Puisi: Listya
Dunia Semu
Ilalang tak pernah bergoyang jika angin tak bertiup kencang.
Hembusan semilir sejuk menerpa dinding dinding
Beku yang terkadang membawa hati dan pikiran mendera
Beribu topeng terpasang berburu kepecayaan
Tak lagi tahu siapa jati dirinya untuk dapatkan pengakuan dari sang pengisah
Lakon – lakon dimainkan Pengisah semu karna wajah baru
Kadang hiasi dunia panggung sandiwara bertabur isu tak jelas
Hanya mata hati dan keyakinan yang terpahat
Untuk jadi insan yang terhormat dan bermartabat
Berburu bunga bunga liar di kebun tetangga
Berkisah senada tapi tak sama nan nyata beradu cerita sebagai
Penguat prasangka diri dalam lamunan
karna takut kehilangan kekuatan yang rapuh
Menelan pahit terkaan berjalan angkuh tapi tak berpeluh
Mengasuh peluh orang lain yang tak berdosa
Mengaku dirinya yang paling berkuasa
Hinga tak takut karma kan tiba
tingal mengitung hari saatnya menjelang
Dunia semu namun kehidupan selalu nyata
Tahta hanyalah bunga perjalan akan gugur ditiup angin
Tertulis namun ada batas waktu penentu kebijakan
tercatat rapi namun berujung takkan abadi
Listy, Jan 22
Baca Juga: Menulis Puisi di Media Sosial, Bermula dari Iseng Bermanfaat untuk Berliterasi
Jengah
Hari yang tak begitu indah dirasa untuh rasa percaya diri
Akan kuasa manusia yang angkuh berselimut rahasia Ilahi
Begitu banyak nikmat, namun begitu besar
serpihan serpian aral penguji hati tulus inginkan damai
Puncak gunung berbatas cakrawala
Lautan bertemu bersama dalam muara
Mengapa sulit memahami hati manusia
Yang selalu bersanding beriringan melangkah
Kapal bersandar di dermaga tuk berlabuh
Hanya sujud yang mampu mendengar keresahan
Tempat bersandar yang tak berharap pengakuan
Namun berkah berikan sebagai penjaga hati
Saat jengah dan bahagia Sang Khalik akan bertahta
Dalam setiap hela nafas, hamba yang sabar
Penghujung Januari
Baca Juga: Puisi-puisi Listya
Bintang
Kerlip cahya keabadian terpancar
Bersinar indah terangi maya pada
Berkedap-kedip tak terhitung berapa
Manis berkilau engan meredup
Binatang di langit bercahya abadi
Takkan terganti walau redup di kala pagi
Bersama hadirnya sang mentari
engaku kembali bersembunyi di antara awan
Kala senja tiba senyummu muncul
Di antara guratan sinar-sinar mentari
tenggelam di peraduan cantik bersemayam
di batas cakrawala jelang malam telah tiba
Bila insan hidup bak sinar bintang
tak akan redup kehidupan dalam penyesalan
Jadilah bintang di hati insan yang lemah
bukan jadi bintang di antara penguasa sesaat
Isyaratkan bintang kehidupan bak pelita dalam hati
Bagi insan yang sedang gundah gulana
Cahyamu tetap hidup dalam ingatan diri
Bersemayam dalam sanubari yang tulus memberi
Bila hanya bersinar untuk diri sendiri
kau hanya bisa menikmatinya sendiri
tanpa mau berbagi hanya karena harga diri
sinar bintang itu akan redup walau di malam hari
Listy, Jan 22
Baca Juga: Puisi Mbeling Joko Pinurbo Berjudul Dangdut
Hasrat
Begitu sempurna tercipta
Siang dan malam silih berganti
Keasrian yang berpaut keindahan dan keburukan
Ada belahan sisi yang tak sama
Dua perbedaan dalam satu lingkaran
Seirama melangkah kadang tak sejalan
Namun kadang sepakat dalam ikatan tujuan
Tak terbayang mengapa kita hanyut dalam pandangan dunia
Yang begitu semu melawan roda kehidupan
Yang semakin mendera dalam ambisi jadi yang terhebat
Siapa kawan dan lawan sulit menemukan
Ketulusaan hati tuk berbagi sirna
kesetiaan luntur jadi keangkuhan
Tak lagi senang berbagi suka dan duka
Edo ingin mencapai batas impian diri
Percaya dengan penindas yang angkuh
Jatuhkan harga diri sesama terjang kejujuran
Demi posisi tak bertuan penuhi hasrat jiwa
Berkiprah dengan kebohongan sudah biasa
Di mana ungah unguh tak lagi penting dipatuhi
Luntur bersama derajat dan pangkat duniawi
Mendera leluhur yang tak lagi jadi panutan jati diri
Risalah dunia tinggal sebuah dongeng malam menghilang sepi
Listy, Jan 22
Baca Juga: Puisi-Puisi Dono Sunardi
Sulistyaningsih, M.Pd. adalah guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 1 Pakisaji, Kabupaten Malang.
Baca Juga: Ungkapkan Kepedihan, Romo Benny Senandungkan Puisi Poso Menangis