Partai Gelora Sebut Pendukung Pileg Tertutup Adalah Partai Haus Kekuasaan

"Partai-partai ini hanya haus kekuasaan, tetapi tidak mau berpikir. Saya kira ini harus menjadi wake up call (panggilan untuk membangunkan seseorang, red) bagi kita, bahwa sistem totaliter ingin diimplan secara lebih permanen di dalam negara kita. Ini berbahaya sekali," kata Fahri dalam keterangannya, Jumat (30/12).

Dec 31, 2022 - 01:53
Partai Gelora Sebut Pendukung Pileg Tertutup Adalah Partai Haus Kekuasaan

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah menuding partai yang mendukung sistem pemilihan proporsional tertutup untuk pemilihan legislatif atau Pileg 2024, adalah partai haus kekuasaan.

Fahri mengatakan dalam benak mereka yang terpikir hanya menang dan bisa berkuasa, serta tidak peduli apakah hal itu diperoleh secara demokratis atau tidak.

"Partai-partai ini hanya haus kekuasaan, tetapi tidak mau berpikir. Saya kira ini harus menjadi wake up call (panggilan untuk membangunkan seseorang, red) bagi kita, bahwa sistem totaliter ingin diimplan secara lebih permanen di dalam negara kita. Ini berbahaya sekali," kata Fahri dalam keterangannya, Jumat (30/12).

Fahri juga mengkritik Ketua KPU Hasyim Asy'ari soal peluang penerapan sistem pemilihan proporsional tertutup untuk pileg. Dia menduga pernyataan Hasyim didorong oleh partai tertentu untuk melanggengkan kekuasaannya.

"Kalau betul Ketua KPU (Hasyim Asyari) didorong partai politik untuk mengakhiri pencoblosan nama calon pejabat, khususnya wakil rakyat yang kita pilih. Itu artinya, kita sudah masuk era politik partai komunis, yang ingin menguasai dan mengontrol seluruh pejabat publik, khususnya anggota legislatif," kata Fahri.

Dia khawatir penerapan sistem pemilu proporsional tertutup hanya akan membuat posisi partai semakin besar di mata negara. Sebab, partai memiliki wewenang penuh untuk menentukan nomor urut untuk kader-kader mereka dalam pemilu.

Sebelumnya, Ketua KPU RI Hasyim Asyari mengatakan Pemilu 2024 kemungkinan akan menggunakan sistem proporsional tertutup atau memilih partai bukan caleg. Kemungkinan tersebut, saat ini sedang disidangkan di Mahkmah Konstitusi.

Sejumlah politisi mengajukan uji materi terhadap UU No. 7 tahun 2019 atau UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi. Mereka meminta MK membatalkan pasal 168 ayat 2 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945.

Jika MK mengabulkan gugatan itu, maka sistem proporsional daftar calon tertutup akan kembali diterapkan. Surat suara dalam pemilu hanya mencantumkan partai politik. Apabila partai politik menang dan mendapat jatah kursi, mereka berhak menentukan orang yang akan duduk di kursi itu.

Salah satu partai yang mendukung sistem proporsional tertutup pada Pileg 2024 adalah PDIP. Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto mengungkap sistem proporsional terbuka selama ini telah menciptakan liberalisasi politik di Indonesia.

Menurutnya, liberalisasi politik berdampak pada munculnya kapitalisasi politik, persaingan politik yang tak sehat, hingga lahirnya oligarki.

Sehingga, menurut Hasto, sesuai hasil Kongres kelima, PDIP menilai sistem proporsional tertutup telah sesuai konstitusi. Pihaknya ingin agar dalam pemilihan legislatif, hanya partai yang menjadi representasi bagi pemilih.

"Saya melakukan penelitian secara khusus dalam program doktoral saya di UI, di mana liberalisasi politik telah mendorong partai-partai menjadi partai elektoral," kata Hasto dalam jumpa pers akhir tahun yang disiarkan secara daring, Jumat (30/12).

"Dan kemudian menciptakan dampak kapitalisasi politik, munculnya oligarki politik, kemudian persaingan bebas dengan segala cara," imbuhnya.

Sistem proporsional tertutup pernah diterapkan di Indonesia sepanjang pemerintahan Orde Baru dan terakhir pada Pemilu 1999. Sistem tersebut kemudian diubah mulai Pemilu 2004.

Sistem proporsional tertutup memungkinkan pemilih dalam pemilihan legislatif hanya memilih partai, dan bukan calon. Jika sistem itu diberlakukan, surat suara hanya akan berisi nama, nomor urut, dan logo partai.(sir/han)