Lantik Asphurindo, Kiai Hafidz Menangis Indonesia Raya Berkumandang di Tiberias
Dikatakannya, bahwa diplomasi penting dalam sebuah negara. Hal itu Ia ceritakan pengalamannya dalam rangka pariwisata. Bahkan ia pernah tiga kali meneteskan air mata selama menjalani wisata keliling dunia.
NUSADAILY.COM - JAKARTA - Ketua Umum Masyarakat Pesantren KH. Hafidz Taftazani meminta para pemimpin Indonesia tidak mencampuradukan masalah budaya, agama dan masalah olahraga.
"Karena hal itu akan merusak cita-cita generasi bangsa," ujarnya saat melantik pengurus anggota Asosiasi Penyelenggara Haji dan Umrah Indonesia (Asphurindo) periode 2023-2027 di Jakarta, Sabtu (1/4/2023).
Dikatakannya, bahwa diplomasi penting dalam sebuah negara. Hal itu Ia ceritakan pengalamannya dalam rangka pariwisata. Bahkan ia pernah tiga kali meneteskan air mata selama menjalani wisata keliling dunia.
“Pertama tahun 1983, saya pergi ke Prancis. Saya sholat jumat disana dan begitu banyak orang Jumatan dan saya sampai haru meneteskan air mata. Kedua, kira-kira 10 tahun yang lalu, saya pergi ke Ghuangzu Cina.
"Disana pada saat sholat jumat, imamnya juga menggunakan bahasa arab yang sangat fasih dan yang sholat jumat juga membludag sampai kemana-mana dan saya sangat terharu dan meneteskan air mata," ujarnya
Ketiga, pada saat mendapatkan undangan dari travel yang pemiliknya bukan muslim untuk perjalanan ke Yerusalem , ke Masjid Aqsho dan beberapa daerah di Israel.
"Saya dibawa ke laut Tiberias, dalam bahasa arabnya Tobari, dimana seorang mufasir Imam Kurtubi, tinggal dan meninggal disitu, masjidnya masih ada kuburannya juga masih ada,” kenang Kiyai Hafidz.
Pada saat kita dibawa oleh guide naik kapal, lanjut Kiyai Hafidz, di kapal itu langsung dikerekan bendera merah putih dan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
“Mereka melakukan itu, saya sangat terharu. Saya meneteskan air mata. Kita sendiri tidak tahu di kapal itu akan dikibarkan bendera merah putih, padahal itu di Tiberias ,” terang Kiyai Hafidz.
Menurut Kiyai Hafidz, Ini merupakan bagian budaya yang tidak ada hubungannya dengan masalah-masalah diplomatis. Dan mereka sangat memahami persoalan ini.
Orang Yahudi melakukan seperti itu tanpa menyatakan tentang kebangsaan, tentang diplomatik dan sebagainya, mereka tahu satu kapal orang Indonesia semuanya, dia berikan dan dia lakukan hal itu.
“Seperti jika kita mengambil visa mau masuk ke Aqsho atau Yerusalem, visa yang diberikan ke kita adalah visa masuk Israel. Kita tidak pernah mempersoalkan dengan visa kita masuk Israel.
Puluhan ribu orang setiap tahun orang-orang muslim bahkan mungkin yang protes tentang tidak bolehnya orang Yahudi kesini mungkin juga dia pernah peri ke Israel untuk mengunjungi Palestina,” ujarnya.
Ini menjadi contoh bagi kita semuanya untuk tidak mencampuradukan masalah agama, masalah diplomatik ataupun kenegaraan dan masalah kebudayaan dan juga masalah sepak bola.
“Kasian buat generasi muda yang begitu bangganya dengan negara kita akan menjadi tuan rumah sepakbola U-20, tapi gagal. Pemainnya, penontonnya, disamping tentu dari segi ekonomi hotel-hotel sudah siap-siap semuanya sekarang tidak akan mendapatkan apa-apa dari kesempitannya kita berfikir tentang apa yang harus kita lakukan untuk menghadapi satu bangsa. Kita terlalu sempit dan terlalu keras menghadapi ini," sambung Pria Lulusan Ummul Quro Makkah.
Pimpinan Pondok Pesantren Darul Ulum-Darul Quro Cilacap ini menjelaskan, perang Palestina dengan Israel sekarang bukan masalah agama, melainkan persoalan kebangsaan. Orang Arab tidak pernah mengatakan bawa ini adalah perang keagamaan, Itu bukan perang antara Islam dengan Yahudi.
“Kebetulan memang kita memperebutkan masjidil Aqsho dengan sebelahnya masjidil aqsho yang dipakai untuk ibadahnya orang Yahudi,”ucapnya.
Oleh karena itu, persoalan perhelatan sepak bola U-20 yang sudah menjadi bubur, hendaknya masing-masing harus merenungkan kembali tentang peristiwa seperti ini.
Sejarah atau beberapa yang telah didapatkan oleh masyarakat Indonesia di Israel ternyata mereka melakukan itu tanpa menghiraukan hubungan diplomatik. Harus direnungkan bahwa budaya internasional, budaya persahabatan melalui sepak bola ini kita sudah mundur.
“Sehingga kedepan kita harus berfikir banyak, apakah Israel memperlakukan seperti itu kepada kita. Tentu Israel juga masa bodoh dengan hal itu. Mereka tetep saja orang Indonesia seperti apapun Insya Allah kita masih tetap diperbolehkan masuk ke Israel,” katanya.
Meskipun Israel pernah melarang Indonesia masuk Israel pada beberapa tahun lalu, namun orang-orang Israel sendiri mereka protes, sehingga larangan itu hanya beberapa bulan saja dan ini tentu harus menjadi kajian kita.
“Tentu kita akan side back kalau kita masih mencampuradukan masalah budaya , masalah agama dan masalah diplomatik,” pungkasnya. (hud)