Ngeri! Ini Cerita Dusun Puncak Manik yang Ditinggal Seluruh Warganya Gegara Gerombolan

Warga mulai meninggalkan Puncak Manik akibat adanya serangan dari gerombolan, suasana waktu itu mencekam, harta benda ditinggalkan, rumah-rumah ada yang dibakar dan warga pun pada akhirnya banyak yang pindah

Jan 8, 2023 - 12:00
Ngeri! Ini Cerita Dusun Puncak Manik yang Ditinggal Seluruh Warganya Gegara Gerombolan
Dusun Puncak Manik

NUSADAILY.COM – SUMEDANG - Puncak Manik merupakan nama salah satu dusun di Kabupaten Sumedang. Dusun tersebut berada di bawah kaki Gunung Tampomas yang dikenal dengan kawasan Taman Pasir atau di wilayah Desa Cilangkap, Kecamatan Buahdua.

Penduduk dusun itu diketahui hanya berjumlah 14 Kepala Keluarga (KK) dengan 12 unit bangunan rumah yang berdiri di sana. Padahal, Puncak Manik dulunya konon merupakan permukiman warga yang jumlah rumahnya mencapai 70 unit.

Didi (72), salah seorang sesepuh di sana menuturkan, Dusun Puncak Manik sudah ada dari sejak dulu. Penduduknya menjadi berkurang sejak adanya zaman gerombolan sekitar tahun 1960-an.

BACA JUGA : Penduduk Bawean Was-was dengan Cuaca Buruk Usai Dilanda...

"Warga mulai meninggalkan Puncak Manik akibat adanya serangan dari gerombolan, suasana waktu itu mencekam, harta benda ditinggalkan, rumah-rumah ada yang dibakar dan warga pun pada akhirnya banyak yang pindah," ungkap Didi

Jari Didi pun menunjuk ke arah tanah lapang yang berada tepat di samping rumahnya. Tanah lapang yang kini ditumbuhi rerumputan liar itu, diketahui dulunya merupakan bekas rumah yang menjadi korban pembakaran oleh gerombolan.

"Rumah yang dibakar itu, salah satunya rumah yang berada di samping rumah saya ini," ujarnya.

Pada saat itulah banyak dari warga Puncak Manik yang memilih hijrah ke Dusun Lebak Naga yang saat itu masih termasuk ke dalam wilayah Desa Cilangkap atau setelah adanya pemekaran, kini wilayah itu termasuk ke dalam Desa Sekarwangi.

"Makanya di Dusun Lebak Naga ada tempat yang namanya Babakan Puncak Manik, itu berawal dari hijrahnya warga Puncak Manik ke sana pada sekitar tahun 1960-an," terangnya.

Didi menyebut, dari yang awalnya rumah warga di Puncak Manik berjumlah 70 rumah, lalu berkurang menjadi 40 rumah. Kemudian pada tahun 1979, menjadi 33 unit rumah hingga menyisakan 12 unit rumah yang kini masih berdiri.

BACA JUGA : Terungkap Alasan Ayu Ting Ting Tak Bisa Hadir di Pernikahan Kaesang-Erina

"Jadi ada satu blok sebelah utara di Dusun Lebak Naga itu yang rata-rata berasal dari warga Puncak Manik, mereka memilih tinggal di sana dan tidak kembali lagi ke siniseperi kami," terangnya.

Sejarah Puncak Manik

Menurut warga, kawasan perkampungan itu diberinya nama Puncak Manik lantaran tidak terlepas dari keberadaan situs dan sebuah batu yang berbentuk segitiga mirip dengan nasi tumpeng yang di atasnya terdapat sebuah telur. Bagian telur itulah dikenal dengan sebutan Puncak Manik.

"Menurut seorang Kuwu terdahulu bernama Mad Enoh, di sini itu katanya pernah ada situs berupa arca yang dikenal dengan nama Dewa Guru di sebelah selatan yang ditemukan pada sekitar 1950-an serta ada sebuah batu berbentuk seperti nasi tumpeng yang di atasnya dikenal dengan sebutan puncak manik," ungkap Didi (72), salah seorang sesepuh di sana kepada detikjabar belum lama ini.

Didi menuturkan, situs berupa arca tersebut, keberadaannya sudah tidak diketahui dan entah siapa pula yang mengambilnya. Kini yang tersisa hanya sebuah situs yang dikenal dengan sebutan Singakerta.

Begitu pun dengan batu berbentuk nasi tumpeng yang menjadi cikal bakal dari penamaan Dusun Puncak Manik.

"Nah kalau batunya yang berbentuk tumpeng itu, katanya yang ngambilnya adalah orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dan saat itu dibawa ke kampung Lebak Naga Desa Sekarwangi atau tetanggaan dengan Desa Cilangkap," terang Didi.

Meski di kawasan Puncak Manik hanya berdiri 12 unit rumah namun bangunannya rata-rata memiliki tipe semi permanen. Beberapa diantaranya merupakan bangunan model lama bekas peninggalan orang tua warga Puncak Manik.

Menurut Didi, bangunan yang sekarang berdiri dulunya dibangun secara gotong royong saat jumlah warganya masih banyak.

"Dulumah kalau warga mau bangun rumah, bahan bangunannya ya diangkat diatas pundaknya dari bawah sampai ke atas perkampungan dan Biasanya dilakukan secara bersama-sama," terang Didi.

Selain itu, meski berada di tengah hutan namun untuk jaringan kelistrikan ternyata telah masuk ke kawasan Dusun Puncak Manik dari sejak 1997.

"Begitu pun saat akan memasang jaringan listrik, itu tiangnya oleh warga dipanggul bareng-bareng sampai ke atas. Sementara kalau jalan setapak yang ditembok itu, dibangunnya sekitar 15 tahun ke belakang," ujarnya.

Salah satu yang menjadi ciri khas dari perkampungan Puncak Manik adalah setiap warganya memiliki anjing penjaga. Maklum, dulunya kawasan itu sering jadi perlintasan hewan liar terutama babi hutan.

"Sekarang Alhamdulillah sudah sekitar 5 tahun ke belakang sudah tidak ada lagi babi hutan, tapi kalau monyet atau musang masih suka ada," terangnya.

Warga Puncak Manik rata-rata berprofesi sebagai petani atau buruh serabutan. Meski begitu, warga disana tampak bersahaja di tengah lingkungan alam pedesaan.

"Kalau dihitung-hitung, ya warga sini itu tidak sengsara lah karena namanya hidup di desa, jadi istilahnya kalau untuk lauk pauk makan kan ada lalab-laban, juga bisa," ujarnya sambil tertawa ringan. (ros)