Memaknai Ketidak Hadiran Putin di KTT G20 Bali

"Itu memukul agenda kepemimpinan Indonesia di G20. Tidak hanya untuk pemenuhan dan keberlanjutan agenda-agenda global yang diusung, tapi juga terlihat buruk bagi upaya Indonesia menjadi penengah," ujar Waffa lagi.

Nov 11, 2022 - 16:19
Memaknai Ketidak Hadiran Putin di KTT G20 Bali

NUSADAILY.COM – DENPASAR - Juru Bicara Kedutaan Besar Rusia di Jakarta Ales mengonfirmasi Presiden Rusia Vladimir Putin tak akan hadir secara fisik di konferensi tingkat tinggi (KTT) G20 Bali pada 15-16 November.

"Saya bisa mengonfirmasi bahwa Ketua Delegasi Rusia yang bakal hadir di pertemuan G20 adalah Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov," ujar Alexander Tumaykin dalam pernyataan resmi, Kamis (10/11).

Lebih lanjut, ia mengatakan Putin kemungkinan bisa hadir secara virtual di KTT G20 itu.

Tanda-tanda Putin tak hadir sebetulnya muncul usai Presiden Indonesia Joko Widodo alias Jokowi melakukan panggilan telepon dengan dia pada pekan lalu.

Dalam percakapan itu, ada "kesan kuat" bahwa Putin tak akan menghadiri pertemuan forum ekonomi di Bali.

Sejumlah pengamat juga sebetulnya mengatakan sudah sejak lama memprediksi Putin bakal absen di G20.

Pengamat dari lembaga think tank Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) Waffaa Kharisma mengatakan ada untung dan rugi bagi Indonesia terkait ketidakhadiran Putin.

"Secara protokol, ini memang mempermudah sedikit urusan Indonesia sebagai penyelenggara acara," ujar Waffa, Kamis (10/11).

Ia lalu memberi contoh soal pertemuan puncak ASEAN di Kamboja. Menurut Waffa, cukup sulit memastikan interaksi lancar tanpa ada momen ganjil di acara tersebut.

Selain itu, di sisi diplomatik ketidakhadiran Putin memicu kerugian bagi Indonesia. Terlebih, Jakarta sempat menggaungkan ingin menjadi juru damai Rusia-Ukraina yang tengah berperang.

"Itu memukul agenda kepemimpinan Indonesia di G20. Tidak hanya untuk pemenuhan dan keberlanjutan agenda-agenda global yang diusung, tapi juga terlihat buruk bagi upaya Indonesia menjadi penengah," ujar Waffa lagi.

Menurut dia, sebetulnya para pengamat sudah memprediksi Putin tak bakal hadir. Selain itu, ia juga menggarisbawahi bahwa G20 bukan forum yang tepat membahas urusan geopolitik.

Sulit Jadi Juru Damai Rusia-Ukraina
G20 sendiri muncul sebagai respons atas krisis ekonomi di dunia era 1990-an. Tujuan forum ini untuk memastikan dunia keluar dari krisis dan mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi global yang kuat dan berkelanjutan.

Bagaimanapun, Waffa menghargai misi damai Jokowi meski tak bisa diharapkan menjadi solusi dari konflik yang berkecamuk di Eropa timur itu.

"Misi damai Pak Jokowi merupakan usaha dan gestur yang baik, tetapi memang tidak bisa diharapkan untuk dapat mempengaruhi situasi di Eropa," ungkap dia.

Pada akhir Juni lalu, Jokowi mengunjungi Ukraina dan bertemu dengan Presiden Volodymyr Zelensky di Kyiv. Usai dari Kyiv, ia dan rombongan terbang ke Moskow untuk menemui Putin.

Pemerintah Indonesia menyatakan kunjungan itu bertujuan membawa misi damai di tengah perang yang terus terjadi. Selesai melawat, Jokowi panen pujian.

Namun, sejumlah pihak menilai Putin tak cukup tertarik dengan tawaran Jokowi. Selama bertemu, ia malah membahas hubungan bilateral RI-Rusia, kerja sama ekonomi, dan infrastruktur.

Beberapa pihak lain menganggap kunjungan Jokowi bertujuan mengamankan pasokan pangan di tengah krisis global.

"Ada pujian bahwa misalnya misi Pak Jokowi berperan pula untuk menggolkan konsesi Rusia dalam hal blokade pangan, tetapi karena dinamika-dinamika perseturuan yang besar sendiri akhirnya banyak komitmen yang kemudian terlanggar juga," jelas Waffa.

Waffa kemudian menekankan bahwa Indonesia masih perlu menambah peran kepemimpinan di luar negeri yang konsisten, sehingga memperkuat daya tawar sebagai negara yang dapat mempersatukan atau memediasikan konflik skala global.

Ia juga menyoroti peran Indonesia di ranah global di era Jokowi.

"Kebetulan memang kepemimpinan di luar negeri agak tertinggal di era Pak Jokowi karena prioritas-prioritas di dalam negeri beliau," ucap Waffa.

Ia lalu berujar, "Kita perlu sadar juga bahwa dinamika ancaman perdamaian itu nyata di luar, dan kalau ditinggal peran kita ya akan terasa juga dampaknya."

Sementara itu, pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjajaran Teuku Rezasyah mengatakan Indonesia tetap akan menawarkan menjadi juru damai meski Putin di G20.

"RI memahami tingginya kesulitan yang Putin hadapi di dalam dan luar negerinya. Namun diperkirakan RI akan menawarkan jasa baiknya, untuk menjembatani Rusia demi terwujudnya perdamaian dunia," kata Rezasyah.

Putin Absen

Salah satu media Rusia, General SVR, melaporkan alasan utama Putin tak hadir dalam pertemuan di Bali adalah soal keamanan.

Menurut mereka, jika Putin hadir secara langsung risiko pembunuhan terhadap dia meningkat.

"Risiko [Putin] menjadi target pembunuhan meningkat secara signifikan. Namun, ini tidak menghentikan Presiden Rusia dan tak memungkinkan membuat keputusan soal partisipasi dalam KTT, ada alasan lain yang lebih nyata," demikian menurut General SVR.

Pengamat militer dan pertahanan asal Indonesia Connie Rahakundini Bakrie menilai alasan keamanan yang mereka maksud bukan gegara layanan di Indonesia.

Connie mengatakan Rusia justru sangat menghargai kepemimpinan Indonesia.

"Karena menghormati dan menghargai Indonesia dan presidensi G20 kita, saya kira Putin tidak akan hadir dan sebaiknya tidak hadir menurut saya," ujar dia.

Negara yang memusuhi Rusia mayoritas adalah negara Barat yang hadir di G20, sehingga faktor keamanannya sangat berisiko bagi Putin.

Ancaman apapun, kata dia, bisa saja terjadi dari negara anggota NATO dan Barat, yang hadir di forum itu.

"Saya pribadi sangat mengkhawatirkan jika terjadi sesuatu di Bali pada beliau karena jika Russia kehilangan Presiden spt Putin saat ini,"ungkapnya.

Rezasyah juga punya penilaian yang sama. keamanan yang dimaksud tak berkaitan layanan keamanan yang disediakan Indonesia.

"Perihal keamanan saat KTT, pemerintah China pernah secara khusus berkunjung ke RI, guna mempelajari keberhasilan RI menangani banyak KTT," kata dia.

Menurutnya, di kondisi seperti sekarang rawan bagi Putin meninggalkan Rusia. Ia lalu berujar, "saya pikir faktor keamanan nasional inilah yang dimaksud."(han)