Nurdin Halid Waketum Golkar Sindir Parpol ‘Ngotot’ Intervensi Refhuffle

Nurdin mengibaratkan partai koalisi pemerintahan seperti rumah besar. Dalam rumah itu ada kamar-kamar parpol yang tidak bisa diintervensi. "Jadi tidak boleh (pemilik kamar saling intervensi). Kalau bersifat internal itu tidak boleh diintervensi oleh siapapun. Jadi, bukan soal etis enggak etis, itu soal hak," tuturnya. "Ada hak yang harus diberikan kepada koalisi secara penuh, ada juga hak yang dimiliki partai dan tidak ada hubungan dengan koalisi," imbuhnya.

Nurdin Halid Waketum Golkar Sindir Parpol ‘Ngotot’ Intervensi Refhuffle

NUSADAILY.COM – JAKARTA – Wakil Ketua Umum Partai Golkar Nurdin Halid mengaku tak setuju jika ada unsur politik apalagi intervensi dari sesama partai koalisi dalam reshuffle kabinet. Nurdin menyebuit,  reshuffle harus didasari pendekatan kinerja dan perbaikan pemerintah.

"Kalau pendekatannya kinerja, itu hak murni Presiden Jokowi untuk memperbaiki pemerintah. Akan tetapi kalau ada unsur politiknya, saya tidak setuju," ujar Nurdin dalam acara Political Show di CNNIndonesia Tv, Senin (6/2).

Nurdin mengibaratkan partai koalisi pemerintahan seperti rumah besar. Dalam rumah itu ada kamar-kamar parpol yang tidak bisa diintervensi.

"Jadi tidak boleh (pemilik kamar saling intervensi). Kalau bersifat internal itu tidak boleh diintervensi oleh siapapun. Jadi, bukan soal etis enggak etis, itu soal hak," tuturnya.

"Ada hak yang harus diberikan kepada koalisi secara penuh, ada juga hak yang dimiliki partai dan tidak ada hubungan dengan koalisi," imbuhnya.

Nurdin lantas mempertanyakan kenapa ada politikus yang mendesak reshuffle setelah Partai NasDem mendeklarasikan eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai calon presiden (capres).

Padahal, menurutnya, bukan hanya Partai NasDem yang sudah mendeklarasikan capres, melainkan Partai Gerindra dan Partai Golkar juga.

"Partai Golkar juga sebenarnya sudah mendeklarasikan capresnya yaitu Pak Airlangga, Pak Prabowo juga sudah mendeklarasikan dirinya," ucapnya.

"Setahun lalu juga saya menyatakan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo kalau enggak punya rumah bisa ke Golkar bersanding dengan Pak Airlangga," imbuhnya.

Menurutnya, demokrasi di Indonesia menjadi sehat jika ada partai yang sudah mendeklarasikan capres. Lewat deklarasi yang lebih cepat, rakyat mendapat kesempatan memilih dan menilai calon pemimpin terbaik.

"Jadi, kalau reshuffle pendekatannya politis menurut saya tidak tepat. Karena ada hal yang bersifat politis dan tidak bisa dicampuri oleh koalisi," ujar Nurdin.

"Koalisi ini akan utuh Insya Allah, harga mati koalisi ini untuk mendukung Pak Jokowi sampai 2024 untuk pembangunan bangsa dan negara. Tapi persiapan setelah 2024 itu sepenuhnya hak partai, tidak boleh dicampuri orang lain," imbuhnya.

NasDem Tak Langgar Etika Koalisi

Seperti diberitakan sebelumnya, keputusan NasDem mendeklarasikan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai calon presiden 2024 tidak melanggar etika politik koalisi pemerintahan.

Hal itu ditegaskan oleh Wakil Ketua Umum Partai Golkar Nurdin Halid.

Nurdin lantas memberi contoh langsung dari pengalaman Golkar yang menetapkan Ketum Airangga Hartarto sebagai capres. Golkar dan NasDem sama-sama berada di koalisi Presiden Joko Widodo.

"Etika mana yang dilanggar? Partai Golkar misalnya dalam Munas 2019 sudah menetapkan Pak Airlangga sebagai capres, apakah kita komunikasi kepada koalisi dan presiden? Tidak," kata Nurdin, Senin (6/2).

Selain Golkar, Nurdin juga memberikan contoh Partai Gerindra yang menetapkan Ketum Prabowo Subianto sebagai capres. Menurutnya, yang tidak beretika adalah menteri yang tidak mundur setelah ditetapkan sebagai capres.

"Yang tidak beretika kalau menterinya sudah resmi jadi capres tapi tidak mundur. Saya, kalau Pak Airlangga sudah resmi, saya akan sarankan beliau mundur," ujarnya.

Sebagai pengurus Golkar, Nurdin mengaku ingin Airlangga fokus dengan persiapan kontestasi Pilpres 2024, dan tak lagi membebani pikiran dengan tugas negara.

"Kalau Pak Airlangga sudah resmi capres sebaiknya mundur. Supaya konsentrasi sebagai capres untuk menang, jangan terpecah pikirannya beliau di pemerintahan," katanya.

Lebih lanjut, Nurdin mengatakan partai koalisi pemerintah wajib mendukung program Jokowi. Namun, menurutnya, partai koalisi tak masalah jika mendukung sosok tertentu jelang Pilpres 2024.

"Jadi kalau konteksnya untuk mendukung semua program visi misi Pak Jokowi itu adalah kewajiban daripada sebuah koalisi untuk mendukung pemerintah," ucapnya.

"Tapi saat berbicara dalam konteks politik dalam persiapan untuk 2024 itu tidak ada hal etika yang dilanggar," imbuhnya.

Nurdin pun mengingatkan tugas parpol adalah mencari calon presiden yang dianggap bisa memimpin bangsa. Menurutnya, parpol pun harus membentuk koalisi untuk memenuhi presidential threshold untuk mengusung capres.

"Karena ada presidential threshold, maka harus ada koalisi. Tapi ketika sudah masuk koalisi, kewajiban partai itu mendukung visi misi presiden," ujar Nurdin.

NasDem telah resmi mengusung Anies Baswedan sebagai capres di Pilpres 2024. Partai besutan Surya Paloh itu tengah membangun koalisi dengan Demokrat dan PKS. Mereka menamainya Koalisi Perubahan.

Di tengah rencana ini, relasi Surya Paloh dan Jokowi dikabarkan renggang. Sampai akhirnya, Jokowi memanggil Paloh ke Istana beberapa hari lalu. 

Usai pertemuan itu, Paloh bertandang ke markas Golkar. Paloh dan elite NasDem bertemu dengan Airlangga dan jajaran pengurus partai beringin. Mereka tak menutup kemungkinan koalisi.

Golkar sendiri sudah membentuk koalisi bersama PAN dan PPP dari jauh-jauh hari. Namun, hingga kini koalisi ketiga parpol itu belum mengumumkan pasangan capres dan cawapres yang bakal diusung.(han)