Mengulik Penggunaan Istilah Toleransi

Toleransi bukan kata asing di telinga kita. Banyak orang menggunakan kata tersebut di dalam komunikasi. Misal seperti ujaran-ujaran berikut.

Dec 21, 2022 - 19:56
Mengulik Penggunaan Istilah Toleransi
(Foto: Istimewa)

Lis Setiawati

           

Toleransi

          Toleransi bukan kata asing di telinga kita. Banyak orang menggunakan kata tersebut di dalam komunikasi. Misal seperti ujaran-ujaran berikut.

1)      “Sebagai umat beragama kita harus toleransi.”

2)      “Kita harus belajar bertoleransi.”

3)      “Namanya manusia, tidak luput dari kesalahan. Kita harus bisa toleransi.”

Kalimat pertama diujarkan oleh seorang bapak ketika dirinya terkena sambaran bungkusan kosong yang dilempar seseorang dari dalam kendaraannya. Kalimat kedua biasa terdengar ketika hari-hari besar keagamaan. Ujaran ketiga keluar dari seseorang ketika ada seorang koruptor tertangkap KPK. Saya tercenung. Rasa bahasa saya tersentuh. Saya merasakan ada sesuatu yang janggal. “Apakah seperti itu penerapan kata toleransi?” Seseorang melempar sampah dari dalam mobil yang ditumpangi mengenai wajah atau tubuh kita dan kita yang harus belajar bertoleransi?! “Saya yang salah atau mereka yang salah?!” Saya telusuri sumber-sumber yang berkaitan dengan toleransi. Berikut makna toleransi dari berapa sumber.   

1.      Secara etimologi, toleransi berasal dari bahasa latin, 'tolerantia' yang artinya sabar dan menahan diri.  Sedangkan secara terminologi, toleransi adalah sikap saling menghargai, menghormati, dalam menyampaikan pendapat, pandangan, kepercayaan kepada antar sesama manusia yang bertentangan dengan diri sendiri. Ruslan (2021: 32) menjelaskan bahwa toleransi adalah istilah untuk sebuah sikap menahan diri dari hal yang negatif.

2.      KBBI menjelaskan, toleransi bermakna sifat atau sikap toleran. Toleran artinya bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.

Dari kata aslinya ‘tolerantia’ bermakna sifat atau sikap sabar dan menahan diri. Menahan diri di sini terkait dengan hal negatif. Dari sisi istilah toleransi bermakna lebih luas yakni sikap saling menghargai dan menghormati. Dari kata ‘saling’ tampak adanya makna keadilan ‘sama rasa sama rata’. Pengertian ini jika diterapkan seperti contoh ujaran 1) “Sebagai umat beragama kita harus toleransi.” Ujaran ini dapat diartikan bahwa, kita sebagai bangsa Indonesia yang agamis dengan kepercayaan/keyakinan yang berbeda harus saling menghargai dan menghormati; bukan sebaliknya saling mengganggu, menghina atau mengolok-olok. Saling menghargai dan menghormati merupakan hak dan kewajiban yang sangat logis dan pastinya dapat diterima dengan lapang dada oleh setiap individu (masyarakat/bangsa Indonesia). Penerapan toleransi ini yang menurut Ruslan menahan diri dari sikap negatif. Dengan kata lain menghindari timbulnya hal-hal yang bersifat negatif antar-individu atau kelompok.

KBBI memaknai toleransi terkait dengan sikap toleran yakni sikap menenggang. Menenggang berasal dari tenggang yakni mengindahkan kepentingan orang lain atau menimbang perasaan orang lain. Istilah ini terkait dengan istilah tenggang rasa yaitu sikap dapat (ikut) menghargai dan menghormati perasaan orang lain. Makna ini menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki sifat atau sikap toleransi ialah orang yang memahami kondisi perasaan orang lain dan harus menghargai dan menghormatinya. Saya melihat di sini tenggang rasa mengandung keberpihakan yaitu kita (saya, Anda) harus dapat menghargai dan menghormati orang lain, tidak perlu memikirkan apakah dia/mereka bersikap baik atau buruk kepada kita. Pengertian ini sesuai dengan contoh ujaran/kalimat 2) “Kita harus belajar bertoleransi” pada orang yang melempar sampah ke tubuh atau bisa jadi ke wajah kita. Jika benar seperti itu yang dimaksud dengan tenggang rasa maka tenggang rasa lebih hebat dibandingkan toleransi.

Bagaimana dengan ujaran 3) “Namanya manusia, tidak luput dari kesalahan. Kita harus bisa toleransi” menyaksikan para koruptor yang ditangkap KPK. Kalimat ini belum bisa saya pahami. Koruptor yang telah mencuri uang negara/rakyat, puluhan, ratusan juta, milyaran bahkan sampai menyentuh nominal triliun rupiah harus kita hargai dan hormati. Pikiran saya tidak dapat menjangkau. Terbayang oleh saya para guru honorer yang dibayar 300-500 ribu rupiah per bulan, itu pun seringkali tersendat. Berjalan jauh dari rumah kecilnya di desa menuju sekolah berbilik papan atau bambu. Jika hari hujan jalanan licin, bisa jadi tubuh basah kuyup.  Sikap atau toleransi seperti apa yang sudah diberikan kepada mereka, para guru yang berupaya mencerdaskan generasi bangsa? Itu hanya satu contoh dari sekian banyak rakyat kecil yang tidak pernah disentuh oleh toleransi dibandingkan para koruptor yang masih bisa tersenyum (saya tidak bisa menjelaskan arti senyum mereka) ketika dihadapkan pada jaksa penuntut umum. Miris!

Saya mencoba menahan diri, mungkin saya belum benar. Barangkali masih ada istilah setara dengan toleransi yang pantas diberikan untuk orang-orang yang memiliki sifat dan sikap negatif. Saya mencari istilah yang mungkin dapat menjadi pengurai kekusutan pemahaman ini.

Pandangan saya tentang kerancuan penerapan istilah toleransi bertemu dengan pandangan serupa tentang penerapan tepo seliro yang keliru menurut Mochtar Lubis. Tepo seliro merupakan kearifan lokal budaya Jawa yang mendidik generasi muda untuk tidak menyakiti orang lain jika diri sendiri tidak mau disakiti. Mochtar Lubis seorang jurnalistik dan sastrawan terkenal menuliskan pandangannya sekian puluh tahun yang lalu melalui tajuk di Harian Indonesia Raya sebagai berikut.

Tepo seliro kelihatannya kini jadi sebuah istilah yang aslinya mengandung arti yang baik, tetapi kemudian disalahgunakan untuk menghentikan kritik atau ungkapan yang buruk. Jika ada pembesar yang berbuat salah dan merugikan kepentingan umum lalu dikritik tajam maka pembela pembesar cepat saja tampil dengan istilah tepo seliro. Jagalah perasaan sang pembesar yang bersangkutan, jangan sampai perasaaannya terluka. Tidak baik, tidak sesuai dengan jiwa Indonesia, dengan jiwa orang Jawa. Kalau mau memperbaiki orang Jawa (Indonesia) sebaiknya dengan cara yang halus. Biar salah, tapi janganlah dikatakan salah. Paling banter dikatakan ‘mungkin keliru.’ Biarpun jelas korupsi, jangan dikatakan korupsi, paling banyak, keliru terima uang. Biarpun mencuri terang-terangan, jangan dikatakan mencuri, Cuma salah ambil (2022:111).

 

Dari sini saya yakin bahwa persepsi saya tentang penggelinciran penggunaan istilah toleransi/tenggang rasa/ tepo seliro sudah berlangsung sangat lama. Toleransi diberlakukan kepada orang-orang yang tampaknya terhormat. Toleransi tidak untuk orang-orang lemah. Entah sampai kapan kondisi seperti ini akan berlangsung.

Bagaimana toleransi jika terkait dengan agama. Allah, Sang maha pencipta mengatur bagaimana hambanya menjalani hidup antar-sesama dengan baik.

§  QS. Al-Hujurat ayat 13 berbunyi: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

§  QS. Al-Mumtahanah ayat 13:  "Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kamu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil."

Makna dua ayat di atas sangat jelas menggambarkan bagaimana seharusnya manusia menjalani hidupnya di bumi, tidaknya hanya kepada orang terdekat tetapi juga untuk semua manusia di bumi ini. “Kalian berbeda-beda, salinglah mengenal satu dengan yang lain. Berbuat baik dan berlaku adillah kepada semua orang, kecuali mereka mengusir kamu dari kampung (rumah atau negaramu) sendiri atau mereka mengganggu urusan agamamu. Keadilan harus ditegakkan, kebaikan harus disebarkan maka kejahatan harus dihapuskan, bukan dipelihara dengan berlagak tidak tahu atau malah membela.

Untuk hal mencampuri urusan beragama, firman Allah dalam surat Al-Kafirun yang intinya adalah bagimu agamamu dan bagiku agamaku. Sangat jelas, toleransi dalam soal agama, beribadah sesuai dengan hukum aturan agama masing-masing. Jangan saling mengganggu. Sebentar lagi natal, orang-orang Kristen mempersiapkan segala keperluan untuk merayakan. Orang Islam, Hindu, Budha, dan lainnya boleh membantu untuk keperluan persiapan senyampang tidak terkait dengan ritual ibadah, demikian pula sebaliknya. Hal penting dan harus menjadi perhatian, sangat terlarang mengajak umat agama yang berbeda untuk mengikuti ibadah agama kita, apalagi dengan cara memaksa.

Demikian penggunaan istilah toleransi yang benar dalam kehidupan sehari-hari dan dalam kehidupan beragama. Toleransi mengandung sifat positif, adil, dan kebersamaan. Perlu diingat, membiarkan kesalahan berlarut-larut mengakibatkan hilangnya kebaikan dan kebenaran.

 

Lubis, Moctar. 2022 Tajuk-tajuk Mochtar Lubis Di harian Indonesia Raya Seri 3. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 

 

Di sunting oleh Risa Triassanti

Dosen Universitas PGRI Ronggolawe Tuban