Pakar Politik Unair Bela PDIP soal Penggalan Pidato Megawati ‘Jokowi Kasihan Dah’

Menurut dia, hal itu terjadi karena ada yang mengambil kemanfaatan pidato Megawati untuk falsifikasi makna politik. Berbagai potongan video dan kalimat di media sosial atau media massa mencerminkan, bahwa betapa manipulasi politik dipandang sebagai sarana pengaruh ideologis, spiritual dan psikologis pada kesadaran massa untuk memaksakan ide dan nilai tertentu; pengaruh yang disengaja pada opini publik dan perilaku politik untuk mengarahkan mereka dengan cara tertentu.

Jan 16, 2023 - 02:03
Pakar Politik Unair Bela PDIP soal Penggalan Pidato Megawati ‘Jokowi Kasihan Dah’
HUT ke 50 PDIP Foto CNNIndonesia.com

NUSADAILY.COM – SURABAYA - Pakar Politik Universitas Airlangga (Unair) Haryadi menilai, potongan video dan kalimat pidato Megawati Soekarnoputri dalam HUT ke-50 PDIP di media sosial cenderung mengarah upaya pembenturan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Semua dilakukan lewat narasi di media massa partisan. Seakan PDI Perjuangan pamer kuasa di hadapan Presiden Jokowi. Bahkan beberapa pengamat di media partisan itu menyatakan, bahwa Presiden Jokowi merupakan subordinat PDI Perjuangan," kata Haryadi dalam keterangannya, Sabtu (14/1).

Menurut dia, hal itu terjadi karena ada yang mengambil kemanfaatan pidato Megawati untuk falsifikasi makna politik. Berbagai potongan video dan kalimat di media sosial atau media massa mencerminkan, bahwa betapa manipulasi politik dipandang sebagai sarana pengaruh ideologis, spiritual dan psikologis pada kesadaran massa untuk memaksakan ide dan nilai tertentu; pengaruh yang disengaja pada opini publik dan perilaku politik untuk mengarahkan mereka dengan cara tertentu.

Haryadi mengatakan, cara yang dilakukan Megawati merupakan pesan kekeluargaan yang akrab, seperti layaknya Ibu kepada anak-anaknya. Dalam prosesi perayaan HUT itu, justru dibelokkan maknanya sebagai subordinasi PDIP terhadap Jokowi.

Padahal, perlu dipahami pula memang acara itu dimaksudkan sebagai perayaan di dalam keluarga besar dan masyarakat biasa. Sebab sejak awal didisain merupakan acara internal partai.

Yang paling banyak diundang hadir adalah level akar rumput yaitu pengurus ranting partai dan Satgas Cakra Buana. Karena itu, pimpinan partai politik lain yang merupakan level elite memang tak diundang. Bahkan level menteri di kabinet Presiden Joko Widodo tak semuanya diundang.

"Laiknya dalam keluarga, bisa lebih terbuka dalam berbicara. Pesan sebagai keluarga besar adalah ciri khas Bu Mega untuk membangun internal political market dan militansi para kader," ujar dia.

"PDIP termasuk salah satu partai yang dengan political ID atau identitas politik yang paling kuat. Itu berkat kekuatan mesin politik internal yang dibangun Bu Mega selama bertahun-tahun," ujar Haryadi.

Cara berpolitik demikian sudah terbukti membuahkan hasil. Haryadi menjelaskan faktor yang membuat PDIP berhasil di Pemilu 1999. Selanjutnya, Pemilu 2004 dan 2009, PDIP gagal bahkan terlempar keluar dari kekuasaan.

Berikutnya lagi, pada Pemilu 2014 dan 2019, PDIP merebut kembali kekuasaan. Kemenangan Pileg dan sekaligus Pilpres pada tahun 2014 dan 2019 itu, merupakan rekor baru dalam politik kepemiluan di Indonesia.

Faktor penentu kemenangan dua kali berturutan itu adalah karena PDIP beruntung memiliki dua figur role model sekaligus, yaitu Megawati dan Jokowi.

"Kekuatan dua figur ini menjadi perekat identitas partai yang begitu kuat. Sekaligus menjadi penentu kemenangan PDI Perjuangan secara berturutan. Betapa pun potensi kekuatannya secara kelembagaan diperlemah oleh pemberlakuan sistem Pemilu proporsional terbuka," urai Haryadi.

Sebenarnya jika bisa menelaah lebih dalam, sesungguhnya bukti di atas menguatkan betapa penting posisi Jokowi dalam point of view Megawati selaku Ketua Umum PDIP, tanpa melupakan kejelian Mega sebagai leader maker dan jiwanya sebagai seorang negarawan.

Menurut Haryadi, hal itu terbukti dalam isi pidato Megawati di HUT lalu. Dia menyebut bagian pidato yang dimaksud adalah begini. "Sudah jelas kita ini adalah organisasi partai politik. Organisasi itu datangnya dari organ. Badan kita ini semua juga terdiri dari organ. Ketua umum adanya dimana? Pak Jokowi sebagai presiden dimana? Di sini "kepala", memikirkan rakyat. Kalau Pak Hasto di mana? Di sini (tunjuk dahi). Karena pikiranku kusampaikan sama Sekjen, saya minta berpikir bersama pengurus DPP saya. Kita semua ini organ. Anak ranting itu mungkin kuku. Gampangnya, untuk ingat, kalau Ibu pusing, tidak bisa berpikir, macet, kalian tidak bisa kerja. Jadi semua itu harus bonding, menyatu jadi kalau saya instruksi jangan hanya sebagai kertas tetapi dijalankan."

"Bu Mega menempatkan Presiden Jokowi di tempat tertinggi partai dalam kesatuan gerak dalam memikirkan dan memperjuangkan nasib rakyat. Tak ada subordinasi. Dan sama seperti tubuh, kepala tak lebih penting dari tangan atau kuku sekalipun. Tak ada keindahan organ tubuh, jika hanya ada kepala tanpa tangan dan kuku. Bu Mega jelas ingin mengatakan bahwa Akar Rumput partai dan masyarakat sama pentingnya dengan dirinya maupun dengan Presiden Jokowi dalam kesatuan tubuh bernama Indonesia," urai Haryadi.

"Maka bijak memaknai agar kepentingan yang terbungkus dalam falsifikasi pemaknaan dalam komunikasi politik tidak mendapatkan tempat dalam upaya memecah PDI Perjuangan dan Presiden Jokowi," bebernya.

Haryadi menyarankan agar semua pihak pihak meletakkan tiap kalimat dalam konteksnya. "Jangan memenggal tanpa konteks. Kecuali pemenggalan itu sengaja dilakukan untuk motif dan kepentingan politik nakal," pungkasnya.

Riuh Tanggapi Pidato Megawati

Diberitakan sebelumnya, Relawan Jokowi menyoroti isi pidato Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri yang membicarakan perannya dalam menjadikan Jokowi sebagai presiden.

Sekjen Kornas Jokowi, Akhrom Saleh, menilai Jokowi menjadi presiden karena pilihan rakyat dan bukan semata karena pilihan partai.

Untuk diketahui, potongan pidato Megawati yang membicarakan 'Jokowi kasihan' itu tak ayal viral di media social.

Unggahan potongan pidato itu menuai respons dari warganet yang mempersoalkan pernyataan Megawati.

Mulanya Akhrom menilai tak ada yang perlu dipersoalkan dari pernyataan Megawati. Dia mengomentari penyampaian Megawati yang dianggap menggunakan bahasa menggelitik.

"Melihat pidato atau sambutan Ketua Umum PDI-Perjuangan Ibu Megawati Soekarnoputri di hari jadi PDIP yang ke-50 tahun, saya kira itu biasa-biasa saja, ucapannya itu benar bahwa partai sebagai kendaraan untuk mencapai kekuasaan. Hanya memang bahasa dan narasi beliau sedikit menggelitik," kata Akhrom, Kamis (12/1/2023).

"Jadi menurut saya ini tidak perlu dijadikan persoalan. Apalagi kalau kita bicara Ibu Mega, kadang-kadang bahasa emak-emak suka nyelekit, tapi justru itulah bahasa kasih sayang kepada anaknya," lanjutnya.

Bagi Akhrom, Jokowi menjadi presiden yang dipilih oleh mayoritas rakyat.

"Sebagai loyalis Presiden Jokowi tentu bagi kami pak Jokowi adalah presiden pilihan rakyat, pilihan mayoritas rakyat Indonesia," lanjut dia.

Akhrom mengklaim suara rakyat yang lebih dulu menginginkan Jokowi menjadi presiden. Hal inilah, menurutnya, yang mendorong parpol agar mengusung Jokowi di pilpres.

"Sebelum dikeluarkan rekomendasi sebagai capres PDIP, suara rakyatlah yang lebih dulu ingin Jokowi jadi presiden. Jadi Pak Jokowi itu bukan pilihan elite politik atau parpol tertentu. Pak Jokowi itu pilihan rakyat yang didorong oleh rakyat agar partai politik mengusungnya. Bukan sebaliknya," katanya.

Oleh karena itu, Akhrom berharap elite parpol dapat mencalonkan presiden yang sesuai dengan harapan rakyat.

"Kami dan rakyat Indonesia berharap ke depan elite parpol apapun partainya sebaiknya mengusung capres berdasarkan pilihan rakyat, agar sejarah atau peristiwa politik yang baik tetap terjaga," lanjut dia.

PDIP Tegaskan Megawati Selalu Dukung Jokowi

PDIP lewat Sekjen Hasto Kristiyanto, menjelaskan pernyataan yang disampaikan Mega.

Pernyataan ini tertuang dalam unggahan resmi PDIP di media sosial Twitter. Hasto menjelaskan pernyataan Megawati soal tanpa PDIP Jokowi akan sendirian.

"Menurutnya, pernyataan itu merupakan penanda bahwa PDI Perjuangan akan selalu mendukung dan berada di belakang Presiden Jokowi," kata Hasto dalam unggahan tersebut, Kamis (12/1/2023).

PDIP memastikan jika partai akan selalu mendukung Jokowi. Hubungan Megawati dan Jokowi, kata PDIP, juga dipastikan terus berlanjut bahkan berjalan intens.

"Hasto Kristiyanto juga memastikan hubungan antara Ibu Megawati dan Presiden Jokowi akan terus berlanjut, meski Jokowi purnatugas sebagai Presiden pada 2024" tuturnya.

"Bahkan Hasto juga menyatakan, hubungan di antara keduanya sudah sangat dalam," kata dia.

Sebelumnya, Megawati Soekarnoputri mengungkit peran PDIP bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mega menyebut PDIP yang memberi Jokowi legal formal untuk maju menjadi presiden.

Hal itu disampaikan Megawati dalam acara peringatan HUT ke-50 PDIP di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa (10/1/2023). Megawati mulanya menyinggung soal program stunting yang diinisiasi PDIP.

"PDI Perjuangan menggalakkan program stunting loh Pak, mbok saya dikasih bintang toh yo," kata Megawati sambil tersenyum.

Megawati lalu menyinggung soal Jokowi dan dukungan PDIP. Megawati mengatakan PDIP mengawal Jokowi secara legal formal.

"Pak Jokowi itu ya ngono loh, mentang-mentang. Lah iya padahal Pak Jokowi kalau nggak ada PDI Perjuangan juga duh kasihan dah," kata Megawati,

"Loh legal formal loh, beliau jadi presiden tuh nggak ada... kan ini.. legal formal diikuti terus sama saya, aturannya, aturan mainnya," sambung Megawati.

Jokowi Bernyanyi-Megawati Tepuk Tangan

Momen menarik terekam saat acara puncak perayaan HUT ke-50 PDIP. Presiden Joko Widodo (Jokowi) ikut bernyanyi dan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri tepuk tangan saat penyanyi Denny Caknan menghibur acara HUT ke-50 PDIP.

Jokowi dan Megawati tetap duduk di tempat duduknya saat sesi hiburan berlangsung di Hall A, JIExpo, Kemayoran, Jakarta, Selasa (10/1/2023). Tak hanya duduk, Jokowi dan Megawati tampak sesekali ikut bernyanyi.

Selain itu, Megawati dan Jokowi juga ikut tepuk tangan selama beberapa lagu dangdut dilantunkan Denny Caknan yang mengisi sesi hiburan.

Terlihat Jokowi dan Megawati menikmati ketika lagu-lagu dangdut seperti Ojok Dibandingke hingga Kartonyono Medot Janji dilantunkan sang penyanyi.

Sesi hiburan ini berlangsung setelah Megawati dan Jokowi memberikan pidato HUT ke-50 PDIP. Di sela Denny Caknan bernyanyi, penyanyi asal Ngawai itu terkesan dengan antusiasme Jokowi dan Megawati.

"Sampai Pak Jokowi ikut tepuk tangan, merinding saya Pak," kata Denny Caknan usai membawakan lagu.

Selain Denny Caknan, HUT ke-50 PDIP juga dilengkapi hiburan seni berupa tarian tradisonal hingga drum band. Sejumlah kader PDIP juga menyumbangkan kemampuan seninya menghibur peserta HUT ke-50 PDIP.(cnn/han)