Melihat Keserupaan Wisata Seks di Tokyo dan Bangkok yang Tuai Kontroversi
Sekretaris Jenderal Dewan Penghubung Pelindung Pemuda (Seiboren), Yoshihide Tanaka, menyatakan bahwa Jepang kini telah menjadi negara miskin. Menyoal wisata seks itu, ia mengatakan bahwa taman di dekat kantornya kini berubah menjadi sebuah lokalisasi di kota itu.
NUSADAILY.COM – TOKYO - Jepang memang menjadi destinasi favorit turis yang wilayah Asia, namun salah satu pilihan wisata di negara ini adalah 'wisata seks' yang menjadi kontroversi.
Kota Tokyo menjadi salah satu tempat tinggal terbaik di dunia, pusat kekuatan finansial, serta pusat wisata seks yang sedang berkembang. Inilah yang menjadi permasalahannya.
Melansir NDTV, Jumat (22/11/2024) selain Bangkok di Thailand, Tokyo kini menjadi salah satu pusat wisata seks. Hal ini didorong oleh beberapa faktor yang menarik wisatawan asing, salah satunya adalah pelemahan nilai Yen Jepang terhadap mata uang lain, serta meningkatnya wisatawan mancanegara.
Sekretaris Jenderal Dewan Penghubung Pelindung Pemuda (Seiboren), Yoshihide Tanaka, menyatakan bahwa Jepang kini telah menjadi negara miskin. Menyoal wisata seks itu, ia mengatakan bahwa taman di dekat kantornya kini berubah menjadi sebuah lokalisasi di kota itu.
Tanaka mengungkapkan bahwa mereka telah memperhatikan peningkatan jumlah wisatawan asing yang mengunjungi taman tersebut setelah pembatasan perjalanan akibat pandemi dicabut.
"Sekarang, kami melihat lebih banyak pria asing, Mereka berasal dari berbagai negara, baik kulit putih, Asia, maupun kulit hitam, tetapi mayoritas berasal dari China," katanya.
Ia menyebut kedatangan pria-pria asing itu bertepatan dengan meningkatnya jumlah remaja dan wanita muda yang terjun ke industri seks untuk bertahan hidup. Anggota Partai Demokrat Konstitusional Jepang, Kazunori Yamanoi, menyatakan fakta bawah Jepang kini telah menjadi suaka bagi pria-pria kesepian.
"Faktanya, Jepang kini menjadi tempat di mana pria asing dapat membeli layanan seksual dari wanita muda. Ini bukan lagi sekadar masalah domestik, melainkan isu besar terkait bagaimana wanita Jepang dipandang di dunia internasional,' ucapnya yang dikutip NDTV dari Japan Times.
Polisi pun mulai bertindak tegas terhadap kegiatan semacam ini. Pekan ini, Kepolisian Metropolitan Tokyo menangkap lima orang yang diduga melanggar Undang-Undang Keamanan Ketenagakerjaan Jepang. Mereka dituduh menjalankan operasi perekrutan wanita melalui media sosial untuk bekerja di industri seks.
Kelompok tersebut dilaporkan telah menandatangani kontrak dengan sekitar 350 toko di seluruh Jepang dan merekrut wanita melalui media sosial. Kesulitan keuangan yang dialami wanita Jepang selama pandemi Covid-19 menjadi faktor utama yang mendorong mereka terjun ke perdagangan seks.
Dengan dalih untuk berusaha melunasi utang mereka dan sebagian lainnya hanya ingin mencari pundi-pundi tambahan. Sebelumnya, Japan Times melaporkan bahwa tempat-tempat seperti klub-klub di mana pria menggoda wanita sambil makan dan minum, sering kali menjerat wanita dalam utang yang tak berujung melalui skema-skema yang merugikan.
Klub-klub tersebut juga terkait dengan peningkatan pekerjaan seks, termasuk operasi ilegal di luar negeri dan prostitusi jalanan, menurut laporan itu.
Departemen Kepolisian Metropolitan (MPD) mencatat bahwa sekitar 43% wanita yang ditangkap saat bekerja di jalanan pada tahun 2023 mengaku memulai pekerjaan tersebut untuk membayar utang. Sekitar 80% dari mereka yang ditangkap berusia 20-an dengan tiga orang berusia 19 tahun atau lebih muda.
Celah hukum dan lemahnya penegakan hukum di Jepang telah membuat perempuan berada dalam posisi rentan, yang sering kali menempatkan mereka dalam bahaya kekerasan fisik dan penyakit menular seksual.
Di negara-negara seperti Belanda, meskipun prostitusi legal, industry tersebut diatur dengan ketat untuk melindungi perempuan dan memerangi perdagangan manusia serta kegiatan kriminal lainnya. Namun, perdagangan seks tetap menjadi masalah mendesak di negara tersebut.(han)