NUSADAILY.COM – JAKARTA – Eddy Tansil alias Tan Tjoe Hong alias Tan Tju Fuan menjadi legenda aksi tipu – tipu di Indonesia.
BACA JUGA: Kabur Selama 6 Tahun, Buronan Kasus Korupsi NTT Ditangkap di Aceh
Akti tipu-tipu Eddy Tansil, sudah terbukti merugikan negara sebesar Rp 1,3 triliun. Namun, sejak tahun 1996, Tansil bersama keluarganya melarikan diri ke luar negeri. Dan sejak saat itu Tansil menjadi gaib bak ditelan bumi.
Sejak muda Eddy Tansil adalah pebisnis. “Tahun 1970 ia mempunyai perusahaan becak, lalu sesudah becak dilarang, ia menjadi agen motor Kawasaki namun tidak bisa bersaing dengan Yamaha dan Honda,” tulis Sam Setyautama dalam Tokoh-tokoh Etnis Tionghoa di Indonesia (2008:400). Eddy Tansil lahir pada 1948 di Makassar.
BACA JUGA: Polda Metro Tangkap Buronan Kasus Penembakan di Tangerang
Pada 1980an, Eddy ikut bisnis perakitan sepeda motor di Bekasi, dalam bendera Tunas Bekasi Motor Company (TBMC), yang merakit sepeda motor Binter (Bintang Terang) dan Bajaj.
“Pabrik itu dimiliki Eddy Tansil sebagai pabrik Binter, malah juga pabrik Bajaj. Eddy Tansil memang nakal. Semua motor sama peraturannya, semuanya harus dilokalkan dibuat di dalam negeri. Yang lokal cuma namanya, Bintang Terang. Motor Kawasaki Binter ini ‘main kayu’ terus, mereka menyelundupkan komponen,” kata Soebronto Laras dalam Soebronto Laras, Meretas Dunia Automotif Indonesia (2005:152). Bisnis Eddy lainnya adalah bir.
“Tahun 1983, dia mendirikan PT Rimba Subur Sejahtera yang memproduksi Becks Beer yang disebut Bir Kunci di Indonesia. Rekanannya adalah pensiunan jenderal bernama Koesno Achzan Jein. Bir itu tidak dijual di Indonesia dan dikirimkan bir produksinya ke Fujian, Tiongkok,” tulis Leo Suryadinata dalam Prominent Indonesian Chinese: Biographical Sketches 4th edition (2015:307). Dia sampai disebut Bapak Bir Fujian.
Di era 1990-an Eddy Tansil menjadi sangat terkenal. Kala itu, Eddy Tansil membangun PT Golden Key Group (GKG), perusahaan yang bergerak di bidang petrokimia. Perusahaan itu pun mengajukan kredit ke Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dan disetujui.
BACA JUGA: Buronan Hendra Subrata Dieksekusi ke Rutan Salemba
“Atas rekomendasi Laksamana Sudomo dan pengaruh Tommy Soeharto yang menjadi mitranya, Eddy Tansil berhasil memperoleh kredit ratusan juta dolar Amerika dari Bapindo,” tulis Benny Setiono dalam Tionghoa Dalam Pusaran Politik (2008:1063).
Rupanya terjadi mark up dari proyek-proyek yang sebagian fiktif. Kreditnya kemudian macet. Setelah Februari 1994, Ahmad Arnold Baramuli, anggota Komisi VII DPR-RI, mempertanyakan soal pinjaman Eddy Tansil yang macet itu.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pun akhirnya menjatuhkan vonis bersalah dan menghukum kepada Eddy Tansil dengan hukuman 20 tahun penjara, denda Rp 30 juta serta membayar uang pengganti Rp 500 miliar. Ia juga dihukum membayar kerugian negara sebesar Rp 1,3 triliun.
BACA JUGA: Namanya Terseret Kasus Korupsi Bansos COVID-19 Kemensos, Cita Citata Angkat Bicara
Setelah ditahan satu setengah tahun di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang, pada Sabtu petang 4 Mei 1996, Eddy Tansil kabur.
Dia bersama keluarganya berhasil melarikan diri ke luar negeri. Kerugian negara yang disebabkannya tak pernah diganti. Sampai saat ini Eddy Tansil hilang seperti ditelan Bumi.(han)