Miris! Demi Bertahan Hidup, Wanita di Inggris Terpaksa Jadi Pekerja Seks Karena Krisis

May 24, 2023 - 05:00
Miris! Demi Bertahan Hidup, Wanita di Inggris Terpaksa Jadi Pekerja Seks Karena Krisis
Ilustrasi pekerja seks (magetan today)

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Memprihatinkan, sejumlah perempuan di Inggris terpaksa melakukan hubungan seks untuk menyambung hidup saat krisis melanda negara tersebut.

Data badan amal Inggris, Beyond The Streets menunjukkan kelompok wanita rentan secara finansial, yang juga mengalami trauma dan masalah kesehatan mental beralih menjadi pekerja seks. Menukarnya dengan tempat tinggal dan kebutuhan dasar lain.

'Seks untuk disewakan' dipicu sekelompok orang yang sengaja memanfaatkan kondisi genting. Misalnya pemilik tanah menawarkan diskon serta akomodasi gratis kepada wanita, dengan syarat seks.

"Ini khususnya menjadi masalah di kalangan perempuan migran dan pencari suaka," menurut salah satu pengamat, dikutip dari The Guardian.

Krisis juga mempersulit mereka yang mencoba meninggalkan hubungan penuh kekerasan. Beyond the Streets mengatakan, mereka menjadi pekerja seks dengan alasan memenuhi biaya tagihan dan sewa.

Tren ini juga berpengaruh pada peningkatan eksploitasi dan pelecehan. Pekerjaan berupah rendah dengan seks untuk memenuhi kebutuhan.

"Krisis biaya hidup adalah pendorong [seks untuk bertahan hidup], dan bagi mereka yang sudah rentan, mereka menghadapi eksploitasi yang cukup besar. Ada kekurangan dana pemerintah untuk mendukung kebutuhan perempuan, dan badan amal sedang berjuang karena pendapatan mereka berkurang, biaya meningkat dan mereka dihadapkan pada lebih banyak permintaan untuk layanan mereka," kata juru bicara badan amal.

Bantuan Wanita Amerika Latin (LAWA) telah melihat beberapa kasus 'seks untuk disewakan' dalam beberapa bulan terakhir yang melibatkan pencari suaka perempuan. Dalam salah satu kasus, seorang wanita 'homeless' atau tidak memiliki tempat tinggal menjadi gelandangan selama beberapa bulan ketika akhirnya bertemu dengan seorang pria yang berjanji memberikan akomodasi.

Namun, sayangnya ia berakhir menjadi korban pelecehan seksual saat sedang tidur.

"Tidak dapat diterima bahwa perempuan dalam keadaan rentan seperti itu begitu sering terpapar pelecehan dan intimidasi, menjadi korban ganda dan tidak dapat mencari ganti rugi," terang Belén Ruiz, Koordinator Pusat Nasihat Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Perempuan.

Beberapa kasus, tambahnya, melibatkan pelecehan pencari suaka saat berada di fasilitas akomodasi hukum publik. "Ini membuat mereka takut mengakses layanan ini, yang membuat mereka menjadi mangsa empuk bagi pelaku yang tinggal di akomodasi pribadi."

Women's Aid mengatakan mereka yang melapor mengaku terpaksa melakukan hal tersebut di tengah meningkatnya biaya hidup. Itu membuat mereka semakin sulit untuk meninggalkan hubungan yang penuh kekerasan.

"Dalam konteks ekonomi yang sulit yang kita alami saat ini, kita tahu bahwa wanita mengalami tingkat kontrol dan penyalahgunaan keuangan yang meningkat dan diperburuk oleh para pelaku," kata Lucy Hadley, kepala kebijakan badan amal.

Pekan lalu, sekretaris dalam negeri, Suella Braverman, mengumumkan bahwa dia sedang mempertimbangkan undang-undang baru yang bakal mengatasi eksploitasi orang rentan untuk seks, yakni tunawisma, kelompok yang dilanda kemiskinan dan ketimpangan.

"Eksploitasi melalui 'seks untuk disewakan' sudah ilegal berdasarkan Undang-Undang Pelanggaran Seksual. Pemerintah baru-baru ini meluncurkan seruan publik untuk bukti yang membawa kita lebih dekat untuk mengakhiri tren yang sangat berbahaya ini dan melindungi para korban dengan lebih baik," kata juru bicara Kementerian Dalam Negeri.

"Kami berkomitmen untuk menghentikan segala bentuk kekerasan dan intimidasi terhadap perempuan dan anak perempuan, termasuk kekerasan dalam rumah tangga. Sementara kami secara langsung mendanai amal untuk membantu para korban meninggalkan hubungan yang penuh kekerasan, kami juga akan menginvestasikan lebih dari £230 juta (Rp 3,7 triliun) secara lebih luas melalui rencana Mengatasi Penyalahgunaan Domestik."(eky)