Matius, Petani Muda di Merauke Raup Rp 20 Juta Perbulan
NUSADAILY.COM – JAKARTA - Jadi petani di Merauke, Papua Selatan saat ini jadi profesi yang menjanjikan. Matius (21), seorang petani muda asal Kabupaten Merauke, Papua Selatan berhasil membuktikannya. Ia berhasil meraup pendapatan hingga Rp 20 juta perbulan dari tugasnya sebagai operator mekanisasi (alat mesin pertanian) dalam menggarap lahan pertanian di Distrik Kurik, Merauke.
Pendapatan Matius menunjukkan sektor pertanian yang berbasis mesin jadi jawaban meningkatkan kesejahteraan petani. Pemanfaatan teknologi dan penggunaan alat mesin pertanian (alsintan) telah meningkatkan produktivitas di sektor pertanian.
“Saya bersyukur pendapatan saya dalam 1 bulan bisa mencapai kurang lebih Rp 20 juta. Pendapatan sebesar itu bisa bertambah kalau kita rajin dan mau bekerja secara optimal,” ujar Matius saat mengikuti apel brigade pangan bersama Menteri Pertanian di Kabupaten Merauke, Papua Selatan, Senin (25/11/2024)
Menurut Matius, saat ini tanah kelahirannya sudah berubah jauh lebih baik. Merauke sudah menjadi pusat ekonomi, terutama dari sektor pangan yang sangat menjanjikan.
Dia berharap, ada banyak anak muda di seluruh Indonesia terjun langsung membangun pertanian. Apalagi saat ini di Merauke pemerintah telah melaksakan program optimasi lahan rawa (oplah) seluas 40 ribu hektare, dengan 10 ribu hektare diantaranya berada di Distrik Kurik.
“Kalau sudah ada traktor beres semua, karena satu hari saya bisa olah tanam 3 hektare. Satu hektare saya dapat Rp1.250.000 kalau 3 hektare dapat 3.600.000,” katanya.
Sementara itu Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengajak para pemuda lainya untuk sama-sama membangun sektor pertanian sebagai kekuatan utama dalam mendapat penghasilan.
“Saya ingin pemuda pemudi merauke jadi matius berikutnya. Saya ingin ada banyak Matius di seluruh Indonesia,” jelasnya.
Amran menilai, prospek Merauke sebagai kawasan penyangga pangan perlu diperkuat dengan teknologi pertanian. Program oplah ataupun cetak sawah harus menggunakan pendekatan berbasis teknologi yang holistik dari hulu hingga hilir.
“Kita dari hulu ke hilir pendekatannya tidak boleh parsial, mulai dari bibit unggul, kemudian pengolahannya dengan traktor, kemudian tanam menggunakan rice transplanter, panennya dengan combine harvester, lalu dikeringkan dengan dryer, kemudian masuk ke gudang,” tegasnya. (sir/wan)