Menanti Langkah Cerdas Jokowi Tolak atau Kabulkan Tuntutan Kades Dana Desa Naik Jadi Rp300 T

"Tapi yang kita lihat sekarang justru sebaliknya, yang mana wacana meningkatkan anggaran Dana Desa ini juga diikuti dengan penambahan masa jabatan kepala desa. Jadi bukannya kekuasaan di satu orang ini semakin dibatasi, namun justru mendorong kepala desa menjadi 'raja kecil' yang celah penyelewengan kekuasaannya semakin besar," kata Andri.

Menanti Langkah Cerdas Jokowi Tolak atau Kabulkan Tuntutan Kades Dana Desa Naik Jadi Rp300 T

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Para kepala desa yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi), berkumpul di Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Minggu (19/3).

Para Kades itu meminta Presiden Jokowi menaikkan Dana Desa menjadi 10 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Jika merujuk pada APBN 2023 di mana belanja negara ditetapkan sebesar Rp3.061,2 triliun, maka dengan tuntutan itu Dana Desa bisa mencapai Rp300 triliun

"Kita buktikan bahwa kepala desa, BPD, dan perangkat bersatu memperjuangkan 10 persen Dana Desa," kata Ketua MPO Apdesi Asri Anas dalam acara Desa Bersatu di Lapangan Parkir Timur Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Minggu (19/3).

Sementara bila merujuk pada data Kementerian Keuangan, pagu Dana Desa 2023 adalah Rp70 triliun. Jumlah ini naik dari tahun sebelumnya Rp68 trliliun.

Pertanyaan yang mengemuka kemudian adalah, tepatkah jika Dana Desa dinaikkan menjadi Rp300 triliun?

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita mengatakan, Dana Desa bisa saja dinaikkan menjadi Rp300 triliun.

Namun, ia mempertanyakan apakah pemerintah dan DPR memiliki kemauan untuk mewujudkan hal tersebut. Maklum, selain pembangunan desa, pemerintah juga memiliki prioritas lain.

"Apalagi masa jabatan Jokowi hanya sampai 2024. Artinya Jokowi harus melakukan kejar tayang pada kebijakan dan program unggulannya terlebih dahulu, seperti IKN misalnya, sebelum mengalokasikan anggaran ke program lainnya," kata Ronny, mengutip CNNIndonesia.com, Senin (20/3).

Tak hanya soal kemauan pemerintah dan DPR, ia juga menyinggung besaran kenaikan Dana Desa yang diminta para kades. Ia mengatakan jumlah tersebut cukup besar.

Padahal, ruang fiskal yang dimiliki pemerintah tahun ini dan tahun depan tidak terlalu lebar. Menurut Ronny, jika Dana Desa dipaksa naik jadi Rp300 triliun, maka pemerintah mau tak mau harus menambah penerbitan surat utang negara.

Selain kenaikan yang cukup besar, ia juga menyinggung alasan fundamental para kepala desa meminta kenaikan Dana Desa. Ia mengatakan permintaan penambahan Dana Desa tersebut juga belum diketahui dasar perhitungannya.

Ronny mengatakan, Dana Desa yang selama ini digelontorkan belum terlalu terasa efeknya pada pertumbuhan ekonomi nasional dan pengurangan angka kemiskinan dan pengangguran terutama di desa.

"Jadi latar dan motifnya harus berdasarkan pada bukti kinerja yang jelas dari realisasi Dana Desa terdahulu," katanya.

Peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios) Muhammad Andri Perdana mengatakan Dana Desa sah-sah saja dinaikkan menjadi Rp300 triliun asalkan berdasarkan perhitungan dan kajian yang kuat.

Namun, Andri menilai wacana untuk menaikkan Dana Desa lebih ditujukan untuk memperkuat kepala desa daripada memperkuat desa.

Menurutnya, ketika suatu anggaran dinaikkan, maka tingkat tanggung jawab dan akuntabilitas pelaksana anggaran seharusnya juga semakin meningkat.

Dengan kata lain, apabila anggaran Dana Desa naik secara signifikan, maka sebenarnya yang wajar terjadi adalah pembatasan terhadap kekuasaan kepala desa harus dilakukan.

Itu harus dilakukan demi mekanisme check and balance dan mencegah penyelewengan kekuasaan.

Ia menambahkan prinsip demokrasi mengatur semakin besar potensi kekuasaan berarti, semakin besar pula adanya pembatasan.

"Tapi yang kita lihat sekarang justru sebaliknya, yang mana wacana meningkatkan anggaran Dana Desa ini juga diikuti dengan penambahan masa jabatan kepala desa. Jadi bukannya kekuasaan di satu orang ini semakin dibatasi, namun justru mendorong kepala desa menjadi 'raja kecil' yang celah penyelewengan kekuasaannya semakin besar," kata Andri.

Ia mengatakan saat ini kasus korupsi Dana Desa masih sangat banyak terjadi karena sistem pengawasannya yang masih kurang. Jika nanti skala anggarannya meningkat berkali-kali lipat tanpa ada penambahan mekanisme akuntabilitas, maka dikhawatirkan penyelewengan akan semakin sering terjadi.

Menurut Andri, meningkatnya lama masa jabatan dan kekusaan kepala desa juga akan mendorong calon kepala desa semakin mati-matian untuk memenangkan pemilihan kepala desa (pilkades). Hal ini dikhawatirkan bisa membuat biaya politik menjadi kepala desa semakin tinggi dan menambah peluang penyelewengan anggaran setelah memenangkan pilkades.

"Oleh karena itu apabila kenaikan Dana Desa ini terjadi, jelas tujuannya bukan untuk menguatkan desa, namun lebih untuk menguatkan kepala desa," kata Andri.

Sementara itu, Direktur Utama CELIOS Bhima Yudisthira mengatakan Dana Desa tidak perlu memakan porsi sampai 10 persen APBN. Pasalnya, kalau itu dilakukan, dikhawatirkan akan ada program pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang replikasi dengan Dana Desa.

"Misalnya kalau dana tambahan itu untuk menurunkan angka kemiskinan, kejadian seperti BLT Dana Desa, tumpang tindih karena soal data dengan bansos pusat. Akibatnya kan tidak efektif karena replikasi program," kata Bhima.

Bhima mengatakan sebaiknya usul penambahan Dana Desa tidak langsung dipatok 10 persen dari APBN, tetapi dilihat berdasarkan kesiapan aparatur tiap desa, program yang dicanangkan , hingga kebutuhan masing-masing desa dengan karakteristik yang berbeda-beda.

Selain itu, Bhima menilai pengelolaan Dana Desa yang ada sekarang juga masih perlu banyak perbaikan karena meski ada gelontoran dana besar, angka kemiskinan di kampung masih tinggi. Kemudian berbagai laporan menyebut Dana Desa terutama untuk pembangunan infrastruktur tidak semua sesuai sasaran.

Belum lagi katanya, tata kelola Dana Desa juga masih jauh dari ideal. Penambahan alokasi Dana Desa diperkirakan belum tentu efektif kalau masih dikelola denhan cara-cara yang selama ini berjalan.

"Ini cuma usul segelintir elit desa saja, sama seperti usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa yang menuai polemik," kata Bhima.(han)