Masyarakat Diminta Tidak Toleransi Pengemudi Mobil Arogan di Jalan Raya

Pengendara mobil arogan di jalan kini semakin mengkhawatirkan. Melihat fenomena tersebut Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mendorong masyarakat seharusnya bisa lebih bersuara untuk mencegah adanya arogansi di jalanan.

Feb 19, 2023 - 13:58
Masyarakat Diminta Tidak Toleransi Pengemudi Mobil Arogan di Jalan Raya
Salah seorang pengemudi mobil arogan diamankan polisi. (foto: medcom.id)

NUSADAILY.COM – JAKARTA – Pengendara mobil arogan di jalan kini semakin mengkhawatirkan. Melihat fenomena tersebut Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mendorong  masyarakat seharusnya bisa lebih bersuara untuk mencegah adanya arogansi di jalanan.

 

"Terkait efek jera itu juga tergantung pada masyarakat juga. Kalau masyarakatnya permisif dan toleran pada pelanggaran atau arogansi di jalan raya, risikonya ya jangan mengeluh bila ke depan akan muncul kasus-kasus serupa," kata Bambang, dilansir dari medcom.id, Sabtu, 18 Februari 2023.

 

Dalam hal arogansi pengemudi mobil berpelat 'sakti' dan menggunakan strobo memang menjadi tugas kepolisian untuk menindak dengan tegas. Ia mengatakan ada undang-undang yang mengatur penggunaan strobo.

 

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, disebutkan bahwa penggunaan lampu strobo terbatas untuk kendaraan khusus. Ada tiga warna lampu Strobo yakni biru, merah, dan kuning. Biru dengan sirene untuk kendaraan polisi. Merah dengan sirene untuk mobil jenazah, mobil tahanan, pengawalan TNI, pemadam kebakaran, ambulans, serta Palang Merah Indonesia (PMI).

 

Ia menilai bagi pengemudi mobil yang menggunakan strobo tidak sesuai peruntukannya harus ditindak.

 

"Aturannya kan sudah jelas. Ada UU Lalu Lintas dan angkutan jalan raya. Tinggal Polri tegas dan tegak lurus pada penegakan aturan atau tidak?" ujarnya.

 

Namun demikian, dalam hal arogansi yang berujung pada insiden kecelakaan dan keributan antara pengemudi mobil tentunya kembali kepada kedua belah pihak yang terkait. Ia mengatakan kepolisian tentunya tidak memaksakan memproses hukum jika kedua belah pihak memilih berdamai.

 

Ia mengambil contoh kasus penyerangan yang dilakukan pengemudi Toyota Fortuner kepada Honda Brio di Senopati, Jakarta Selatan beberapa waktu lalu. Kasusnya bergulir di kepolisian dan pengemudi Fortuner bernama Giorgio Ramdhan ditetapkan sebagai tersangka.

 

Namun demikian, pengemudi mobil Brio bernama Ari Widianto mencabut laporan dan telah berdamai dengan Giorgio.

 

"Memang dalam penyelesaian kasus insiden lalu lintas, kepolisian sebaiknya mengedepankan restorative justice. Menjadi fasilitator dan mediasi. Terkait kasus Fortuner yang menabrak Brio, kembali lagi pada masyarakat. Kepolisian tentu tidak bisa melakukan tindakan represif bila kedua belah pihak sudah 'damai'," ujarnya.

 

Sementara itu, pemerhati masalah transportasi dan hukum Budiyanto mengatakan fenomena arogansi pengemudi di jalan didorong oleh situasi dan kondisi emosional yang tidak stabil, ingin gagah-gagahan, dan kompetensi atau skil mengemudi kurang baik.

 

Tidak sedikit juga arogansi menghinggapi pengemudi dewasa dikarenakan kondisi dan situasi ketidakstabilan emosi yang dipengaruhi oleh kelelahan, masalah pribadi, dan reaktif terhadap tindakan pengguna jalan yang lain.

 

Eks Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya itu mengatakan apapun alasannya, arogansi tidak dibenarkan dan melanggar undang-undang lalu lintas, bahkan dapat berimplikasi pada pelanggaran hukum baru di luar hukum lalu lintas.

 

Ia menuturkan pengemudi arogan yang cenderung tidak konsentrasi, mengemudikan kendaraan melebihi batas kecepatan, mengabaikan rambu dan marka lalu lintas diatur dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ bab tata cara berlalu lintas.

 

Ia menjelaskan pengemudi arogan dapat dikenakan pasal berlapis, antara lain melanggar rambu-rambu dijerat Pasal 287 ayat 1, melebihi batas kecepatan maksimal dijerat Pasal 287 ayat 5. Bahkan dapat dikenakan Pasal 311 karena ada unsur kesengajaan dalam mengemudikan kendaraan dengan cara atau keadaan yang membahayakan nyawa.

 

Ia menilai perlu ada langkah-langkah yang simulatan terhadap pengemudi arogan. Mulai dari penegakan hukum yang tegas dan konsisten, edukasi dan langkah preventif dengan menempatkan aparat kepolisian di jalanan.(*)