Ketika Elit Papua Mainkan Isu Pembenaran Korupsi Lukas Enembe

"Elit-elit daerah Papua memainkan isu dan opini politik untuk membenarkan tindakan-tindakan pencurian uang negara, agar seolah-olah perampokan dan korupsi yang mereka lakukan itu adalah untuk rakyat dan atas nama rakyat," kata Firli melalui keterangan tertulis, Senin, 16 Januari 2023.

Jan 17, 2023 - 00:38
Ketika Elit Papua Mainkan Isu Pembenaran Korupsi Lukas Enembe

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyebut banyak elit di Papua yang mencoba membela Gubernur nonaktif Lukas Enembe. 

Mereka semua memainkan isu negatif untuk membenarkan tindakan suap dan gratifikasi orang nomor satu di Bumi Cenderawasih itu.
 
"Elit-elit daerah Papua memainkan isu dan opini politik untuk membenarkan tindakan-tindakan pencurian uang negara, agar seolah-olah perampokan dan korupsi yang mereka lakukan itu adalah untuk rakyat dan atas nama rakyat," kata Firli melalui keterangan tertulis, Senin, 16 Januari 2023.
 
Firli enggan memerinci elit-elit yang dimaksud. Mereka memanfaatkan letak geografis Papua yang jauh dari pemerintahan pusat untuk memainkan isu negatif.

"Terlalu sering, mungkin karena jarak dan situasi Papua yang jauh dari pusat pemerintahan, pemberitaan dan pengawasaan," ucap Firli.
 
Firli juga menyebut isu miring yang disebar bisa dibantah dengan melihat progres pembangunan di Papua. Karena, lanjutnya, pemerintah pusat sudah menggelontorkan dana otonomi khusus (otsus) yang banyak di sana tapi tidak ada bangunan yang berdiri.
 
Duit dari pemerintah pusat malah dipakai untuk berpesta pora oleh para pejabat di Papua. Firli enggan memerinci nama-nama pihak yang menyalahgunakan dana tersebut.
 
"KPK telah menghentikan pesta pora ini dilakukan oleh siapa pun dan kapan pun," tegas Firli.
 
Lukas terjerat kasus dugaan suap dan gratifikasi. Kasus yang menjerat Lukas itu bermula ketika Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka mengikutsertakan perusahaannya untuk mengikuti beberapa proyek pengadaan infrastruktur di Papua pada 2019 sampai dengan 2021. Padahal, korporasi itu bergerak di bidang farmasi.
 
KPK menduga Rijatono bisa mendapatkan proyek karena sudah melobi beberapa pejabat dan Lukas Enembe sebelum proses pelelangan dimulai. Komunikasi itu diyakini dibarengi pemberian suap.
 
Kesepakatan dalam kongkalikong Rijatono, Lukas, dan pejabat di Papua lainnya yakni pemberian fee 14 persen dari nilai kontrak. Fee harus bersih dari pengurangan pajak.

Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijatono atas pemufakatan jahat itu. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.
 
Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
 
Lukas diduga mengantongi Rp1 miliar dari Rijatono. KPK juga menduga Lukas menerima duit haram dari pihak lain.
 
Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
 
Sedangkan, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(han)