MAKI Bakal Ajukan Gugatan Praperadilan Terkait Transaksi Janggal Rp 349 T Jika Belum Jelas Juga

Dia menyoroti soal keberadaan surat dari PPATK kepada aparat penegak hukum yang disebut tidak diterima oleh Kementerian Keuangan sehingga berujung perbedaan pengelompokan data terkait transaksi Rp 349 triliun.

Apr 3, 2023 - 19:51
MAKI Bakal Ajukan Gugatan Praperadilan Terkait Transaksi Janggal Rp 349 T Jika Belum Jelas Juga
Boyamin Saiman/ Istimewa

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengaku hendak mengajukan gugatan praperadilan jika polemik terkait transaksi janggal Rp 349 triliun belum jelas juga. Gugatan rencananya diajukan setelah hari raya Idul Fitri.

"Untuk membuka data itu kalau berlama-lama tidak dibuka dan diusut, gugatan praperadilan pasti maju. Habis Lebaran kalau sampai tidak dibuka, MAKI gugat praperadilan," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, kepada wartawan, Senin (3/4/2023).

Dia menyoroti soal keberadaan surat dari PPATK kepada aparat penegak hukum yang disebut tidak diterima oleh Kementerian Keuangan sehingga berujung perbedaan pengelompokan data terkait transaksi Rp 349 triliun. Dia mengklaim gugatan praperadilan akan diajukan agar proses hukum bisa berjalan.

BACA JUGA : KPK Yakin Gugatan Praperadilan Dari Lukas Enembe Nantinya...

"Siapa penegak hukumnya kan belum ketahuan. Maka kalau MAKI gugat praperadilan nanti untuk memastikan ini digugat tiga-tiganya, KPK, Jaksa dan Polisi. Nah, termohon satu, termohon dua, termohon tiga, baru termohon empatnya PPATK biar dia jawab dilaporkan ke siapa biar tidak saling lemparan. Saya khawatir kalau hanya penegak hukum yang digugat nanti ngomong belum dapat. Nanti PPATK juga digugat," ujarnya, dilansir dari detik.com 

Dia mengaku yakin ada dugaan tindak pidana yang terjadi terkait transaksi janggal Rp 349 triliun yang kini jadi polemik. Alasannya, ada surat dari PPATK kepada penegak hukum.

"Kalau sudah dikirim ke APH itu pasti sudah ada dugaan pelanggaran hukum, entah gratifikasi, suap, atau pidana pajak atau pidana bea cukai, macam-macam, bisa tindak pidana korupsi atau yang lain," kata Boyamin.

"Dugaannya kalau bicara terkait Rp 13 triliun itu ya berarti dugaan korupsi karena menyangkut pegawai, jadi jelas-jelas itu ada korupsinya," lanjutnya.

Kemenkeu Bilan Tak Ada Beda Data dengan Mahfud

Sebelumnya, Wamenkeu Suahasil Nazara menyatakan tidak ada perbedaan data dengan Menko Polhukam Mahfud Md terkait transaksi janggal Rp 349 triliun di Kemenkeu. Dia mengatakan data tersebut sama, namun pengklasifikasiannya berbeda.

"Menteri Keuangan menyampaikan di Komisi XI, Pak Menko (Mahfud MD) menyampaikan di Komisi III, hari ini saya tunjukin sama, itu esensinya. Data itu klasifikasinya saja yang beda, begitu klasifikasinya disetel dikit, sama," kata Suahasil dalam media briefing di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Jumat (31/3).

Suahasil menjelaskan pada dasarnya data tersebut sama-sama berasal dari hasil rekap PPATK yang terdiri dari 300 surat. Total transaksi juga sama yakni Rp 349,87 triliun.

"Total nominal rekening dari debit kreditnya Rp 349 koma sekian triliun, sama, itu informasi yang sama, tapi cara menunjukkannya kita pakai chart yang berbeda. Ada versi lain, ya nggak apa, tapi bukan data yang berbeda," tuturnya.

Dia mengatakan perbedaan terjadi karena Kemenkeu selama ini tidak menerima 100 surat PPATK yang dikirimkan ke aparat penegak hukum. Jadi, katanya, ada dua klasifikasi surat PPATK terkait transaksi keuangan mencurigakan pegawai Kemenkeu.

Pertama, kata Suahasil, surat dikirim ke Kemenkeu sejumlah 135 surat yang melibatkan 363 ASN/PNS Kemenkeu dengan nilai Rp 22,04 triliun. Kedua, katanya, ada surat yang hanya dikirimkan ke aparat penegak hukum (APH) sebanyak 64 surat yang melibatkan 103 PNS Kemenkeu dengan nilai Rp 13,07 triliun.

Dia juga bicara soal data Mahfud Rp 53,8 triliun terkait transaksi keuangan mencurigakan yang melibatkan PNS Kemenkeu dengan pihak lain. PPATK, katanya, hanya mengirim dua surat ke aparat penegak hukum senilai Rp 47 triliun.

Kemudian terkait Rp 260,5 triliun transaksi keuangan mencurigakan terkait kewenangan. Kemenkeu juga membaginya menjadi dua klasifikasi yakni sebanyak 65 surat PPATK dikirimkan ke Kemenkeu yang melibatkan perusahaan senilai Rp 253,56 triliun, sementara 34 surat dikirimkan ke aparat penegak hukum yang melibatkan perusahaan senilai Rp 14,1 triliun.

Sehingga jika diakumulasikan, jumlah dugaan transaksi mencurigakan di PNS Kemenkeu sebesar Rp 349,87 triliun. (ros)