NUSADAILY.COM – MAGETAN – Paimin (58) warga Desa Krajan, Kecamatan Parang, Kabupaten Magetan ini tampak sibuk menjemur tembakau rajangan bersama sang istri. Sesekali mengulung tembakau yang sudah kering untuk disimpan.
Kemudian tengkulak yang datang datang siap mengabil tembakau-tembakau kering yang sudah mereka kumpulkan tersebut.
Baca Juga: Masuk Musim Tanam, DKPP Sumenep Sediakan 45 Juta Bibit Tembakau Unggul Varietas Prancak
Paimin merupakan salah satu potret dari sekian petani tembakau di Kabupaten Magetan yang masih bertahan di kala petani lain memilih untuk tidak menanam tembakau, karena rumitnya prosedur yang harus dijalani untuk menanam tembakau.
“Dahulu ada banyak mas jumlah petani tembau di Desa Krajan. Kini yang bertahan tidak banyak lagi, pokoknya ngak lebih dari lima orang saja. Mungkin tidak memiliki modal,” ujar Paimin, Rabu (3/8/2022).
Baca Juga: Akhirnya Swiss Buat Undang-Undang Mengenai Tembakau
Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) dari Bea Cukai merupakan satu-satunya alasan untuk mereka bertahan menanam tembakai. Namun, kurang lebih tiga tahun belakangan, program yang diperuntukkan bagi para petani itu bak hilang ditelan bumi.
“Dulu ada bantuan pupuk, benih, alat hingga modal dari DBHCHT. Tiga tahun ini ngak ada sama sekali,” lanjutnya.
Hal tersebut yang membuat banyak petani tembakau Rejeb khas Magetan itu memilih berhenti. DBHCHT dengan jumlah fantasti mencapai puluhan miliar yang dikelola oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Magetan itu saat ini sudah tak bersahabat lagi dengan petani.
Baca Juga: Gappri Minta Pemerintah Tidak Naikkan Cukai Hasil Tembakau pada 2022