Melihat Nestapa Peternak Sapi Perah RI Tergilas Susu Impor
"Selama ini, memang kontrol dari pemerintah kurang. Keran impor pun dibuka dan tidak ada pajak untuk susu itu, jadi mereka bisa bebas melakukan impor," ujar Peternak dan juga pengepul susu asal Pasuruan, Bayu Aji Handayanto.
NUSADAILY.COM – JAKARTA – Mandi susu, adalah bentuk protes para peternak sapi perah di Jawa Timur dan Jawa Tengah beberapa waktu lalu.
Tak Cuma dibuat mandi, para peternak juga membuang susu perah secara cuma-Cuma. Tak ayal, aksi tersebut viral di media sosial.
Penyebabnya, karena industri dituding lebih memilih menggunakan susu impor dibandingkan hasil dari peternak lokal.
Peternak dan juga pengepul susu asal Pasuruan, Jawa Timur, Bayu Aji Handayanto mengatakan membuang susu hasil panennya karena pengusaha lebih memilih susu dari negara lain. Hal ini tak terlepas dari kemudahan aturan impor yang ditetapkan pemerintah.
"Selama ini, memang kontrol dari pemerintah kurang. Keran impor pun dibuka dan tidak ada pajak untuk susu itu, jadi mereka bisa bebas melakukan impor," ujar Peternak dan juga pengepul susu asal Pasuruan, Bayu Aji Handayanto.
Hal serupa dilakukan oleh peternak sapi perah dan pengepul susu di Boyolali, Jawa Tengah, yang melakukan aksi mandi susu imbas kekecewaan karena pembatasan serapan kuota dari Industri Pengolahan Susu (IPS).
Pengusaha pengolahan susu mengungkapkan alasan tidak menyerap susu peternak lokal yakni karena kualitas susu yang dihasilkan tidak sesuai dengan standar perusahaan. Oleh sebab itu, pembatasan terpaksa dilakukan.
Usai bertemu dengan pengusaha pengolahan susu, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman langsung menangguhkan izin impor 5 perusahaan susu. Tujuannya, agar perusahaan tersebut menyerap produksi susu dalam negeri.
Apabila selama masa penangguhan perusahaan kekeh tidak mau menyerap susu lokal, maka izin impornya akan dicabut permanen.
"Kalau dari lima ada yang masih mencoba (tidak serap susu lokal), aku cabut izinnya dan tidak boleh impor lagi. Itu ketegasan kami dari kementerian, karena kami tidak ingin antara peternak dengan industri tidak bergandengan tangan," tegasnya.
Sementara, Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi mengungkap ada dua biang kerok Indonesia kebanjiran susu impor. Pertama, aturan impor terkait bea masuk yang dibebaskan atau gratis untuk produk susu.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 101 Tahun 2009 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Impor Produk-produk Susu tertentu, besaran bea masuk ditetapkan sebesar 5 persen. Namun, eksportir ke Indonesia seperti Selandia Baru dan Australia memanfaatkan perjanjian perdagangan bebas (FTA).
"Negara-negara pengekspor susu memanfaatkan perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia yang menghapuskan bea masuk pada produk susu, sehingga membuat harga produk mereka setidaknya lima persen lebih murah dari pengekspor susu global lainnya," katanya dalam konferensi pers di kantor Kementerian Koperasi.
Kedua, dengan memanfaatkan FTA ini, maka harga susu impor lebih murah 5 persen dari susu lokal. Ditambah lagi yang diimpor adalah susu bubuk atau skim.
"Padahal susu skim secara kualitas jauh di bawah susu sapi segar karena sudah melalui berbagai macam proses pemanasan atau ultra proses," tegas Budi.
Pengamat pertanian dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Eliza Mardian mengungkapkan sebab para petani kecewa sehingga melakukan aksi buang-buang ribuan liter susu segar karena aturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah tak berjalan baik.
Menurutnya, melalui Peraturan menteri Pertanian Nomor 33 Tahun 2018, pemerintah sudah menetapkan kewajiban agar perusahaan pengolahan susu bekerja sama dengan koperasi peternak rakyat untuk menyerap hasil perah. Namun, ternyata aturan tersebut tidak diterapkan karena tidak ada pengawasan.
"Hanya saja fakta di lapangan menunjukkan bahwa perusahaan yang menjalin kemitraan dengan peternak lokal tidak sampai 20 persen dari total jumlah pelaku usaha pengolahan susu. Artinya pemerintah tidak betul-betul mengawasi kemitraan ini," ujarnya mengutip CNNIndonesia.com.
Menurut Eliza, saat ini produksi susu dalam negeri memang hanya mampu memenuhi sekitar 21 persen kebutuhan nasional, sisanya 79 persen dari impor. Hal tersebut disebabkan oleh rendahnya produktivitas peternak skala kecil.
Namun, ia melihat produksi dalam negeri ini bisa digenjot, setidaknya mengurangi porsi impor. Tapi memang harus ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yakni kejelasan pasar dan harga yang spesifik.
"Kita bukan tidak mampu berproduksi, tapi peternak skala kecil menengah pun akan berpikir jika ada kejadian pembatasan pembelian oleh perusahaan susu nasional ini akan merugikan peternak lokal. Tapi kalau ada kejelasan informasi berapa yang harus diproduksi dan spesifikasinya seperti apa, ini para peternak akan semangat berproduksi," kata dia.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang akan dilaksanakan pemerintah mulai tahun depan dinilai menjadi momen yang tepat untuk memperbaiki aturan yang selama ini tidak dijalankan. Sebab, kebutuhan susu untuk menjalankan program unggulan Presiden Prabowo Subianto tersebut sangat besar.
"Adanya program MBG ini harusnya jadi captive market para peternak susu lokal. Karena ini kan sudah pasti pasarnya ada, MBG. Pasti dibeli pemerintah. Jikapun pemerintah ingin melibatkan perusahaan susu, syarat jadi vendor MBG adalah perusahaan yang bermitra dengan peternak lokal. Karena sebagai bentuk reward pemerintah terhadap perusahaan yang sudah menjalankan Permentan," jelasnya.
Selain memberikan reward, ia pun mendorong agar pemerintah memberikan punishment bagi perusahaan pengolahan susu yang menolak untuk bermitra dengan peternak lokal.
Langkah tersebut dinilai bukan hanya sekedar meningkatkan produksi peternak lokal, tapi nantinya juga kesejahteraan mereka. Sekaligus akan menggerakan perekonomian di daerah tersebut karena nantinya lapangan kerja akan terbuka.
"Jika perusahaan besar semuanya menjalin kemitraan dengan peternak, ini akan terjadi transfer of knowledge sehingga peternak bisa upgrade. Ini membutuhkan pendampingan dan insentif untuk perusahaan yang bermitra dengan peternak lokal," jelasnya.
Terkait dengan kualitas, ia menyebutkan susu dalam negeri layak untuk dikonsumsi. Meskipun bibit sapi dan pakan sapi impor lebih bernutri tinggi, tetapi karena yang diimpor berbentuk bubuk, maka jauh lebih terjamin kualitas susu segar lokal.
"Sapi lokal memang masih skala rakyat, itu kan 80 persen skala kecil, jadi seringkali bibitnya tidak terjamin, pakan hanya beberapa jenis. Tapi yang kita impor kan mayoritas susu skim yang mana kualitas gizinya tidak sama seperti susu segar," terangnya.
Sementara, Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengatakan tindakan cepat yang diambil pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertanian terkait masalah ini sangat bagus.
Apalagi, Mentan Amran memutuskan untuk menahan 5 impor perusahaan hingga menetapkan kewajiban serap susu hasil produksi peternak lokal.
Namun, ia mengakui impor pasti akan tetap dilakukan karena produksi dalam negeri sangat kurang untuk memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat Indonesia.
Dalih Pengusaha Pilih Impor
Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Pengolahan Susu (AIPS) Sonny Effendhi mengatakan susu peternak dalam negeri mengandung bahan-bahan tertentu yang tidak aman ketika dikonsumsi masyarakat.
"Sehingga nggak sesuai dengan standar food safety, keamanan pangan, sehingga nggak bisa diterima," katanya usai bertemu Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman di kantor Kementan, Senin (11/11).
Ia mengatakan susu dalam negeri cenderung mengandung air, sugar syrup, dan bahan lainnya. Karenanya, ke depan akan ada upaya bersama antara industri dan peternak untuk meningkatkan kualitas susu dalam negeri.
"Jadi jangan ditambahin air, minyak goreng, sugar syrup, karbonat, hidrogen peroksida. Kami menangkap itu, kalau itu diloloskan yang menjadi korban kan masyarakat. Kami wajib menjaga karena standarnya BPOM nggak boleh ada ingredient ini dalam susu," jelasnya.(han)