Ketika Golkar Dorong Revisi UU MK, Justru PDIP Serukan Presiden-DPR Tobat Nasuha

"Saya menyarankan saat ini kita melakukan tobat nasuha. Semuanya taubat, presidennya taubat, ya DPR-nya juga tobat," kata Arteria di kompleks parlemen, Jumat (30/8).

Aug 31, 2024 - 05:57
Ketika Golkar Dorong Revisi UU MK, Justru PDIP Serukan Presiden-DPR Tobat Nasuha
Ilustrasi PDIP

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Arteria Dahlan meminta Presiden dan DPR melakukan taubat nasuha menyusul gelombang unjuk rasa publik atas upaya mengutak-atik konstitusi.

Pernyataan itu disampaikan Arteria merespons usul untuk merevisi UU Mahkamah Konstitusi (MK) yang disampaikan Ketua Komisi II DPR dari Golkar, Ahmad Doli Kurnia.

Arteria menilai usulan tersebut tidak tepat di situasi saat ini, apalagi saat MK dinilai tengah menegakkan demokrasi.

"Saya menyarankan saat ini kita melakukan tobat nasuha. Semuanya taubat, presidennya taubat, ya DPR-nya juga tobat," kata Arteria di kompleks parlemen, Jumat (30/8).

Menurut Arteria usulan agar UU MK direvisi sangat berisiko untuk memancing kembali gejolak kemarahan publik. Arteria memandang langkah untuk merevisi aturan yang sensitif mestinya dilakukan dengan cermat dan khidmat.

Arteria menilai putusan MK lewat perkara 60 dan 70 soal ambang batas pencalonan dan usia calon kepala daerah telah membuka lebar pintu demokratisasi. Dia pun heran jika DPR justru meresponsnya dengan melakukan revisi.

"Sekarang ini kita, suatu fakta saat ini putusan MK menjadikan demokrasi terbuka lebar, dan itulah yang diinginkan rakyat. Nah, atas dasar itu kita melakukan penyikapan untuk merevisi undang-undang MK, ini yang kita pertanyakan," katanya.

Doli sebelumnya mendorong revisi UU Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai upaya evaluasi sistem pemilu dan ketatanegaraan Indonesia.

Evaluasi MK akan dilakukan untuk kebutuhan jangka menengah hingga panjang. Doli menilai MK saat ini telah melampaui kewenangan yang diberikan dengan terlalu banyak mengurus hal meski bukan ranahnya.

Lebih lanjut, Doli menilai kekuatan putusan MK membuat sistem legislasi di Indonesia rancu. Ia menyinggung sifat putusan MK yang final dan mengikat seakan-akan membuat MK seperti memiliki wewenang membuat undang-undang.

"Mahkamah Konstitusi ini menurut saya, ya, terlalu banyak urusan yang dikerjakan, yang sebetulnya bukan urusan Mahkamah Konstitusi," kata Doli dalam diskusi daring dikutip dari kanal YouTube Gelora TV, Jumat (30/8).(han)