Oleh: Dr. H. Syamsul Ghufron, M.Si.
William Shakespeare pernah mengungkapkan “Apalah arti sebuah nama?” Andaikata kamu memberikan nama lain untuk bunga mawar, ia tetap akan berbau wangi. Pada sisi lain terdapat hakikat bahasa yang bersifat “arbitrer” (manasuka).
Istilah arbitrer yang dipopulerkan oleh Ferdinand de Saussure dengan teori petanda (signified) dan penanda (signifier) ini diartikan sebagai tidak ada hubungan wajib antara kata dan bendanya.
Benda yang sama dilambangkan dengan kata (deretan huruf) yang berbeda oleh pemakai bahasa yang berbeda. Terhadap benda yang berupa tumpukan tanah yang tinggi, misalnya, orang Indonesia memberi nama “gunung”.
Namun, orang Inggris menamainya “mountain”. Nama yang diberikan oleh orang Arab adalah “jabal’.
Namun, dalam bidang Semantik, ilmu yang mempelajari makna kata, terdapat prinsip “Bentuk berbeda, makna pun berbeda”. Ini berarti bahwa tidak ada kata yang sama persis maknanya meskipun kata itu bersinonim.
Dengan demikian, sinonim yang diartikan sebagai “persamaan kata” tidaklah benar. Persamaan kata menunjuk pada “kata-kata yang sama bentuknya”. Jika demikian, yang paling tepat adalah homonim atau polisemi untuk kata-kata yang bentuknya sama.
Makna sinonim “kata-kata yang maknanya sama” pun kurang sesuai berdasarkan prinsip semantik tersebut. Sinonim adalah kata-kata yang maknanya hampir sama. Kata “binatang” dan “hewan” bersinonim.
Baca Juga: Putri Transgender Elon Musk Mau Ganti Nama dan Ingin Jauhi Ayahnya