Ketika KASBI dan Partai Buruh Beda Sikap soal Perppu Ciptaker, Ada Apa?
Ia berkata manfaat UU Cipta Kerja tak pernah dirasakan rakyat hingga saat ini. Bahkan, dia menyebut UU Cipta Kerja hanya berdampak negatif bagi rakyat.
NUSADAILY.COM – JAKARTA - Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos mengkritik kebijakan Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 20222 tentang Cipta Kerja.
"Seharusnya pihak pemerintah mengeluarkan perppu yang mencabut UU Cipta Kerja, bukan seperti saat ini," kata Nining, Sabtu (31/12).
Ia berkata manfaat UU Cipta Kerja tak pernah dirasakan rakyat hingga saat ini. Bahkan, dia menyebut UU Cipta Kerja hanya berdampak negatif bagi rakyat.
Selain itu, UU Cipta Kerja sudah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Dia mempertanyakan alasan pemerintah tak manut putusan untuk merevisi UU Cipta Kerja.
"Tiba-tiba di akhir tahun dikeluarkan perppu yang tidak melibatkan partisipasi publik, bahkan ini adalah bentuk ketidakkonsistenan pemerintah sendiri termasuk mengabaikan konstitusi," ujarnya.
Sebelumnya, Jokowi menerbitkan Perppu Cipta Kerja. Perppu itu merevisi sejumlah pasal dalam UU Cipta Kerja.
Menko Polhukam Mahfus MD mengatakan perppu itu sekaligus menjawab putusan MK. Dengan demikian, status inkonstitusional bersyarat UU Cipta Kerja diklaim gugur.
"Iya dong (status inskonstitusional bersyarat UU Cipta Kerja gugur). Begini, inkonstitusional bersyarat itu artinya sesuatu dinyatakan inkonstitusional sampai dipenuhinya syarat-syarat tertentu," ucap Mahfud di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (30/12).
Partai Buruh Setuju Perppu Ciptaker
Terpisah, Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan penerbitan Perppu ini lebih baik ketimbang pemerintah dan DPR kembali membahas UU Ciptaker yang sebelumnya dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh mahkamah Konstitusi.
Partai Buruh menurut Said sudah tidak percaya pada DPR juga membahas UU Ciptaker. Karena itu menurutnya lebih baik diterbitkannya perppu.
Apalagi menurutnya penerbitan perppu ini memungkinkan seperti yang disampaikan Menko Polhukam Mahfud MD meski berlawanan dengan pendapat sejumlah pakar hukum tata negara yang lain.
"Kami menggunakan pendapat yang pertama, yang boleh Perppu. Dari pada dikasih ke DPR yang kami mosi tidak percaya," kata Said di Jakarta, Sabtu (31/12).
Berbeda dengan pemerintah yang menyebut alasan kedaruratan lahirnya Perppu adalah tingkat inflasi yang tinggi dan ketidakpastian ekonomi global, Partai Buruh menyatakan kedaruratan itu adalah soal upah buruh yang sudah tidak naik beberapa tahun berturut-turut meski kinerja ekonomi RI bagus.
Selain itu, kedaruratan lainnya adalah soal pesangon yang tidak adil, hak pekerja perempuan yang dilanggar, dan ketentuan outsourcing yang merajalela.
"Dengan dasar itu lah kami memilih Perppu," kata Said.
Belum tahu isi Perppu
Terkait dengan isi Perppu, Said Iqbal mengaku belum tahu isinya. Oleh karena itu, pihaknya belum bisa menentukan sikap akan menerima atau menolak terhadap Perppu tersebut.
Pemerintah saat ini memang belum mempublikasikan isi Perppu itu meski sudah menerbitkannya.
Said mengaku pihaknya sempat membahas bersama tim Kadin dan mengusulkan revisi terhadap klaster ketenagakerjaan untuk mendapatkan win-win solution.
Said juga mengaku bersama Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea sudah menghadap Jokowi untuk menyampaikan revisi atau perbaikan, khususnya klaster ketenagakerjaan.
Dalam pertemuan dengan tim Kadin, telah tercapai beberapa kesepakatan. Di antaranya adalah terkait dengan upah minimum, yang intinya dikembalikan ke UU 13 Tahun 2003, yakni untuk kenaikan upah minimum didasarkan pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi, serta mempertimbangkan survey kebutuhan hidup layak.
Usulan berikutnya adalah terkait dengan alih daya outsourcing. Jika di dalam UU Cipta Kerja outsourcing dibebaskan di semua jenis pekerjaan, maka usulannya sama dengan UU 13 tahun 2023, yakni tetap harus ada pembatasan.
Sementara itu, terkait dengan pasal karyawan kontrak yang di dalam UU Cipta Kerja tidak dibatasi periode kontraknya, meski di dalam PP ada batasan paling lama lima tahun, diusulkan harus ada batasan periode kontrak.
Hal lain yang juga diusulkan dikembalikan ke UU 13 Tahun 2003 adalah pesangon, tetapi dengan modifikasi. Untuk perhitungan pesangon tidak ada perubahan. Namun, dasar upah yang digunakan sebagai perhitungan pesangon adalah 4 kali penghasilan tidak kena pajak (PTKP).
Sedangkan terkait PHK, jam kerja, lembur, sanksi, dan hak upah buruh perempuan pada saat cuti haid dan melahirkan semuanya dikembalikan ke UU No 13 Tahun 2023.
Lebih lanjut, Said mengatakan jika kelak isi Perppu Cipta Kerja tidak sesuai dengan yang diharapkan, pihaknya dengan tegas tentu akan menolak.
"Bilamana isi Perppu tidak sesuai harapan yang diusulkan Partai Buruh dan organisasi serikat pekerja tentu menolak," ucapnya.
Seperti diketahui, Pemerintah menerbitkan Perppu Ciptaker kemarin, alih-alih membahas kembali undang-undang tersebut yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat.
Langkah ini dikritik banyak pihak lantaran pemerintah dinilai ingin mencari jalan pintas membuat kebijakan yang pro pengusaha.
Pengajar dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia JenteraBivitriSusantimenilai ini adalah langkah culas dalam demokrasi dan bentuk pemerintah benar-benar membajak demokrasi.
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Padang Feri Amsari mengkritisi karena tidak ada kegentingan yang memaksa untuk mengeluarkan perppu.
Menurutnya, alasan dampak perang Rusia-Ukraina sebagai dalih dari pemerintah tidak relevan.(sir/han)