NUSADAILY.COM – TULUNGAGUNG – Kendala Pembelajaran sistem Daring (Dalam Jaringan) rupanya tidak hanya dirasakan oleh peserta didik saja. Sejumlah guru di SMP Negeri 01
Kedungwaru Tulungagung juga merasakan hal yang sama.
Namun tanggung jawab besar mereka sebagai seorang pendidik, membuat pahlawan tanpa tanda jasa ini rela keluar dari zona nyaman. Fengan meluncurkan program guru sambang. Guru Sambang adalah proses pembelajaran Luring (Luar Jaringan), dengan sistem mendatangi peserta didik di rumahnya masing masing.
Progam yang dimulai pada Senin (10/08) ini direspon antusias oleh peserta didik. Mereka rela mendatangi rumah temannya yang dijadikan lokasi pembelajaran untuk bisa bertemu dan bertatap muka dengan guru mata pelajaran yang selama ini hanya memberikan tugas dan materi melalui handphone selama pandemi.
Humas SMP Negeri 01 Kedungwaru, Agus Trisilaning Utami mengatakan, ide ini muncul dari inisiatif masing masing guru yang ada di SMP Negeri 01 Kedungwaru Tulungagung, kemudian pihak sekolah melakukan pematangan dan mulai menerapkan program tersebut.
Pihaknya tidak ingin gegabah dalam membuat program, selain berkonsultasi dengan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Tulungagung. Pihaknya juga meminta persetujuan masing masing wali murid terutama yang tempatnya dijadikan lokasi belajar mengajar.
“Kita sudah komunikasi dengan dinas, wali murid dan di launching mulai hari ini” terangnya.
Guru terjun ke kelompok belajar
Agus Trisilaning menjelaskan, dalam satu hari pelaksanaan program ini, puluhan guru mata pelajaran dan guru pendamping diterjunkan ke kelompok kelompok belajar yang telah terjadwal. Masing masing kelompok terdiri dari 5 orang siswa yang rumahnya berdekatan. Sedangkan bagi siswa lain yang kelompoknya tidak mendapatkan jadwal kunjungan akan belajar secara Daring.
“Dalam sehari gini kalau dihitung ada 45 siswa yang belajar Luring, untuk siswa lainnya tetap kita lakukan Daring” terangnya.
Pihaknya menyebut, pembelajaran secara Daring memiliki beberapa kendala. Salah satunya adalah menurunnya kemampuan guru untuk menganalisa kesulitan yang dihadapi anak didiknya saat menerima pelajaran. Berbeda dengan saat pembelajaran secara tatap muka. Dimana masing masing guru bisa langsung melihat dan mengamati kesulitan yang dialami anak didiknya saat menerim materi pelajaran.
“Kalau tatap muka itu kan bis langsung tau, anaknya ini sudah paham atau belum. Sudah bisa atau belum, kalau daring mana bisa,” pungkasnya.
Agus Trisilaning menambahkan, nanti pada akhir bulan Agustus, program ini akan dievaluasi dan dilihat efektifitasnya. Jika dinilai efektif maka bisa dilanjutkan, jika tidak maka nanti akan ada evaluasi. (fim/aka)