LaNyalla Masuk Angin?
Oleh: AA LaNyalla Mahmud Mattalitti
Tetiba ramai perbincangan di medsos, dengan sebuah pertanyaan; LaNyalla Masuk
Angin? Gegara pernyataan saya di Munas HIPMI XVII di Solo, Senin, 21 November 2022.
Saya sendiri juga bertanya di dalam hati, di mana masuk anginnya? Apakah karena ada
kalimat saya yang mengatakan Pemilu 2024 bisa ditunda?
Baik. Mari kita lihat konteksnya dengan jernih. Sehingga pikiran dan gagasan tidak
diadili di negara yang katanya demokrasi. Apalagi diadili oleh aktivis demokrasi.
Saya memang menawarkan gagasan untuk kembali ke Undang-Undang Dasar 1945
,naskah Asli untuk kemudian kita sempurnakan dengan teknik addendum.
Karena saya memiliki pendapat, bahwa Amandemen Konstitusi di tahun 1999 hingga
2002 adalah penyebab bangsa ini telah meninggalkan Pancasila sebagai Norma Hukum
Tertinggi. Sehingga Indonesia tidak lebih baik.
Dan tidak kunjung dapat mewujudkan
cita-cita dan tujuan negara ini.
UUD hasil Amandemen 1999-2002, memang masih mencantumkan dasar filsafat
negara Pancasila pada Pembukaan UUD 1945.Alinea IV. Namun penjabaran dalam
pasal-pasal UUD hasil Amandemen tersebut merupakan penjabaran dari ideologi lain,
yaitu Liberalisme-
Individualisme.
Karena logika dari pasal-pasal yang ada sudah tidak
konsisten dan tidak koheren dengan basis filosofi Pancasila yang tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945.
UUD hasil Amandemen yang menghapus total naskah Penjelasan jelas melanggar
diktum bahwa ‘Penjelasan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Pembukaan
dan Pasal-Pasal dalam UUD.
Dan masih banyak lagi kajian akademik; sekitar 15 landasan, yang melatari saya untuk
menawarkan gagasan dan pikiran untuk kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 naskah
asli, untuk kemudian kita sempurnakan kekurangannya dengan cara yang benar.
Sehingga tidak mengubah total dan mengganti sistem demokrasi asli Indonesia yang
disusun para pendiri bangsa.
Untuk melihat secara utuh gagasan dan pikiran yang saya tawarkan, pembaca dapat
mengunjungi website saya di www.lanyallacenter.id untuk membaca ‘Peta Jalan
Mengembalikan Kedaulatan dan Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat.’
Nah, persoalan berikutnya adalah bagaimana cara bangsa ini kembali.
Saya
menawarkan gagasan melalui Dekrit Presiden –tentu yang terkonsolidasikan.
Berdasarkan konsensus.
Karena menyangkut cara, maka tentu menyangkut persoalan teknis.
Jika Presiden
setuju dekrit, pasti langkah lanjutannya adalah menyiapkan proses Sidang MPR dengan
agenda tunggal untuk mengembalikan pemberlakuan UUD 1945 naskah asli.
Nah, lalu ada proses amandemen dengan Teknik addendum untuk menyempurnakan
kekurangan dari UUD yang masih bersifat revolusioner tersebut.
Misalnya, pembatasan masa jabatan presiden. Harus tegas. Bangsa ini harus belajar
dari kelemahan yang bisa dimanfaatkan oleh penguasa di era Orde Lama dan Orde
Baru.
Sehingga semua potensi kelemahan itu wajib kita beri addendum.
Tetapi menyangkut sistem demokrasi Sila keempat dan sistem ekonomi yang menjamin keadilan sosial, mutlak kita pertahankan.
Kita harus yakin, bahwa Sistem Demokrasi
Pancasila dan Sistem Ekonomi Pancasila satu-satunya sistem yang seusai dengan
watak dan DNA asli bangsa ini. Sesuai dengan negara dengan keunggulan Komparatif
yang merupakan anugerah dari Sang Pencipta.
Sekaranglah saatnya kita terapkan
dengan benar.
Kembali lagi soal teknis. jika proses addendum termasuk pengisian untuk Golongan di
Lembaga Tertinggi Negara –MPR RI dapat cepat kita laksanakan, ya segera kita lakukan.
Sidang Umum MPR untuk menyusun GBHN dan memilih mandataris MPR, alias Petugas
Rakyat. Begitu alurnya.
Sehingga tidak ada lagi Pilpresung. Tidak ada lagi Presidential Threshold.
Semua partai
politik bisa mengusung calonnya di MPR. Termasuk unsur dari daerah dan golongan.
Persis seperti Muktamar para hikmat yang bersidang di Lembaga Syuro.
Sekali lagi ini pikiran saya. Tentu saya tawarkan. Karena saya yakin pikiran itu memiliki kemerdekaan. Dan tidak untuk diadili.***