
Dalam forum yang dihadiri 200-an peserta ini tampil sebagai pemakalah pertama adalah sastrawan Jawa Tulus Setiadi, S.T.P. Dalam presentasinya, ia menyatakan bahwa pembelajaran bahasa dan sastra Jawa harus bisa menumbuhkan karakter yang berbudi pakarti luhur. Anak dibiasakan untuk komunikatif dengan bahasa ibunya baik di lingkungan keluarga, masyarakat atupun sekolahan. Peraih Sutasoma Award tahun 2017 dari Balai Bahasa Jawa Timur, katagori sastra daerah terbaik ini menambahkan bahwa hal tersebut untuk membangun suasana yang nyaman dalam memberikan pelajaran bahasa Jawa, juga memberikan kebebasan berkreatif pada anak untuk mentransformasi bahasa ibunya.
Dalam paparan makalahnya yang berjudul “Menelusuri Dialek Bahasa Jawa di Cirebon,” Dr. Drs. Supriatnoko, M.Hum. memaparkan bahwa menelusuri bahasa Jawa di Cirebon, kita akan menemukan sebutan Basa Cerbon atau Basa Crebon bagi penuturnya di Cirebon. Secara linguistik, Basa Cerbon termasuk dialek bahasa Jawa, tetapi kosakata bahasa Jawa Kuna akan ditemukan dalam bahasa Jawa di Cirebon. Di samping itu, akibat dari sentuh bahasa dengan bahasa Sunda, bahasa Jawa di Cirebon menyerap kosa kata bahasa Sunda yang pada penggunaannya mengalami perubahan makna.
“Uniknya, penutur bahasa Jawa di Cirebon mampu mencipakan kosakata hibrid ataupun kosakata baru yang memiliki makna sama dengan kosakata yang digunakan dalam bahasa Sunda atau bahasa Jawa. Bagi penuturnya di Cirebon, basa Cerbon merupakan penanda jati diri mereka yang membedakannya dari penutur bahasa Jawa lainnya, “ tambah dosen Politeknik Negeri Jakarta ini.
Sementara itu Dr. Dewi Kencanawati, M.Pd. mempresentasikan makalahnya yang berjudul “Variety of Language Use in Bumi Panji.” Menurut dosen Universitas Nusantara PGRI Kediri ini, bahasa Jawa merupakan salah satu bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi di Bumi Panji, Kediri. bahasa Jawa Mataraman Wetan merupakan jenis bahasa Jawa halus yang dipakai oleh masyarakat Kediri- bekas wilayah kekuasaaan Kesultanan Mataram. Dialek yang dipakai dalam berkomunikasi memiliki penciri yang berkembang luas di masyarakat. Hal ini memperkaya kasanah budaya luhur Bangsa Indonesia. Dengan dialek nya yang berbeda dengan daerah lain, Bahasa Jawa Mataraman Wetan yang dipakai di Bumi Panji menunjukkan asal daerah penuturnya.
Dr. Aris Wuryantoro, M.Hum., dosen Universitas PGRI Madiun dalam makalahnya yang berjuduk “Dialek Bahasa Jawa Banyumasan: Dari Rural Hingga Viral” menjelaskan bahwa Banyumasan merupakan salah satu dialek bahasa Jawa yang memiliki ciri khas tersendiri. Dialek ini berkembang di wilayah Jawa Tengah bagian barat, mulai dari pantai utara hingga pantai selatan. Dahulu orang Banyumasan merasa malu untuk menggunakan dialek Banyumasan di muka umum karena dianggap kampungan, norak, dan kurang modern. Seiring berjalannya waktu, dialek Jawa Banyumasan menjadi daya tarik bagi para content creator. Hal ini ditandai dengan bermunculannya kanal-kanal Youtube bahkan program acara di televisi swasta nasional yang mengeksplorasi cerita-cerita yang menggunakan dialek Banyumasan.
Temu Ilmiah Bahasa dan Sastra (TIBS) adalah salah satu agenda rutin yang diselenggarakan tiap bulan oleh Perkumpulan Ilmuwan Sosial Humaniora Indonesia (PISHI). Selain TIBS, secara berkala PISHI juga menyelenggarakan Diskusi Publik dan Dialog Kebangsaan. Tiap anggota PISHI memiliki hak untuk mengusulkan topik seminar, sekaligus menjadi narasumbernya. Yang berminat menjadi anggota PISHI bisa mengisi formulir dengan klik di sini. (wan) (wan)